BAB I
SISTEM KEPARIWISATAAN DI TAMAN SATWA TARU
JURUG
A. Aspek Permintaan Pariwisata
Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto, 2005),
faktor-faktor utama dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan pariwisata
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)
Harga;
harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata akan memberikan imbas atau
timbal balik pada wisatawan yang akan bepergian, sehingga permintaan wisatapun
akan berkurang begitu pula sebaliknya.
b)
Pendapatan;
apabila pendapatan suatu negara tinggi, kecendrungan untuk memilih daerah
tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi calon
wisatawan membuat sebuah usaha pada Daerah Tujuan Wisata jika dianggap
menguntungkan.
c)
Sosial
Budaya; dengan adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau berbeda dari
apa yang ada di negara calon wisata berasal maka, peningkatan permintaan
terhadap wisata akan tinggi hal ini akan membuat sebuah keingintahuan dan
penggalian pengetahuan sebagai khasanah kekayaan pola pikir budaya wisatawan.
d) Sospol (Sosial Politik); dampak sosial politik
belum terlihat apabila keadaan Daerah Tujuan Wisata dalam situasi aman dan
tenteram, tetapi apabila hal tersebut berseberangan dengan kenyataan, maka
sospol akan sangat terasa dampak dan pengaruhnya dalam terjadinya permintaan.
e)
Intensitas
keluarga; banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan serta dalam permintaan
wisata hal ini dapat diratifikasi, jumlah keluarga yang banyak maka keinginan
untuk berlibur dari salah satu keluarga tersebut akan semakin besar, hal ini
dapat dilihat dari kepentingan wisata itu sendiri.
f)
Harga
barang substitusi; disamping kelima aspek di atas, harga barang pengganti juga
termasuk dalam aspek permintaan, dimana barang-barang pengganti dimisalkan
sebagai pengganti DTW yang dijadikan cadangan dalam berwisata seperti: Bali
sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu dan lain hal Bali tidak
dapat memberikan kemampuan dalam memenuhi syarat-syarat Daerah Tujuan Wisata
sehingga secara tidak langsung wisatawan akan mengubah tujuannya ke daerah terdekat
seperti Malaysia dan Singapura.
g)
Harga
barang komplementer; merupakan sebuah barang yang saling membantu atau dengan
kata lain barang komplementer adalah barang yang saling melengkapi, dimana
apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai objek
wisata yang saling melengkapi dengan objek wisata lainnya.
Sedangkan Jackson, 1989 (dalam Pitana, 2005)
melihat bahwa faktor penting yang menentukan permintaan pariwisata berasal dari
komponen daerah asal wisatawan antara lain, jumlah penduduk (population size), kemampuan finansial
masyarakat (financial means), waktu senggang yang
dimiliki (leisure time), sistem transportasi, dan sistem
pemasaran pariwisata yang ada.
Dari kedua pendapat di atas, aspek permintaan
pariwisata dapat diprediksi dari jumlah
penduduk dari suatu daerah asal wisatawan, pendapatan perkapitanya, lamanya
waktu senggang yang dimiliki yang berhubungan dengan kemajuan teknologi
informasi dan transportasi, sistem pemasaran yang berkembang, keamanan, sosial
dan politik serta aspek lain yang berhubungan dengan fisik dan non fisik
wisatawan.
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) merupakan kebun
binatang yang melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan terhadap jenis
satwa yang dipelihara berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa sebagai
sarana perlindungan dan pelestarian jenis dan dimanfaatkan sebagai sarana
pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
sarana rekreasi yang sehat. Namun sekarang ini TSTJ mengalami penurunan
permintaan yang lebih disebabkan antara lain obyek maupun fasilitas yang
disediakan kurang terawat dengan baik. Sehingga menimbulkan citra yang kurang
menarik bagi konsumen wisatawan.
Tempat
wisata TSTJ tampaknya mengalami pasang surut mengenai permintaan. Surut saat
hari-hari biasa dan pasang saat akhir pekan, hari libur sekolah dan hari besar
lainnya. Hal ini dikarenakan TSTJ memang cocok untuk tempat rekreasi dan wisata
keluarga karena disana disediakan sarana edukasi, penelitian, rekreasi dan
tempat bermain.
Tapi disamping
itu Taman Jurug memiliki kelebihan dari letak tempat dan penambahan binatang
yang menjadikan komoditi utama dan daya tarik sendiri. Lebih utamanya lagi
adalah, tempat ini tepat berada di samping aliran sungai bengawan Solo, sungai
terkenal di Jawa Tengah. Di sini kita bisa mendapatkan dua objek sekaligus
dalam satu tempat, Taman Jurug dan Sungai Bengawan Solo.
B.
Penawaran
Wisata Di Taman Satwa Taru Jurug(TSTJ)
Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan
Kota Solo merupakan daerah yang dekat
dengan Kota Yogyakarta yang sangat berpotensi dalam menarik wisatawan untuk
datang dan singgah menikmati keunggulan objek wisata di Kota Surakarta. Kota
Surakarta tidak hanya dijadikan sebagai daerah penghubung melainkan sebagai
daerah singgah yang mampu meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat Kota
Surakarta dengan keberadaannya tersebut. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan
menonjolkan sisi pariwisata di Kota Surakarta sesuai ciri khas dan identitas
Kota Surakarta sendiri. Dominasi sektor-sektor pariwisata di kota lain di
Propinsi Jawa Tengah mengakibatkan sektor pariwisata di Kota Surakarta menjadi
bukan merupakan sektor unggulan.
Namun
keinginan dari pemerintah Kota Surakarta yang memanfaatkan kondisi lokasi
tersebut dengan menjadikannya sebagai daerah singgah terutama dari segi
pariwisata bukan hal yang mustahil. Kota Surakarta harus mempersiapkan diri memunculkan sisi
keunikan dan kekhasan wisatanya agar kondisi lokasi yang hanya sebagai daerah
singgah mampu menyumbangkan masukan
pendapatan bagi masyarakat Surakarta. Pada kondisi eksisting saat ini
tidak kurang dari sepuluh objek wisata yang ditawarkan Kota Surakarta yang
terdiri dari objek wisata budaya, objek wisata buatan atau minat khusus dan
objek wisata belanja. Objek wisata Taman Satwa Taru Jurug yang terletak di
Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres merupakan salah satu objek wisata dengan
konsep wisata alam yang menjadi salah satu objek wisata andalan di Kota Surakarta.
Pendapatan
atau perekonomian yang diperoleh Taman Satwa Taru Jurug Surakarta cukup besar.
Jumlah pendapatan dari tiketmasuk merupakan paling besar diperoleh bila
dibandingkan dengan objek-objek wisata lainnya di Surakarta. Objek wisata ini
memiliki pendapatan paling besar apabila dibandingkan dengan objek wisata yang
lainnya, yaitu sebesar Rp 1.869.303.000,- padatahun 2006 dan turun menjadi Rp
1.794.542.000 pada tahun 2007. Jumlah ini diperolehantara lain dari pemasukan
penjualan tiket, retribusi parkir, PKL dan WC umum.
Taman Satwa Taru
Jurug Kota Surakarta memiliki banyak potensi yang menawarkan berbagai macam
atraksi bagi wisatawan yang datang seperti naik perahu, naik kereta mini, naik
bendi, menunggang satwa seperti naik gajah, naik unta, berfoto serta aneka
macam permainan anak. Di dalam objek wisata ini juga terdapat Sanggar Gesang
yang merupakan tempat pertunjukan kesenian antara lain orkes keroncong. Di
Taman Satwa Taru Jurug terdapat juga tempat pementasan kesenian tradisional
maupun jenis musik lainnya (dangdut, pop, keroncong, campursari, dan lain
sebagainya). Selain itu, pada perayaan Idul Fitri diadakan upacara adatPekan
Syawalan, yaitu suatu acara tradisi awal bulan Syawal Idul Fitri.Acara ini
diakhiri dengan pesta Ketupat dan Larung Gethek dengan menggunakan gethek atau
sejenis kapaldi danau yang terdapat di dalam Taman Satwa Taru Jurug ini.
