Friday, May 4, 2018

PERTUKARAN ION PADA PENYERAPAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tumbuhan memerlukan nutrisi untuk hidup dari lingkungannya. Nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan terdiri dari hara makro dan hara mikro. Hara makro diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak, sedangkan hara mikro diperlukan tumbuhan dalam jumlah yang relatif sedikit. Makronutrien merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang banyak, yang terbagi lagi dalam unsur utama dan unsur sekunder. Elemen makronutrien yang tergolong di dalam unsur  utama ialah Karbon (C), Hidrogen (H) , Oksigen (O) ,Nitrogen (N) , Fosfor (P)  dan Potassium (K). Unsur karbon, hidrogen dan oksigen cukup mudah diperoleh tanaman melalui udara dan air. Nitrogen, fosfor dan kalium  biasanya diberikan kepada tanaman melalui pemupukan. Setiap unsur ini mempunyai peranan tersendiri dalam kegiatan hidup suatu tanaman. Unsur-unsur esensial tersebut diperlukan oleh tumbuhan untuk proses tumbuh dan berkembang serta sangat penting dalam melengkapi siklus hidupnya. Oleh karena itu, keberadaan unsur-unsur esensial ini tidak dapat digantikan oleh unsur-unsur yang lainnya, ketersediaan dan penyerapan unsur hara ini penting bagi keberlangsungan kehidupan tumbuhan.
B.     Permasalahan
Permasalahan dalam praktikum ini adalah bagaimana kemampuan akar dalam menyerap ion hara dari dalam tanah?
C.    Tujuan
Tujan praktikum ini untuk mengetahui penyerapan ion oleh akar tanaman

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Unsur Hara
Pertumbuhan tanaman merupakan proses yang penting dalam perkembangan tanaman. Pertumbuhan tanaman tidak lepas dari nutrisi yang harus dipenuhi oleh tanaman. Nutrisi yang diperlukan ini terbagi menjadi 2 yaitu makrunutrien dan mikronutrien. Makronutrien berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Makronutrien terdiri dari nitrogen (N), phosphor (P), potassium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), sulfur (S), carbon (C), oksigen (O) dan hydrogen (H). makronutrien ini berperan dalam berbagai proses pertumbuhan seperti berperan sebagai kofaktor, sebagai unit structural redoks dalam sel (Tripathi et al., 2014). Makronutrien dibutuhkan dalam tubuh tanaman dalam jumlah besar karena berperan langsung dalam pertumbuhan. Makronutrien ditemukan dalam berat kering tanaman sekitar 0.1%, sedangkan makronutrien ditemukan dalam berat kering jaringan sebesar 0.01% (Grusak, 2001).
Mikronutrien merupakan unsur hara yang berperan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Mikronutrien terdiri dari  boron (B), klorin (Cl), tembaga (Cu), besi (Fe), molybdenum (Mo), mangan (Mn), nikel (Ni), natrium (Na), and seng (Zn). Mikronutrien diketahui berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman (Tripathi et al., 2014). Menurut (Allen et al., 2007) penyerapan unsur hara ini dilakukan oleh tanaman melalui bagian akar dimana hara diatas banyak terdapat di dalam tanah dalam bentuk ion.
B.     Intersepsi Akar
Akar tanaman tumbuh memasuki ruangan-ruangan pori tanah yang ditempati unsur hara, sehingga antara akar dan unsur hara terjadi kontak yang sangat dekat (kontak langsung), yang selanjutnya terjadi proses pertukaran ion. Ion-ion yang terdapat pada permukaan akar bertukaran dengan ion-ion pada permukaan komplek jerapan tanah. Jadi absorpsi unsur hara (ion) langsung dari permukaan padatan partikel tanah. Jumlah unsur hara yang dapat diserap melalui cara intersepsi akar dipengaruhi oleh sistim perakaran dan konsentrasi unsur hara dalam daerah perakaran. Hampir semua unsur hara dapat diserap melalui intersepsi akar, terutama Ca, Mg, Mn, dan Zn. 
C.    Aliran Masa
Air mengalir ke arah akar atau melalui akar itu sendiri. Sebagian lagi mengalir dari daerah sekitarnya akibat transpirasi maupun perbedaan potensial air dalam tanah. Gerakan air ini dapat secara horinsontal maupun vertical. Air tanah yang mengalir ini mengandung ion unsur hara. Jadi unsur hara mendekati permukaan akar tanaman karena terbawa oleh gerakan air tsb atau disebut aliran masa, yang selanjutnya diserap tanaman. Penyerapan melalui aliran masaa dipengaruhi oleh: (1) konsentrasi unsur hara dalam larutan tanah, (2) jumlah air yang ditanspirasikan (3) volume air efektif yang mengalir karena perbedaan potensial dan berkontak dengan akar. Aliran masa dapat menjadi kontribusi utama untuk unsur Ca, Mg, Zn, Cu, B, Fe. Unsur K juga dapat diserap melalui aliran masa, meskipun tidak terlalu besar
D.    Difusi
Proses penyerapan berlangsung akibat adanya perbedaan tegangan antara tanaman dan tanah karena perbedaan konsentrasi unsur hara. Faktor yang mempengaruhi difusi adalah konsentrasi unsur hara pada titik tertentu, jarak antara permukaan akar dengan titik tertentu, kadar air tanah, volume akar tanaman. Pada tanah bertekstur halus difusi akan berlangsung lebih cepat daripada tanah yang bertekstur kasar. Difusi meningkat jika konsentrasi hara di permukaan akar rendah/menurun atau konsentrasi hara di larutan tanah tinggi/meningkat. Unsur P dan K diserap tanaman terutama melalui difus