Sebagai tampat konservasi, Taman Satwa Taru Jurug Kota Surakarta juga sebagai
tempat yang tepat untuk penelitian bagi pelajar dan mahasiswa yang ditunjang
dengan areal yang dilengkapi berbagai macam jenis binatang dan tanaman langka.
Keberadaan Taman Satwa Taru Jurug dengan berbagai potensi wisatanya mampu
menarik wisatawan yang jumlahnya cukup besar. Jumlah pengunjung di Taman Satwa
Taru Jurug mencapai jumlah 380.520 orang pada tahun 2004, mengalami penurunan
pada tahun 2006 menjadi sebesar 387.664 dan pada tahun 2007 turun lagi menjadi
306.975 (Sumber:Dinas Pariwisata, Seni dan
Budaya Kota Surakarta). Taman Satwa Taru Jurug memiliki keunggulan dalam
jumlah wisatawan apabila dibandingkan dengan objek wisata lainnya di Kota
Surakarta. Secara umum penawaran pariwisata adalah
sebagai
berikut:
a.
Teori Penawaran
Terdapatnya permintaan belum merupakan syarat
yang cukup untuk mewujudkan transaksi dalam pasar. Maka diperlukan penawaran
juga oleh para penjual.Penentu-Penentu Penawaran Keinginan para penjual
dalam menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa
faktor, yang terpenting ialah :
• Harga barang itu sendiri.
• Harga barang barang lain.
• Biaya produksi.
• Tujuan tujuan operasi perusahaan tersebut.
• Tingkat teknologi yang digunakan.
b.
Hukum Penawaran
Hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa
makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan
ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang
semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.
c.
Penawaran Pariwisata
•
Sejumlah barang maupun jasa yang ditawarkan
kepada wisatawan dengan harga tertentu.
•
Meliputi semua daerah tujuan yang ditawarkan
kepada wisatawan, baik wisatawan potensial maupun riil.
•
Berupa daya tarik alam, hasil ciptaan manusia,barang dan jasa yang
dapat mendorong orang-orang untuk berkunjung ke suatu DTW.
d.
Karakteristik Penawaran Pariwisata
•
Tidak dapat ditimbun atau dipindah-pindahkan
dan hanya dapat dikonsumsi di tempat jasa tersebut dihasilkan.
•
Sifatnya sangat kaku (rigid) artinya sangat sulit untuk mengubah
sasaran
penggunaannya di luar pariwisata.Sangat tergantung pada persaingan dari barang-barang dan jasa-jasa lainnya,sehingga hukum substitusi sangat kuat berlaku.
penggunaannya di luar pariwisata.Sangat tergantung pada persaingan dari barang-barang dan jasa-jasa lainnya,sehingga hukum substitusi sangat kuat berlaku.
e.
Unsur-Unsur Penawaran Pariwisata
•
Benda-benda alam : iklim, pemandangan
alam,hutan, flora dan fauna, dan pusat-pusat kesehatan yang dapat menyembuhkan
jenis penyakit tertentu.
•
Hasil ciptaan manusia (man-made supply):benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan, monumen-monumen bersejarah,
museum, kesenian rakyat, acara-acara tradisional serta rumah-rumah ibadah.
f.
Usaha Pariwisata
•
Usaha Jasa Pariwisata : penyediaan jasa
perencanaan, jasa pelayanan, dan jasa penyelenggaraan pariwisata.
•
Pengusahaan ODTW : kegiatan membangun dan
mengelola objek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang
diperlukanatau kegiatan mengelol objek dan daya tarik wisata yang telah ada.
•
Usaha Sarana Pariwisata : meliputi kegiatan
pembangunan, pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta pelayanan yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata. Prasarana Kepariwisataan
•
Prasarana Umum (General Infrastructure)
:prasarana yang menyangkut kebutuhan umum bagi kelancaran perekonomian, seperti : air
bersih, listrik, jalan raya,pelabuhan udara,
telekomunikasi, dan sebagainya.
•
Kebutuhan Masyarakat Banyak (Basic Need Of Civilized Life) : prasarana
yang menyangkut kebutuhan masyarakat banyak, seperti : rumah sakit,apotik,
bank, pompa bensin,dan sebagainya.
g.
Sarana Kepariwisataan
•
Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism
Superstructure) : perusahaan-perusahaan yang hidupnya sangat tergantung pada
lalu lintas wisatawan.
•
Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing
Tourism Superstructure) : fasilitas-fasilitas yang melengkapi sarana pokok
untuk membuat wisatawan tinggal lebih lama.
•
Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting
Tourism Superstructure) :
fasilitas yang diperlukan wisatawan, tidak hanya
melengkapi sarana pokok dan sarana pelengkap, tetapi fungsinya agar wisatawan
lebih banyak membelanjakan uangnya.
C. Pasar dan kelembagaan (segi
management dan organisasi)
Taman Satwa Taru Jurug
(TSTJ) merupakan taman wisata yang ada di kota Surakata dimana taman satwa ini
merupakan perusahaan daerah kota Surakartan yang langsung dibawah komando
kementrian pariwisata dan pemerintah daerah tingkat II Surakarta. TSTJ ini dahulu
kala dikelola oleh perusda Surakarta dan pada tahun 1998 perusda menjalin
kerjasama dengan PT citra perkasa untuk pengolahan TSTJ. Kontrak kerjasama
kedua belah pihak secara tertulis adalah selama 25 tahun dengan sistem bagi
hasil. Namun dalam pelaksaannya mengalami beberapa masalah sehingga
kepengurusal atau pengelolaan TSTJ sendiri dikembalikan lagi pada perusda
Surakarta hingga sekarang. Pada akhir-akhir ini pihak TSTJ sangat gencar
membuka peluang bagi investor-investor yang akan bergabung. Mengenai kerjasama
pengelolaan TSTJ sudah diatur dalam pasal 42 perda Surakarta tahun 2010.
Semua peraturan,
ketentuan, dan pengelolan TSTJ sudah ditentukan dalam perda Surakarta tahun
2010. Modal awal TSTJ dianggarkan dari APBD yang sudah tentukan oleh walikota.
Susunan organisasi Perusda Taman Satwa
Taru Jurug Surakarta terdiri dari :
1.
Direksi
·
Direktur Utama
·
Direktur Operasional;
·
Direktur Administrasi dan Keuangan.
2.
Dewan Pengawas
Tugas dan wewenang Direksi meliputi :
a)
Merencanakan dan menyusun program kerja
Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta 4 (empat) tahunan dan tahunan untuk
ditetapkan Walikota melalui Dewan Pengawas.
b)
Menyusun rencana dan melaksanakan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta
setelah mendapat persetujuan Dewan Pengawas dan ditetapkan dengan Keputusan
Walikota;
c)
Menjalankan pengelolaan Perusda Taman
Satwa Taru Jurug Surakarta sesuai dengan sifat dan tujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 berdasar prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
d)
Mengurus dan mengelola kekayaan Perusda
Taman Satwa Taru Jurug Surakarta;
e)
Membuat peraturan tata tertib dalam
pelaksanaan pengurusan Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta dengan
persetujuan Dewan Pengawas;
f)
Menyelenggarakan administrasi umum dan
keuangan Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta;
g)
Melakukan pembinaan pegawai Perusda
Taman Satwa Taru Jurug Surakarta
h)
Mengangkat dan memberhentikan pegawai
Perusda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta setelah mendengar pertimbangan Dewan
Pengawas.
“Peraturan
daerah kota Surakarta. 2010. Pendirian Perusahaan Daerah Taman Satwa Taru Jurug
Surakarta.”
Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan
lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan
. ekowisata dan wisata alam dikenal sebagai salah satu pengembangan dari konsep
wisata dimana bentuk wisata yang diterapkan berwawasan lingkungan dan
mengutamakan aspek konservasi alam,pemberdayaan sosial budaya ekonomi dari
masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Pendek kata,ekowisata
meliputi aspek ekologi,ekonomi dan kemasyarakatan. secara umum pengembangan
ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar
manusia,meningkatkan kualitas hidup
masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Untuk melaksanakan kegiatan
tersebut,diperlukan dukungan dari berbagai pelaku pariwisata. Pelaku pariwisata
yang dimaksud antara lain:
1.
Wisatawan
Suatu tempat wisata sangat didukung
oleh adanya wisatawan. World
Tourism Organization mendefinisikan pengunjung sebagai satu atau sekelompok
orang yang melakukan perjalanan atau tinggal di suatu tempat di luar wilayah
tempat tinggalnya, dengan jangka waktu kurang dari setahun, dan tidakbertujuan
untuk bisnis/ bekerja. Definisi praktis dari wisatawan ialah konsumen atau
pengguna produk dan layanan pariwisata. Wisatawan dapat menjelaskan dan sangat
berguna dalam penentuan segmentasi permintaan/ pasar wisata. Dengan motif dan
latar belakang yang berbedabeda, mereka menjadi pihak yang menciptakan
permintaan produk dan jasa wisata. Wisatawan sendiri memiliki termasuk
sebagai pelaku pariwisata yang sangat berpengaruh pada perkembangan dan
kemajuan suatu kawasan ekowisata. Karena berkembang tidaknya suatu wisata bisa
dilihat dari banyak tidaknya wisatawan yang datang berwisata ke lokasi wisata
tersebut. Wisatawan juga berperan dalam menjaga kelestarian suatu wisata karena
sebagian besar kerusakan dari suatu tempat wisata khususnya wisata alam
disebabkan oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab para wisatawan. Selain itu
wisatawan bisa dijadikan agen promosi. Baik dengan promosi dari mulut ke mulut
dengan bantuan kepuasan wisatawan yang datang akan mendatangkan wisatawan lain
yang lebih banyak. Untuk menggambarkan
wisatawan dapat dilihat dari karateristik perjalanannya dan karakteristik
wisatawannya:
1.1 karakteristik perjalanan
Karakteristik perjalanan wisatawan dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan jenis perjalanan yang dilakukannya. Secara umum jenis perjalanan dibedakan menjadi: perjalanan rekreasi, mengunjungi teman/keluarga (VFR = visitingfriends and relatives), perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan lainnya.
Karakteristik perjalanan wisatawan dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan jenis perjalanan yang dilakukannya. Secara umum jenis perjalanan dibedakan menjadi: perjalanan rekreasi, mengunjungi teman/keluarga (VFR = visitingfriends and relatives), perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan lainnya.
1.2 Karakteristik
wisatawan
Karakteristik wisatawan memfokuskan pada wisatawannya,biasanya digambarkan dengan “who, wants, what, why, when, where and how much”. Untuk menjelaskan hal-hal tersebut digunakan beberapa karakteristik di antaranya, sebagai berikut:
1.2.1 Karakteristik sosio-demografis
Karakteristik wisatawan memfokuskan pada wisatawannya,biasanya digambarkan dengan “who, wants, what, why, when, where and how much”. Untuk menjelaskan hal-hal tersebut digunakan beberapa karakteristik di antaranya, sebagai berikut:
1.2.1 Karakteristik sosio-demografis
Karakteristik
sosio-demografis mencoba menjawab pertanyaan who, wants, dan what. Pembagian
berdasarkan karakteristik ini paling sering dilakukan untuk kepentingan
analisis pariwisata, perencanaan dan pemasaran, karena sangat jelasdefinisinya
dan relatif mudah pembagiannya. Yang termasuk dalam karakteristik
sosiodemografisdi antaranya adalah jenis kelamin, umur, status perkawinan,
tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, ukuran keluarga atau jumlah
anggota keluarga dan lain-lain yang dielaborasi dari karakteristik tersebut.
1.2.2 Karakteristik Geografis
Karakteristik
geografis membagi wisatawan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, biasanya
dibedakan menjadi desa-kota, propinsi, maupun negara asalnya. Pembagian ini
lebih lanjut dapat pula dikelompokkan berdasarkan ukuran (size) kota tempat
tinggal (kota kecil, menengah, besar/ metropolitan), kepadatan penduduk di kota
tersebut dan lain-lain.
1.2.3 Karakteristik Psikografi
Karakteristik
psikografis membagi wisatawan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas
sosial, life-style dan karakteristik personal wisatawan dalam kelompok
demografis yang sama. Wisatawan mungkin memiliki profil psikografis yang sangat
berbeda. Beragamnya karakteristik dan latar belakang wisatawan menyebabkan
beragamnya keinginan dan kebutuhan mereka akan suatu produk wisata.
Pengelompokan- pengelompokan wisatawan dapat memberi informasi mengenai alasan
setiap kelompok mengunjungi objek wisata yang berbeda, berapa besar ukuran
kelompok tersebut, pola pengeluaran setiap kelompok, “kesetiaannya” terhadap suatu produk wisata tertentu, sensitivitas mereka terhadap perubahan harga produk wisata, serta respon kelompok terhadap berbagai bentuk iklan produk wisata.
kelompok tersebut, pola pengeluaran setiap kelompok, “kesetiaannya” terhadap suatu produk wisata tertentu, sensitivitas mereka terhadap perubahan harga produk wisata, serta respon kelompok terhadap berbagai bentuk iklan produk wisata.
2.
Industri
pariwisata
Kemajuan pariwisata sangat di dukung oleh makin banyaknya industri yang
bergerak di bidang pariwisata. Salah satu indutri yang banyak dilirik sekarang
ini adalah berdirinya lembaga pendidikan yang bergerak di bidang
kepariwisataan. Lembaga pendidikan ini bertujuan untuk menghasilkan SDM yang
berkualitas dan diharapakan mampu ikut serta dalam pengembangan wisata. Namun
demikian inti dari industri
pariwisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa pariwisata.
Industri pariwisata dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu
sebagai berikut :
2.1 Pelaku langsung (direct industry)
2.1 Pelaku langsung (direct industry)
yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung
kepada wisatawan atau jasanya yang langsung dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk
dalam kategori ini adalah hotel, restoran, dan biro perjalanan.
2.2 Pelaku tidak langsung (support industry)
2.2 Pelaku tidak langsung (support industry)
yaitu usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang
secara tidak langsung mendukung pariwisata usaha kerajinan tangan, penerbit
buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, dan sebagainya. Termasuk pelaku
tidak langsung adalah sektor-sektor lain yang mendukung pariwisata, misalnya
sektor perkebunan atau pertanian khas suatu daerah yang menjual hasil panennya
ditempat wisata setempat
3.
Pendukung
Jasa Wisata
3.1 Pemerintah
Keikutsertaan pemerintah dalam menjalankan
sebuah pariwisata sangatlah penting. Karena pemerintah memiliki kekuasaan dalam
menentukan sebuah kebijakan. Kebijakan itulah yang selanjutkan akan menentukan
pengelolaan,sistem dalam sebuah pariwisata. Di sini peran pemerintah sangat
penting dalam pengembangan konsep ekowisata mulai daro penyuluhan sampai dengan
kemudahan perizinan atau birokrasi. Pemerintah bersama dengan LSM dan atau
universitas menjadi jembatan antara pengusaha/pengembang wisata dengan
masyarakat setempat. Namun, pada penerapannya, banyak masalah pengembangan
konsep ekowisata yang terkait dengan tahapan ini. Salah satu contohnya adalah
pungutan liar. Dalam pelaksanaan suatu proyek pengembangan di Indonesia saat
ini masih sarat dengan pungutan liar yang sayangnya tidak hanya dilakukan oleh
preman-preman tapi juga dilakukan oleh pemerintah, mulai dari lurah, camat,
bupati, atau instansi-instansi terkait. Hal ini menyebabkan biaya pengembangan
daerah ekowisata menjadi sangat mahal. Kebijakan dalam pengembangan konsep
ekowisata pun saat ini kurang fleksibel. Contohnya, pembagian wilayah kawasan
hutan. Pembagian wilayah ini terkadang tidak sesuai dengan kondisi aslinya.