Selain ketiga jenis bentuk penyerapan diatas juga terdapat penyerapan melalui pertukaran ion antara akar dengan partikel tanah yang juga biasa disebut cation exchange capacity (CEC) atau juga biasa disebut dengan kapasitas pertukaran kation.
Gambar 1. 1 Proses pertukaran kation (http://bio1903.nicerweb.com)

Partikel liat dan bahan organik tanah merupakan permukaan mineral liat tanah yang mengikat ion. Jumlah bahan organik, tipe tanah, dan jumlah mineral liat menentukan kapasitas tukar kation pada kompleks absorpsi dan akan mempengaruhi pergerakan hara dari tanah ke akar tanaman. CEC ini dapat terjadi akibat sifat tanah yang berbeda beda yang menyebabkan tanah memiliki kemampuan mengikat ion hara yang berbeda-beda (Clain et al., 2001)

BAB III
METODE

A.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 2 buah pot, sedangkan bahan yang digunakan adalah  biji jagung, tanah, beberapa batang kapur tulis
B.     Prosedur Kerja
Pertama pot pertama dimasukkan tanah basah dengan ketinggian tertentu,kemudian diletakkan kapur tulis diatas tanah di dalam pot tersebut kemudian kapur tulis tersebut ditimbun kembali dengan tanah diatas tanah tersebut ditanam biji jagung dan ditumbuhkan hingga menjadi tanaman yang dewasa. Pot yang kedua diberi tanah basah dengan ketinggian tertentu, kemudian diletakkan kapur tulis diatas dan ditimbun dengan tanah kembali, namun tidak ditanami dengan biji jagung, pot ini digunakan sebagai kontrol untuk pembanding dengan pot pertama.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini bertujuan untuk mngetahui kemampuan akar dalam menyerap ion oleh akar tanaman. Tanaman yang digunakan adalah tanaman jagung yang ditumbuhkan dari biji yang pada bagian bawah tanah yang ia tumbuhi diberi kapur tulis sebagai salah satu sumber ion hara yang diperlukan. Hasil praktikum ditunjukkan dalam gambar 2-5.

Gambar 1.2. pot yang ditumbuhkan biji jagung dengan kapur tulis terbenam pada media tanah yang digunakan


Gambar 1.3. pot yang tidak ditumbuhkan biji jagung namun dalam media tanah yang digunakan terdapat kapur tulis