Seringkali batas antara satu wilayah hutan dengan wilayah yang lain tidak sama
dengan batas desa, sehingga memungkinkan terjadi sengketa antara penduduk desa
dalam pembangunan di daerah tersebut.Kehadiran pemerintah dalam setiap tahap
proses pengembangan menjadi unsur penting dalam keberhasilan penerapan konsep
ekowisata.
3.2 Masyarakat lokal
Masyarakat lokal
adalah pihak yang akan menerima dampak paling besar darikegiatan wisata yang
dikembangkan didaerahnya. Aspirasi masyarakat setempat merupakan komponen
permintaan yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam rangka pengembangan
suatu kegiatan wisata sehingga kegiatan wisata yang diselenggarakan tidak akan
menimbulkan kerugian-kerugian bagi masyarakat lokal. Industri pariwisata akan
memberi peluang bagi pemberdayaan sumber daya lokal dan menjadi stimulan
multiplier effects positif bagi perekonomian dan kemajuan masyarakat lokal.
Masyarkat setempat
memiliki fungsi aktif dan pasif dalam pengembangan pariwisata di daerahnya.
Fungsi aktif yaitu membantu program pemerintah, melibatkan diri dalam kegiatan
pariwisata atau membuka usaha sedangkan fungsi pasif, yaitu kesadaran untuk
tidak mengganggu lingkungan/ tempat pariwisata dan menjaga (memelihara) sumber
daya yang ada. Pada dasarnya pengetahuan
tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan dimiliki oleh
masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai
dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. Salah satu peran
masyakarat lokal dalam pengembangan suatu paiwisata antara lain :
·
Membangun hubungan
kemitraan dengan masyarakat setempat
·
Pelibatan masyarakat
sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta
monitoring dan evaluasi.
·
Menggugah prakarsa
dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata.
·
Memperhatikan
kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan
kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat.
·
Menyediakan peluang
usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan.
3.3 Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM)
Termasuk dalam steak holder,LSM memiliki kedudukan
yang sangat penting dalam perencanaan sistem pariwisata. Kedudukan LSM ini
sebagai perwakilan masyarakat untuk menyampaikan pendapat kepada pemerintah
sebagai pemangku kebijakan dan keputusan serta pengelola tempat wisata.
Sehingga gagasan,saran serta kritik dan masukkan yang datang dari LSM juga
perlu didengarkan oleh para pemangku kebijakan dan pengelola lokasi
wisata,sehingga akan mengurangi potensi-potensi terjadinya miscommunication
yang bisa menimbulkan keributan. Hal itu lumrah terjadi di tengah-tengah
masyarakat heterogen seperti di kota Solo.
BAB
II
KONSEP
DASAR PERENCANAAN PARIWISATA BERKELANJUTAN DI TSTJ
A. Pengantar
Pengembangan pariwisata
adalah salah satu bagian dari manajemen yang menitikberatkan pada implementasi
potensi obyek dan daya tarik wisata yang harus dilaksanakan dengan rentang
waktu, berupa langkah sistematis yang dapat mengarah pada pencapaian hasil. Hasil yang diharapkan pada perencanaan manajemen
dengan kegiatan yang spesifik ini adalah untuk mencapai tujuan dan sasaran dari
rencana yang dibuat sebelumnya. Terdapat lima unsur penting dalam suatu obyek
yaitu: (1) hal-hal yang menarik perhatian wisatawan (attraction); (2)
fasilitas-fasilitas yang diperlukan (facilities); (3) infrastuktur (infrastructure);
(4) jasa pengangkutan (transportation); dan (5) keramahtamahan dan kesediaan
untuk menerima tamu (hospitality).
Perencanaan
pariwisata menggunakan konsep perencanaan umum yang disesuaikan dengan
karakteristik dari jenis pariwisata yang ingin dikembangkan. Pendekatan
perencanaan dasar mengarah pada aplikasi dalam penerapan kebijakan serta dalam
perencanaan dan pengembangan pariwisata. Proses perencanaan dasar yang
diterangkan sebelumnya menyediakan kerangka perencanaan yang umum dan penekanan
ditempatkan pada konsep perencanaan menjadi berkesinambungan, berorientasi
system, menyeluruh, terintegrasi dan lingkungan dengan fokus pada keberhasilan
pengembangan yang dapat mendukung keterlibatan masyarakat.
Lima
pendekatan dalam mengembangkan pariwisata, antara lain:
1.
Bossterm
yaitu: suatu
pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai suatu atribut positif
untuk suatu tempat dan penghuninya. Namun masyarakat setempat tidak dilibatkan
dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah tidak dipertimbangkan secara
matang.
2.
The
economic-industry approach
(pendekatan ekonomi-industri) yaitu: pendekatan pengembangan pariwisata
yang tujuan ekonominya lebih didahulukan dari tujuan sosial dan lingkungan dan
menjadikan pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai sasaran utama.
3.
The
physical-spatial approach
(pendekatan fisik-keruangan), yaitu: pendekatan ini didasarkan pada tradisi
“penggunaan lahan” geografis. Strategi pengembangannya berdasarkan perencanaan
yang berbeda-beda melalui prinsip-prinsip keruangan (spatial). Misalnya
pengelompokan pengunjung di satu kawasan dan pemecahan-pemecahan tersebut untuk
menghindari kemungkinan terjadinya konflik. Hanya saja kekurangan dari
pendekatan ini adalah kurang mempertimbangkan dampak sosial dan kultur dari
pengembangan wisata.
4.
The
community approach
(pendekatan kerakyatan), yaitu: pendekatan ini lebih menekankan pada pentingnya
keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat di dalam proses pengembangan
pariwisata. Pendekatan ini menganggap pentingnya suatu pedoman pengembangan
pariwisata yang dapat diterima secara sosial (socially acceptable).
Pendekatan yang dilakukan adalah menekankan pentingnya manfaat sosial dan kultural
bagi masyarakat lokal secara bersama-sama termasuk di dalamnya pertimbangan
ekonomi dan lingkungan.
5.
Sustainable
approach (pendekatan
keberlanjutan), yaitu: pendekatan berkelanjutan dan berkepentingan atas masa
depan yang panjang serta atas sumber daya dan efek-efek pembangunan ekonomi
pada lingkungan yang mengkin menyebabkan gangguan kultural dan sosial yang
memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya hidup individual.
B. Pembangunan
Pariwisata Berkelanjutan
Pengembangan pariwisata berkelanjutan didasarkan pada asas asas sebagai
berikut:
1. Asas
pertama
Partisipasi aktif dan langsung dari masyarakat setempat dalam
pengembangan pariwisata. Ide dan gagasan dari masyarakat sekitar hendaknya
menjadi bahan utama dalam penentuan visi pembangunan pariwisata dan tujuan
utamanya adalah untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Tidak hanya sampai
disitu, mestinya pelibatan masyarakat juga sampai pada pengelolaan industry
pariwisatanya sehingga mereka akan merasa memiliki. Rasa memiliki untuk peduli
terhadap keberlanjutan pariwisata itu sendiri. Masyarakat lokal harusnya
menjadi pelaku bukan menjadi penonton.