Gambar 1.4. Kapur tulis pada pot 1


Gambar 1.5. Kapur tulis pada pot 2

Dari hasil yang didapatkan diatas, pot yang diberi tanaman dengan media tanah yang di dalamnya terdapat kapur tulis dapat tumbuh dengan baik, namun jika dibandingkan antara kapur tulis yang ada dipot dengan ditanami dengan tanaman dengan pot kontrol yang tidak ditanami tanaman menampakkan perbedaan pada tampilan kapur.
Kapur yang diatasnya ditanami tanaman bentuk kapurnya berlubang-lubang dan lebih kasar daripada kapur pada pot yang tidak diberi tanaman. Kapur tulis mengandung senyawa kalsium dalam bentuk CaCO3. kalsium merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang banyak. Sehingga dari hasil praktikum ini menunjukkan bahwa akar tanaman jagung menyerap unsur hara Ca yang didapat dari kapur yang dibenamkan dalam media tanah.
 Ion kalsium yang ada dalam kapur dapat larut dalam tanah karena adanya proses penyiraman selama masa tanam tanaman. Pemberian air ini akan melarutkan senyawa penyusun kapur tulis sehingga membentuk ion ion yang dapat ditahan oleh partikel tanah dan dapat diserap oleh tanaman melalui kapasitas tukar kation. Ion Ca yang diikat oleh tanah kemudian dapat dilepaskan dan melakukan pertukaran dengan ion lain untuk masuk kedalam sel akar dengan sel akar akan melepaskan CO2 sebagai hasil respirasi dan kemudian akan berikatan dengan molekul air membentuk H+HCO3, ketika bertemu dengan misel tanah yang mengikat Ca maka akan terjadi pertukaran ion, ion H+ akan terikat pada misel tanah dan ion Ca2+ akan masuk kedalam akar melalui permeable ion channel pada membrane plasma akar.
Fungsi ion kalsium bagi tanaman adalah kalsium penting dalam sintesis pektin pada lamela tengah. Elemen ini juga terlibat dalam  metabolisme atau pembentukan  inti sel dan mitokdria.


BAB V
KESIMPULAN

Akar tanaman jagung dapat melakukan penyerapan ion di dalam tanah melalui berbagai mekanisme salah satunya dengan kapasitas tukar kation, sehingga tanaman mampu menyerap dan memenuhi nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh.














DAFTAR PUSTAKA


Allen V. Barker; D. J. Pilbeam. 2007. Handbook of plant nutrition. CRC Press.
Clain, J. dan J. Jacobsen. 2001.   Plant Nutrition and Soil Fertility. Nutrient Management Module No. 2. MSU Extension Service
Grusal, Michael A. 2001. Plant Macro and Micronutrient Minerals. Nature Publishing Group.
Tripathi, D.K., Vijay P.S., Devendra, K.C., Sheo, M.P., Nawal, K.D. 2014. Role of Macronutrients in Plant Growth and Acclimation: Recent Advances and Future Prospective. India: University of Allahabad.

Wednesday, May 2, 2018

Mekanisme Replikasi D




Mula-mula, heliks ganda DNA (merah) dibuka menjadi dua untai tunggal oleh enzim helikase (9) dengan bantuan topoisomerase (11) yang mengurangi tegangan untai DNA. Untaian DNA tunggal dilekati oleh protein-protein pengikat untaian tunggal (10) untuk mencegahnya membentuk heliks ganda kembali. Primase (6) membentuk oligonukleotida RNA yang disebut primer (5) dan molekul DNA polimerase (3 & 8) melekat pada seuntai tunggal DNA dan bergerak sepanjang untai tersebut memperpanjang primer, membentuk untaian tunggal DNA baru yang disebut leading strand (2) dan lagging strand (1). DNA polimerase yang membentuk lagging strand harus mensintesis segmen-segmen polinukleotida diskontinu (disebut fragmen Okazaki (7)). Enzim DNA ligase (4) kemudian menyambungkan potongan-potongan lagging strand tersebut.
Salah satu tahapan penting dalam proses pertumbuhan jasad hidup adalah proses perbanyakan bahan genetik. Proses perbanyakan bahan genetik dikenal sebagai proses replikasi. Pada replikasi DNA, rantai DNA baru dibentuk berdasarkan urutan nukleotida pada DNA yang digandakan. Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Replikasi DNA adalah proses penggandaan molekul DNA untai ganda. Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Prokariota terus-menerus melakukan replikasi DNA. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun polimer DNA. Proses replikasi DNA dapat pula dilakukan in vitro dalam proses yang disebut reaksi berantai polimerase (PCR).
Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal dinamakan replikon. Replikasi molekol DNA dimulai dari tempat khusus yang disebut titik mula replikasi (origins of replication), bentangan pendek DNA yang memiliki sekuens nukletida spesifik. Kromosom E. coli, seperti banyak kromosom bakteri lain melingkar dan memiliki satu titik mula. Berkebalikan dengan kromosom bakteri, kromosom eukariot mungkin memiliki beberapa ratus atau beberapa ribu titik mula replikasi (Campbell, 2008).
Proses inisiasi ini ditandai oleh saling memisahnya kedua untai DNA, yang masing-masing akan berperan sebagai cetakan bagi pembentukan untai DNA baru sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang disebut sebagai garpu replikasi. Biasanya, inisiasi replikasi DNA, baik pada prokariot maupun eukariot, terjadi dua arah (bidireksional). Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).


1.    INISIASI

Replikasi DNA dimulai pada lokasi spesifik disebut sebagai asal replikasi, yang memiliki urutan tertentu yang bisa dikenali oleh protein yang disebut inisiator DnaA. Mereka mengikat molekul DNA di tempat asal, sehingga mengendur untuk docking protein lain dan enzim penting untuk replikasi DNA. Sebuah enzim yang disebut helikase direkrut ke lokasi untuk unwinding (proses penguraian) heliks dalam alur tunggal.
Helikase melepaskan ikatan hidrogen antara pasangan basa, dengan cara yang tergantung energi. Titik ini atau wilayah DNA yang sekarang dikenal sebagai garpu replikasi (Garpu replikasi atau cabang replikasi adalah struktur yang terbentuk ketika DNA bereplikasi). Setelah heliks yang unwound, protein yang disebut untai tunggal mengikat protein (SSB) mengikat daerah unwound, dan mencegah mereka untuk annealing (penempelan). Proses replikasi sehingga dimulai, dan garpu replikasi dilanjutkan dalam dua arah yang berlawanan sepanjang molekul DNA.

2.   SINTESIS PRIMER

Sintesis baru, untai komplementer DNA menggunakan untai yang ada sebagai template yang dibawa oleh enzim yang dikenal sebagai DNA polimerase. Selain replikasi mereka juga memainkan peran penting dalam perbaikan DNA dan rekombinasi. Namun, DNA polimerase tidak dapat memulai sintesis DNA secara independen, dan membutuhkan 3′ gugus hidroksil untuk memulai penambahan nukleotida komplementer. Ini disediakan oleh enzim yang disebut DNA primase yang merupakan jenis DNA dependent-RNA polimerase. Ini mensintesis bentangan pendek RNA ke untai DNA yang ada. Ini segmen pendek disebut primer, dan terdiri dari 9-12 nukleotida. Hal ini memberikan DNA polimerase platform yang diperlukan untuk mulai menyalin sebuah untai DNA. Setelah primer terbentuk pada kedua untai, DNA polimerase dapat memperpanjang primer ini menjadi untai DNA baru. Unwinding DNA dapat menyebabkan supercoiling (bentukan seperti spiral yang mengganggu) di wilayah berikut garpu. Ini superkoil DNA Unwinding oleh enzim khusus yang disebut topoisomerase yang mengikat ke bentangan DNA depan garpu replikasi. Ini menciptakan nick di untai DNA dalam rangka untuk meringankan supercoil tersebut.
3.   SINTESIS LEADING STRAND

Replikasi DNA untaian pengawal (leading strand)
DNA polimerase dapat menambahkan nukleotida baru hanya untuk ujung 3’ dari untai yang ada, dan karenanya dapat mensintesis DNA dalam arah 5′ → 3’ saja. Tapi untai DNA berjalan di arah yang berlawanan, dan karenanya sintesis DNA pada satu untai dapat terjadi terus menerus. Hal ini dikenal sebagai untaian pengawal (leading strand). Di sini, DNA polimerase III (DNA pol III) mengenali 3 ‘OH akhir primer RNA, dan menambahkan nukleotida komplementer baru. Seperti garpu replikasi berlangsung, nukleotida baru ditambahkan secara terus menerus, sehingga menghasilkan untai baru.



4.    SINTESIS LAGGING STRAND (UNTAI TERTINGGAL)

Pada untai berlawanan, DNA disintesis secara terputus dengan menghasilkan serangkaian fragmen kecil dari DNA baru dalam arah 5‘→ 3′. Fragmen ini disebut fragmen Okazaki, yang kemudian bergabung untuk membentuk sebuah rantai terus menerus nukleotida. Untai ini dikenal sebagai lagging Strand (untai tertinggal) sejak proses sintesis DNA pada untai ini hasil pada tingkat yang lebih rendah.
Primase menambahkan primer di beberapa tempat sepanjang untai unwound. DNA pol III memperpanjang primer dengan menambahkan nukleotida baru, dan jatuh ketika bertemu fragmen yang terbentuk sebelumnya. Dengan demikian, perlu untuk melepaskan untai DNA, lalu geser lebih lanjut up-stream untuk memulai perluasan primer RNA lain. Sebuah penjepit geser memegang DNA di tempatnya ketika bergerak melalui proses replikasi.