2. Asas
kedua
Harmonisasi antara kebutuhan wisatawan , lokasi yang
dikunjungi dan masyarakat setempat. Kebutuhan wisatawan akan destinasi yang
menyenangkan dan nyaman harus selaras dengan kebutuhan masyarakat akan
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Keseimbangan tersebut akan dapat terwujud
melalui sebuah sinergi efektif antara berbagai unsur masyarakat yang ada di
daerah tujuan wisata tersebut. Unsur yang dimaksud adalah masyarakat lokal ,
pemerintah lokal , industri pariwisata, dan organisasi kemasyarakat yang tumbuh
dan berkembang pada masyarakat di mana destinasi pariwisata dikembangkan.
3. Asas
ketiga
Pembangunan pariwisata harus melibatkan seluruh pemangku
kepentingan, dan berbagai pihak terkait untuk memperoleh input yang lebih baik.
Pelibatan para pemangku kepentingan harus dapat menampung pendapat organisasi
kemasyarakatan lokal, melibatkan kelompok masyarakat miskin, melibatkan kaum
perempuan, melibatkan asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam
masyarakat yang berpotensi mempengaruhi jalannya pembangunan.
4. Asas
keempat
Pengembangan pariwisata
harus dapat menjamin penyediaan lapangan kerja yang berkualitas bagi masyarakat
setempat dan memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal dalam
sekala kecil, dan menengah. Hal ini akan semakin memberikan kepercayaan bagi
masyarakat akan pentingnya pengembangan pariwisata ini.
5. Asas
kelima
Pariwisata harus dibangun
sedemikian rupa sehingga dapat memunculkan multiflier effect yang signifikan.
Mendorong semakin semaraknya pertumbuhan bisnis local di bidang ini. Hal ini
dapat untuk memastikan bahwa pengeluaran wisatawan akan optimal di daerah
tujuan wisata tersebut
6.
Asas keenam
Kerjasama yang saling
menguntungkan antara masyarakat sebagai pengelola atraksi wisata dengan
para agen-agen penjual paket wisata. Kemitraan antara kedua belah pihak yang
sinergis akan dapat membangun sebuah komitmen pelayanan pariwisata yang
baik.
7. Asas
ketujuh
Pembangunan pariwisata
harus tetap memperhatikan keberlangsungan dan keberlanjutan program pembangunan
untuk generasi yang akan datang. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa
visi pembangunan pariwisata berkelanjutan tetap konsisten.
8. Asas
kedelapan
Pariwisata harus bertumbuh dalam
asas optimalisasi bukan pada exploitasi. Strategi manajemen kapasitas akan
menjadi pilihan yang terbaik, walaupun saat ini masih mengalami
kontroversi yang cukup tajam. Konsep ini merupakan kebutuhan yang semestinya
diakui untuk membatasi dan menjadi kendali atas dimensi-dimensi pembangunan
pariwisata yang dapat mengancam berkelanjutan penggunaan sumber daya yang
terbatas, pada saat yang bersamaan, konsep tersebut berhadapan dengan
keinginan untuk memaksimalkan peluang sebagai tujuan pertumbuhan dan mewujudkan
manfaat potensial yang terkait dengan pengunjung yang semakin meningkat.
9.
Asas kesembilan
Monitoring dan evaluasi secara periodic
untuk memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembagunan
berkelanjutan. Mestinya pembagunan pariwisata dapat diletakkan pada asas
pengelolaan dengan manajemen kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas obyek
wisata tertentu, kapasitas ekonomi, kapasitas social, dan kapasitas sumberdaya
yang lainnya sehingga dengan penerapan manajemen kapasitas dapat memperpanjang
daur hidup pariwisata itu sendiri sehingga konsepsi konservasi dan preservasi
serta komodifikasi untuk kepentingan ekonomi dapat berjalan bersama-sama dan
pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diwujudkan.
10. Asas
kesepuluh
Adanya keterbukaan mengenai pemanfaatan sumber
daya seperti penggunaan air bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan
sumberdaya lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah gunakan.
11. Asas
kesebelas
Pengembangan pariwisata
berkelanjutan membutuhkan program peningkatan sumberdaya manusia dalam bentuk
pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata
sehingga dapat dipastikan bahwa para pekerja siap untuk bekerja sesuai dengan
uraian tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
12. Asas
kedua belas
Mewujudkan harapan dan
kepentingan semua pihak yang terkait dalam kepariwisataan secara
berkualitas. Masyarakat yang semakin baik taraf hidupnya, kesempatan bisnis
yang prospektif bagi para pengusaha jasa pariwisata dan pengalaman perjalanan
yang berkualitas bagi wisatawan dengan tetap berpedoman pada asas-asas
pembangunan pariwisata berkelanjutan.
C. Struktur Administrasi Pariwisata
Struktur
Administrasi pariwisata terdiri dari :
Ø Departemen
periwisata
Ø Dinas
pariwisata Daerah
Ø Bappenas
Ø Bappeda
Ø Kementrian
Lingkungan Hidup
Ø DepPU
Ø Depdiknas
Ø DepHub
Ø Dep
Pertanian Kepariwisataan
Ø LSM
Ø Lembaga
Keuangan
D. Otonomi Daerah Surakarta Tentang Kepariwisataan
Ø UU
No 9/1990 tentang Kepariwisataan.
UU
tersebut, mengatur tentang perjalanan wisata, jasa agen perjalanan wisata, jasa
pramuwisata, jasa impresariat, jasa insentif, konferensi dan ekshibisi, jasa
konsultasi pariwisata, serta jasa informasi pariwisata.
UU
No 9/1990 diperbaharui menjadi UU No 10/2009 tentang Kepariwisataan. Dalam UU
yang baru ini lebih detil dalam menjabarkan jenis-jenis usaha pariwisata.
Setidaknya ada 13 jenis usaha yang dikategorikan sebagai usaha pariwisata,
jumlahnya hampir dua kali lipat dibanding jenis usaha pariwisata yang diatur
pada UU sebelumya. Seperti, jasa kawasan pariwisata, penyedia akomodasi,
penyelenggaraan meeting, incentives, conference, and exhibition (MICE), jasa
informasi pariwisata, jasa pramuwisata, jasa wisata tirta hingga spa.
E.
Potensi
ekowisata TSTJ
Pariwisata
merupakan salah satu penggerak perekonomian penting di banyak kawasan di dunia.
Pariwisata Indonesia dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang
cukup baik. Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat besar, salah satunya
adalah potensi ekowisata. Ekowisata dipromosikan dengan tujuan jangka panjang
untuk ikut mendorong konservasi lingkungan dan sumber daya alam dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan. Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi TSTJ
Surakarta sebagai daerah tujuan pariwisata didukung dengan predikatnya sebagai
kota hijau, kota pariwisata, kota budaya, dan kota perjuangan. Pariwisata
merupakan sektor andalan di Suakarta. Salah satu objek wisata dengan fungsi
utama sebagai lembaga konservasi satwa di Surakarta adalah Taman Satwa Taru
jurug (TSTJ).
Namun
strategi pengembangan yang dijalankan oleh pihak pengelola belum dapat
mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh TSTJ. Kriteria kekuatan yang menjadi
prioritas ekowisata TSTJ adalah faktor beragamnya atraksi wisata dan wahana
tambahan, pada kriteria kelemahan faktor yang menjadi prioritas adalah
kemampuan pemasaran yang belum optimal dan Aktifitas promosi yang masih minim,
pada kriteria peluang faktor yang menjadi prioritas adalah berkembangnya
kecenderungan untuk menikmati wisata back to nature dan pada kriteria ancaman,
yang menjadi prioritas adalah Persepsi masyarakat terhadap brand image TSTJ
Surakarta.
BAB
III
EKOWISATA SEBAGAI FOKUS PERENCANAAN
1.
Pengertian Ekowisata
Secara umum Ekowisata atau ekoturisme
merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan
mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi
masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Ekowisata dimulai
ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional.
Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli
lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis
pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya
budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat
dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi
masyarakat setempat. Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa
wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan.
Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif
kepada lingkungan mulai dikurangi.
2.
Prinsip
Ekowisata
Menurut
Cooper (1997), suatu kegiatan pariwisata dapat dikategorikan sebagai ekowisata
jika memiliki 5 prinsip, sbb: (1) Sustainable, adalah pariwisata yang
berkonsentrasi pada penyokongan pelestarian lingkungan alam. (2) Lingkungan
alam harus aman dan terjamin keselamatannya untuk dijadikan warisan bagi
generasi mendatang. (3) Pemeliharaan berbagai makhluk yang ada di sekitarnya,
manusia, hewan, tumbuhan, dan sebagainya apa pun yang hidup di alam
bersangkutan. (4) Merumuskan perencanaan dan pengimplementasian secara
holistik, sehingga tercipta harmonisasi yang terintegrasi antara alam, manusia
dan lingkungan secara total (environmental integrity). (5) Carying
capacity, artinya seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan pariwisata
tersebut mendapat manfaat. Tingkat kemanfaatan harus diperoleh secara
dimensional baik bagi penyedia maupun wisatawan.
3. Karakteristik Ekowisata
Karakteristik ekowisata yang membedakannya dengan wisata
massal/konvensional. Pertama, kegiatan wisata, berkaitan dengan konservasi
lingkungan. Meskipun motif ekowisata memiliki keterkaitan dengan beberapa
prinsip pengembangan ekowisata namun di dalamnya terkandung makna untuk turut
serta melestarikan ekonomi lingkungan. Bilamana wisatawan memiliki keterlibatan
langsung dalam pelestarian lingkungan, diharapkan kesadaran akan keberadaan
sumber daya dan lingkungan memudahkan wisatawan untuk terlibat dalam berbagai
upaya pelestarian/konservasi. Ke-dua, usaha pariwisata tidak hanya menyiapkan
sekedar atraksi wisata, akan tetapi menawarkan pula peluang untuk menghargai
lingkungan secara berkesinambungan. Ke-tiga, usaha pariwisata memiliki tanggung
jawab ekonomi dalam pelestarian lingkungan hijau yang dikunjungi dan dinikmati
wisatawan melalui berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan yang
dapat dikembalikan bagi kepentingan konservasi lingkungan dan kunjungan
wisatawan untuk pengembangan lingkungan yang berkelanjutan yang dapat dinikmati
oleh para pecinta dan pemelihara lingkungan berikutnya. Ke-empat, usaha
pariwisata yang lebih banyak menggunakan sarana transportasi lokal, sarana
akomodasi lokal, yang dikelola masyarakat setempat dan membedakan kehidupan
masyarakat setempat dalam menumbuhkan pendapatan masyarakat dari berbagai
kegiatan yang diakibatkan oleh kegiatan wisatawan di lokasi ekowisata yang
dikunjunginya dan berdampak kepada tumbuhnya inovasi, kreativitas masyarakat
dalam menggali berbagai sumber kegiatan positif yang menunjang terhadap
interaksi lingkungan. Bilamana terdapat interaksi positif antara inovasi dan
kreativitas masyarakat dengan wisatawan-eko, diharapkan terdapat saling
pengertian terhadap apa yang boleh dilakukan wisatawan atau apa yang harus
dibatasi oleh masyarakat terhadap potensi sumber daya yang dijadikan dasar
pengembangan ekowisata dan dasar pengembangan inovasi kreativitas masyarakat
untuk mendorong pertumbuhan ekowisata di daerahnya.
4.
Karakteristik pasar wisata
Karakteristik Pasar Ekowisata. Di tingkat global
pertumbuhan pasar ekowisata tercatat jauh lebih tinggi dari pasar wisata secara
keseluruhan. Berdasarkan analisis The International Ecotourism Society (2000)
pertumbuhan pasar ekowisata berkisar antara 10-30 persen pertahun sedangkan
pertumbuhan wisatawan secara keseluruhan hanya 4 persen. Tahun 1998 WTO
memperkirakan pertumbuhan ekowisata sekitar 20 persen. Di Indonesia
diperkirakan sekitar 25 persen wisman pada tahun 1996 merupakan ekowisatawan (ecotourist).
Statistik ini menunjukkan bahwa pergeseran perilaku pasar wisata sedang
berlangsung saat ini dan ekowisata diperkirakan akan menjadi pasar wisata yang
sangat prospektif di masa depan (The International Ecotourism Society, 2000).
Selain sisi permintaan dari sudut penawaran juga terlihat
fenomena menarik dalam pasar ekowisata. Sekitar empat tahun yang lalu telah
tercatat tidak kurang 600 penyelenggara perjalanan ekowisata yang – ini sangat
penting dalam kaitan dengan karakteristik ekowisata – 85 persen di antaranya berskala
kecil, yakni mempekerjakan kurang dari 20 orang. Meskipun berskala kecil, namun
bisnis ekowisata ini mampu memutar omset sebesar US$ 250 juta (The
International Ecotourism Society, 2000).
Di samping itu ada beberapa kriteria lagi yang menjadi pertimbangan
mereka untuk memilih produk – produk ekowisata (The International Ecotourism
Socienty, 2000), yakni :
a.
Aspek pendidikan dan informasi. Wisatawan biasanya mempelajari
lebih dahulu latar belakang sosial dan budaya masyarakat di daerah tujuan sebelum
mereka memilih daerah tujuan wisata itu. Lebih dari 50 persen wisatawan Amerika
dan Inggris mengaku menikmati pengalaman yang lebih baik dalam perjalanan
ketika mereka sebelumnya mempelajari kebiasaan – kebiasaan, budaya, lingkungan,
dan geografi masyarakat di negara tujuan.
b.
Aspek sosial budaya daerah
tujuan wisata. Wisatawan menaruh perhatian besar pada budaya masyarakat di
daerah tujuan wisata.
c.
Aspek lingkungan. Seperti
disebutkan di atas, aspek lingkungan yang alamiah pada produk wisata menjadi incaran
sebagian besar wisatawan global, mulai dari Amerika Utara sampai Eropa.
d.
Aspek estetika. Keindahan dan otensititas daya tarik wisata
merupakan kebutuhan yang elementer dalam berwisata. Konservasi DTW menjadi
penting dalam ekowisata.
e.
Aspek etika dan reputasi.
Meskipun iklim, biaya dan daya tarik menjadi kriteria pilihan berwisata, namun
wisatawan sangat peduli pada etika kebijakan dan pengelolaan lingkungan.
BAB IV
PROSES PERENCANAAN EKOWISATA
1.
PENGANTAR
Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan
industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta
lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup hanya
dapat tercapai dengan melibatkan orang-orang yang tinggal dan mengantungkan
hidupnya pada daerah yang akan dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata dan
menjadikan mereka partner dalam upaya pengembangan wisata tersebut. Metode ini
diperkenalkan oleh Presiden World Wild Fund (WWF) pada konfrensi tahunan ke-40
Asosiasi Perjalanan Asia Pasifik (PATA). Ekowisata pada saat sekarang ini
menjadi aktivitas ekonomi yang penting yang memberikan kesempatan kepada
wisatawan untuk mendapatkan pengalaman mengenai alam dan budaya untuk
dipelajari dan memahami betapa pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan
budaya lokal. Pada saat yang sama ekowisata dapat memberikan generating income
untuk kegiatan konservasi dan keuntungan ekonomi pada masyarakat yang tingal di
sekitar lokasi ekowisata.