5.    PENGHAPUSAN PRIMER
Meskipun untai DNA baru telah disintesis primer RNA hadir pada untai baru terbentuk harus digantikan oleh DNA. Kegiatan ini dilakukan oleh enzim DNA polimerase I (DNA pol I). Ini khusus menghilangkan primer RNA melalui ’5→ 3′ aktivitas eksonuklease nya, dan menggantikan mereka dengan deoksiribonukleotida baru oleh 5 ‘→ 3′ aktivitas polimerase DNA.

6.    LIGASI
Setelah penghapusan primer selesai untai tertinggal masih mengandung celah atau nick antara fragmen Okazaki berdekatan. Enzim ligase mengidentifikasi dan segel nick tersebut dengan menciptakan ikatan fosfodiester antara 5 ‘fosfat dan 3′ gugus hidroksil fragmen yang berdekatan.

7.    PEMUTUSAN
Replikasi mesin ini menghentikan di lokasi terminasi khusus yang terdiri dari urutan nukleotida yang unik. Urutan ini diidentifikasi oleh protein khusus yang disebut tus yang mengikat ke situs tersebut, sehingga secara fisik menghalangi jalur helikase. Ketika helikase bertemu protein tus itu jatuh bersama dengan terdekat untai tunggal. Replikasi DNA dumulai dari situs spesifik yang disebut dengan titik awal replikasi (origin of replication = ori). Beberapa jenis bakteri dan plasmid memiliki hanya satu ori, sedangkan para eukariot memiliki ratusan ori. Plasmid bakteri memiliki ori sendiri dan bersifat otonom. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa plasmid tidak tergantung pada hospes tertentu dan dapat bereplikasi secara otonom di setiap system biologis.


Daftar Pustaka Tambahan
Campbell, N. A. Reeca. Jane B. Mitchell. Lawrence G. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Erlangga. Jakarta.
Campbell, N. A. Reeca. Jane B. Mitchell. Lawrence G. 2008. Biologi Edisi Delapan Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Radji Maksum, Biomed M. Rekayasa genetika. 2011. Jakarta, Sagung seto.


Uji Antagonis In Vitro



I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
In vitro adalah istilah yang dipakai dalambiologi untuk menyebutkan kultur suatu seljaringan, atau bagian organ tertentu di dalamlaboratorium. Istilah ini dipakai karena kebanyakan kultur artifisial ini dilakukan di dalam alat-alat laboratorium yang terbuat dari kaca, seperti cawan petrilabu Erlenmeyertabungkultur, botol, dan sebagainya.Kultur jaringan dan berbagai variasinya biasa disebut sebagai pembiakan in vitro.
Pengendalian terhadap patogen tanaman saat ini masih bertumpu pada penggunaan pestisida sintetik. Namun penggunaan pestisida sintetik secara terus-menerus dapat menim-bulkan berbagai macam dampak negatif. Fungi antagonis seharusnya memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga mampu mengungguli fungi endofit dalam penguasaan ruang, oksigen, dan nutrisi yang pada akhirnya mampu menekan perkembangan patogen. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan pertumbuhan masing-masing agensia hayati dan patogen pada biakan tunggal.
B.  Tujuan
1.      Mahasiswa mampu melakukan uji antagonis in vitro.
2.      Mahasiswa mampu menghitung persentase daya hambat dan mengetahui mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonis.
II.  Metode
A.  Alat dan Bahan
Skalpel, petridish, water agar, koloni fungi endofit, koloni fungi patogen.

B.  Cara Kerja
1.    Fungi patogen dan fungi endofit ditumbuhkan pada medium PDA (cawan petri ukuran 9 cm) selama 7 hari.
2.    Pada cawan petri (diameter 9 cm) berisi media PDA, diinokulasikan koloni fungi patogen dan koloni fungi endofit berdiameter 5 mm dengan jarak antar koloni 5 cm.
3.    Fungi diinkubasi dalam gelap pada suhu 25° C. Untuk kontrol pada cawan petri diinokulasikan cetakan koloni fungi patogen diameter 5 mm dan cetakan medium water agar 5 mm, jarak antar kolon fungi patogen dan water agar 5 cm.
4.    Pengukuran jarak pertumbuhan fungi patogen dilakukan pada hari ke 1, 3,5, dan 7, jarak antar koloni patogen dan water agar 5 cm.
5.    Persentase penghambatan pertumbuhan fungi patogen oleh fungi endofit dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan
P = Persentase penghambatan
R1 = Jarak pertumbuhan koloni
R2 = Jarak pertumbuhan fungi patogen mendekati tepi cawan petri.
1.    Media PDA cair yang sudah disiapkan dituang secara steril dengan pemanasan bagian ujung enlenmeyer dengan api bunsen.
2.    Secara cepat dituang kurang lebih 15-20 ml media ke petridish.
3.    Petridish ditutup sebagian dan dibiarkan kurang lebih 15-20 menit atau sampai media menjadi padat.
4.    Media siap digunakan


III.   Hasil dan Pembahasan
A.    Hasil
A         : Patogen
1,2,3    : Endofit
R2       : 2 cm
R1 (1 vs A)     : 1,5 cm
R1 (2 vs A)     : 1 cm
R1 (3 vs A)     : 0,9 cm

              78, 6%
               85,7%
              87,1%

B.     Pembahasan
Uji antagonis adalah suatu cara untuk mengukur kemampuan bakteri atau fungi antagonis terhadap pathogen pada skala invitro (skala laboratorium). Tujuanya untuk mengetahui kemampuan fungi tersebut dalam menekan petumbuhan dan perkembngan pathogen.  Fungi antagonis mempunyai kemampuan dalam menghambat perkembangan patogen dengan berbagai mekanisme, antara lain melalui kompetisi ruang dan nutrisi, antibiosis dengan menghasilkan antibiotik tertentu berupa senyawa kimia yang mudah menguap (volatile) dan tidak menguap (non volatile) (Ajith & Lakshmidevi, 2010) atau lytic enzyme (kitinase, protease, dan glukanase), parasitisme dengan melilit hifa patogen, dan induksi ketahanan tanaman (Agrios, 2005; Pal & Gardener, 2006).
Pada praktikum kali ini digunakan empat macam fungi yang belum teridentifkasi. Fungi A sebagai patogen dan fungi 1,2, dan 3 sebagai endofit. Hasil yang diperoleh adalah fungi 1 78,6%, fungi 2 85,7% dan fungi 3 87,1%. Jika dilihat dari persentase pertumbuhan maka fungi antagonis yang paling efektif adalah fungi no 3 yang mampu menekan pertumbuhan fungi antagonis. Jika dilihat dari hasil foto pada fungi 1 masih ada jarak antar koloni sedangkan untuk fungi ke 2 dan 3 terlihat membaur satu sama lain.
Mekanisme interaksi yang terjadi antara fungi patogen dengan fungi antagonis didasarkan pada kriteria yang dikemukakan oleh Porter (1942), yaitu:
a.         Kompetisi, apabila koloni fungi antagonis menutupi koloni patogen dan pertumbuhan fungi antagonis lebih cepat untuk memenuhi cawan petri berdiameter 9 cm. Pada daerah kontak, hifa patogen mengalami lisis.
b.         Antibiosis, apabila terbentuk zona kosong di antara fungi patogen dengan fungi antagonis, terdapat perubahan bentuk hifa patogen, dan dihasilkan pigmen di permukaan bawah koloni fungi antagonis.
c.         Parasitisme, apabila hifa fungi antagonis tumbuh di atas hifa patogen, pada daerah kontak ditemukan hifa fungi antagonis melilit hifa patogen, serta mengalami lisis.
IV.   Kesimpulan
Uji antagonis secara in vitro menggunakan satu patogen dan tiga fungi endofit. Dari praktikum yang dilakukan hasilnya berbeda dengan tiga jenis fungi yag berbeda. Fungi yang paling efektif adalah no 3 sebanyak 87,1 %.

Daftar Pustaka
Agrios, G. N. (2005). Plant pathology (p. 922). Fifth Edition. USA: Elsevier Academic Press.
Ajith, P.S., & Lakshmidevi, N. (2010). Effect Of Volatile And Nonvolatile Compounds From Trichoderma Spp. Against Colletotrichum Capsici Incitant Of Anthracnose On Bell Peppers. Nature and Science, 8(9), 265–269.
Porter, C.L. (1942). Concerning The Characters Of Certain Fungi As Exhibited By Their Growth In The Presence Of Other Fungi. AM.J.Bot., 11, 168–188.