Kegiatan ekowisata biasanya berada didaerah tropis yang mempunyai
keanekaragaman yang tinggi dan banyak flora dan fauna yang bersifat endemik
sehingga kondisi tersebut rentan untuk mengalami perubahan. Dari sisi nilai
tambah ekowisata, ada kemungkinan dalam implementasi program tersebut apabila
tidak direncanakan dengan baik maka akan sebaliknya yang asalnya mendukung
terhadap kelestarian lingkungan hidup malah menjadi mendorong terjadinya
kerusakan lingkungan hidup di daerah tersebut. Oleh karena itu dalam
pengembangan ekowisata perlu adanya rencana pengelolaan yang mengacu kepada
tujuan utama awalnya yaitu mendorong dilakukannya pengawetan lingkungan hidup,
sehingga ekowisata perlu di rencanakan pengelolaannya dengan mengintergrasikan
dalam pendekatan sistem untuk konservasi yang menggunakan desain konservasi.
Perencanaan ekowisata adalah alat untuk membimbing pengembangan
pariwisata pada daerah yang dilindungi dengan melakukan sintesis dan
menggunakan visi dari semua pemangku kepentingan untuk tujuan konservasi pada
lokasi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata seharusnya mengambarkan
jenis ekowisata apa yang dapat dilakukan atau kegiatan publik apa yang bisa
dilakukan di daerah yang dilindungi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata
ini juga biasanya mengembangkan pewilayahan (zoning) yang didesain dan yang
diperbolehkan untuk kegiatan kepariwisataan.
Perencanaan pengelolaan ekowisata harus mengacu kepada rencana
pengelolaan umum (General Mangement Plan) dan rencana daerah konservasi (Site
Conservation Plan). Rencana pengelolaan umum ini menjelaskan tujuan dan umum
dan tujuan khusus yang telah disusun untuk sistem konservasi pada daerah yang
dilindungi. Pada rencana ini terdapat pewilayahan, strategi, program dan
aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencapai tujuan umum dan tujuan
khusus. Rencana daerah konservasi merupakan komponen dari perencanaan
pengelolaan umum yang lebih fokus pada kasus-kasus dan alternatif strategi
untuk mengatasi ancaman-ancaman terhadap kegiatan konservasi yang dilakukan dan
mungkin salah satunya adalah kegiatan ekowisata.
2.
Perumusan
gagasan
Dalam menyiapkan rencana pengelolaan
ekowisata tim penyusun harus terlebih dahulu menyepakati formatnya terlebih
dahulu, akan tetapi secara umum format rencana pengelolaan ekowisata adalah
sebagai berikut:
2.1 Visi, tujuan dan strategi
Pada rencana
pengelolaan ekowisata harus dituliskan visi dari kegiatan ini yang berisi
tentang projeksi secara komprehensif mengenai daerah yang dilindungi beberapa
tahun kedepan. Tujuan adalah cita-cita yang lebih spesifik dari pada visi yang
diharapkan dari pelaksanaan ekowisata didaerah tersebut misalnya dampak
pariwisata yang rendah, ada keuntungan bagi komunitas lokal, ada dukungan
finasial dan pendidikan untuk konservasi dll. Strategi adalah tahapan essensial
yang menjembatani tujuan dengan aktivitas-aktivitas, kadang-kadang strategi
dalam kondisi praktis digantikan tujuan khusus.
2.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus adalah
tujuan dari program-program yang dikembangkan dari strategi-strategi yang ada.
Kumpulan dari tujuan khusus secara resultan harus menjadi tujuan dari rencana
pengelolaan ekowisata.
2.3 Aktivitas
Aktivitas adalah
kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan tujuan khusus
2.4 Pewilayahan
Sistem
pewilayahan adalah pengaturan wilayah-wilayah yang dapat dan tidak dapat digunakan untuk kegiatan
ekowisata.
2.5 Memfasilitasi pelaksanaan
Untuk
memfasilitasi pelaksanaan maka diperluakan jadwal pelaksanaan, rencana khusus
untuk wilayah tertentu, membentuk komite penasehat pelaksanaan ekowisata, dan
melakukan monitoring dan evaluasi.
3. Analisis SWOT
3.1
Keunggulan
Jenis flora dan
Fauna yang Beragam : di TSTJ banyak fauna yang dapat menjadi potensi wisata
untuk sarana edukasi terutama anak-anak. Bukan hanya fauna, tetapi di TSTJ juga
terdapat beragam flora dari berbagai jenis yang dapat menjadi sarana edukasi,
rekreasi dan membuat TSTJ menjadi lebih sejuk dan nyaman.
Lokasi : Lokasi yang
berada di daerah pinggir Bengawan Solo yang terletak di sebelah timur kota
Surakarta, membuat TSTJ mudah untuk diakses dan menjadi salah satu wisata
unggulan kota Surakarta.
3.2 Kelemahan
Kondisi lingkungan
dan fasilitas yang tidak bersih, tidak terawat dan kumuh dengan keberadaan
pedagang yang tidak tertata; Prasarana & sarana/ fasilitas (operasional,
pelayanan, taman satwa, wahana rekreasi) yg perlu direhab/ direvitalisasi.
Telaga yg airnya tercemar. Kondisi kebun binatang yang sudah uzur; banyak
kandang satwa yang memerlukan perbaikan dan direvitalisasi, fasilitas tdk
lengkap/ belum standar Taman Satwa/ tidak standar konservasi; beberapa satwa kelebihan populasi dan ada
tidak mempunyai pasangan
3.3
Kesempatan
TSTJ dapat dijadikan
tempat rekreasi edukasi yang berwawasan lingkungan yang populer skala nasional.
3.4
Ancaman
Anggapan masyarakat
terhadap TSTJ yang menilai bahwa TSTJ merupakan tempat wisata yang kurang
menarik dan populer dapat menyebabkan tidak maksimalnya jumlah pengunjung. Kurang
sadarnya pengunjung untuk menjaga kebersihan, keindahan dan keamanan TSTJ juga
dapat menyebabkan fasilitas yang ada cepat rusak dan tidak terawat
4
Studi
Kelayakan
TSTJ merupakan tempat wisata yang
menyimpan banyak potensi yang dapat dikembangkan. Mulai dari tempat yang
strategis, flora dan fauna hingga sajian budaya dan kuliner. Taman Jurug atau
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) merupakan obyek wisata Kota Sala yg berisi “kebun
binatang”, taman yg di dalamnya terdapat ribuan flora dan ratusan pohon besar,
permainan anak/ wahana rekreasi keluarga, Sanggar Gesang, terletak di pinggir
Sungai Bengawan Solo. Taman Jurug menjadi Taman Satwa Taru Jurug pada tahun
1980-an. Namun dalam perkembangannya, TSTJ mengalami penurunan kualitas dari
sisi daya tarik wisata, manajemen, citra serta pengelolaan Taman satwa.
5
Strategi
Untuk Meningkatkan Daya Tarik TSTS
5.1
Peningkatan
Produk Wisata
Revitalisasi
TSTJ => Kawasan Wisata yang yang memadukan sarana Konservasi Fauna, Flora
dan Lingkungan; Edukasi; Budaya; Rekreasi Hiburan dan Jasa Wisata, serta
mempunyai daya tarik wisata yang tinggi.
5.2
Manajemen
Penerapan peraturan/
tata tertib perusahaan dan Prosedur untuk
pengelolaan yang mengacu Tata Pengelolaan
Taman Satwa dan Tata Kelola Perusahaan yang Baik, Manajemen Pariwisata dan
Manajemen Pelayanan.
5.3
Pengembangan
SDM & memenuhi kesejahteraan Pegawai
5.4
Pembiayaan
Pendanaan revitalisasi TSTJ ditempuh melalui
kerjasama dengan investor.
5.5
Pemasaran
Memperluas
area pasar wisatwan : DIY & Jateng,
Jawa Timur bagian Barat, Jawa Barat bagian pantura & timur,
wisatawan yang ke Solo. Segmentasi :
Anak-anak & keluarga, remaja,
pelajar dan profesional serta komunitas. Program promosi yang efetif
dan event.
BAB VI
GAGASAN AWAL RENCANA PROYEK
A. Penentuan Tujuan Dan Sasaran
Tujuan didirikannya
Tawan Satwa Taru Jurug (TSTJ) adalah
sebagai berikut :
·
Untuk mengembangkan aspek sosial dan
budaya kota Solo
·
Untuk mengembangkan hiburan dan kepariwisataan
di kota Solo
·
Untuk meninngkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) kota Solo
Dari tujuan berdirinya
TSTJ tersebut dengan berjalannya waktu, ketiga tujuan tersebut belum sepenuhnya
terwujud, karena terhalang oleh danayang diperolehdan dukungan dari pemerintah
kota sendiri serta kepemilikan tanah TSTJ yang belum resmi menjadi milik TSTJ
karena masih merupakan milik PEMDA SOLO. Sehingga pengelolaan TSTJ belum bisa
leluasa dalam melakukan revitalisasi atau peremajaan TSTJ sendiri.
Sementara itu, sasaran
yang ingin dicapai atau dituju dalam pembangunan TSTJ adalah memberikan edukasi
atau pengetahuan tentang flora dan fauna yang terdapat di TSTJ khususnya bagi
anak-anak, sehingga setelah datang atau mengunjungi TSTJ anak-anak tersebut
dapat mengenal lebih jauh tentang flora dan fauna, terutama jenis fauna (hewan)
yang ada di TSTJ. Selain itu, bagi mahasiswa terutama mahasiswa Biologi dapat
menjadi obyek penelitian baik flora, fauna maupun ekologi atau lingkungan yang
ada di TSTJ. Bagi orang tua dapat digunakan sebagai rekreasi atau hiburan untuk
menghilangkan atau mengurangi kepenatan akibat pekerjaan dan kesibukan
sehari-hari. Selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk refreshing dan waktu
untuk bersama keluarga. Sejauh ini sasaran yang sudah dicapai TSTJ sudah
mencapai kira-kira 70%, dari pemanfaaatan sarana prasarana yang ada di TSTJ
oleh wisatawan yang berkunjung. Dengan pembangunan TSTJ ini, tidak hanya
wisatawan terutama anak-anak saja yang diuntungkan, tetapi pihak PEMDA kota
Solo juga diuntungkan dalam hal penambahan atau peningkatan PAD kota Solo.
B. Analisis
Terhadap Kebijakan Ekowisata Lokal
Ekowisata merupakan
suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan
industri kepariwisataan
dengan para pencinta lingkungan. Ekowisata pada saat sekarang ini menjadi
aktivitas ekonomi yang penting yang memberikan kesempatan kepada wisatawan
untuk mendapatkan pengalaman mengenai alam dan budaya untuk dipelajari dan
memahami betapa pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan budaya lokal.
Pada saat yang sama ekowisata dapat memberikan generating income untuk kegiatan
konservasi dan keuntungan ekonomi pada masyarakat yang tingal di sekitar lokasi
ekowisata.
Dalam pengembangan
ekowisata perlu adanya rencana pengelolaan yang mengacu kepada tujuan utama
awalnya yaitu mendorong dilakukannya pengawetan lingkungan hidup, sehingga
ekowisata perlu di rencanakan pengelolaannya dengan mengintergrasikan dalam
pendekatan sistem untuk konservasi yang menggunakan desain konservasi.
Perencanaan ekowisata adalah
alat untuk membimbing pengembangan pariwisata pada daerah yang dilindungi
dengan melakukan sintesis dan menggunakan visi dari semua pemangku kepentingan
untuk tujuan konservasi pada lokasi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata
seharusnya mengambarkan jenis ekowisata apa yang dapat dilakukan atau kegiatan
publik apa yang bisa dilakukan di daerah yang dilindungi tersebut. Perencanaan
pengelolaan ekowisata ini juga biasanya mengembangkan pewilayahan (zoning) yang
didesain dan yang diperbolehkan untuk kegiatan kepariwisataan.
Perencanaan pengelolaan
ekowisata harus mengacu kepada rencana pengelolaan umum (General Mangement
Plan) dan rencana daerah konservasi (Site Conservation Plan). Rencana
pengelolaan umum ini menjelaskan tujuan dan umum dan tujuan khusus yang telah
disusun untuk sistem konservasi pada daerah yang dilindungi. Pada rencana ini
terdapat pewilayahan, strategi, program dan aktivitas-aktivitas yang bertujuan
untuk mencapai tujuan umum dan tujuan khusus. Rencana daerah konservasi merupakan
komponen dari perencanaan pengelolaan umum yang lebih fokus pada kasus-kasus
dan alternatif strategi untuk mengatasi ancaman-ancaman terhadap kegiatan
konservasi yang dilakukan dan mungkin salah satunya adalah kegiatan ekowisata.
Dalam
menyiapkan rencana pengelolaan ekowisata tim penyusun harus
terlebih dahulu menyepakati formatnya
terlebih dahulu, akan tetapi secara umum format rencana pengelolaan ekowisata
adalah sebagai berikut:
1.
Visi, tujuan dan strategi
2.
Tujuan khusus
3. Aktivitas
4.
Pewilayahan
5.
Memfasilitasi pelaksanaan
6.
Lampiran
7.
Peta dan grafik pendukung
C.
Pemilihan Prioritas Strategi Pelaksanaan Proyek
Menurut Gamal Suwantoro (1997:19), unsur pokokyang harus mendapat perhatian guna menunjangpengembangan pariwisata di daerah tujuan yangmenyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan danpengembangan meliputi lima unsur :
(1) Objek
dan daya tarik wisata
Merupakan
sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah
tertentu yang menjadi inti dari berkembangnya industry pariwisata.
(2) Prasarana
wisata
Merupakan
semua fasilitas yang dapatmemungkinkan proses perekonomian berjalan
denganlancar sedemikian rupa, sehingga dapat mempermudahkegiatan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya, disamping itu merupakan sumber daya alam dansumber daya
buatan manusia yang mutlak dibutuhkan olehwisatawan dalam perjalanannya di
daerah tujuan pariwisata,seperti jalan, listrik, air, rumah sakit,
telekomunikasi,terminal, jembatan, dan lain sebagainya.
(3) Sarana
wisata
Merupakan
perusahaan-perusahaanyang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik
secaralangsung atau tidak langsung dan merupakan kelengkapan daerah tujuan
wisata yangdiperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalammenikmati
perjalanan wisatanya.
(4) Tata
laksana/infrastruktur
Menyangkut pemilihan cara
penanganan rencana proyek yang tepat dan efektif beserta komponen yang
mendukung pembangunan objek wisata.
(5) Masyarakat/lingkungan
Masyarakat
di sekitar objek wisatalah yang akanmenyambut kehadiran wisatawan tersebut dansekaligus
akan memberikan layanan yang diperlukanoleh para wisatawan. Untuk ini
masyarakat di sekitarobjek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dankualitas
layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Lingkungan alam di sekitar objek
wisatapun perludiperhatikan dengan seksama agar tak rusak dantercemar.
Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alamdi suatu objek wisata merupakan
lingkungan budayayang menjadi pilar penyangga kelangsungan hidupmasyarakat
(Gamal Suwantoro, 1997: 24).
Dari kelima aspek tersebut yaituobjek
dan daya tarik wisata,
prasarana, sarana, tata lakasana/infrastruktur serta masyarakat/lingkungan
wisata harus merupakan prioritas utama dalam perencanaan pembangunan proyek
pariwisata dikarenakan merupakan faktor pendukung yang utama dan vital bagi
keberjalanan dan eksistensi pariwisata. Dalam pemilihan prioritas utama
strategi perencanaan proyek Tawan Satwa Taru Jurug (TSTJ) perlu diperhatikan aspek ekologi atau lingkungannya, menyangkut
kelangsungan keseimbangan ekosistem makhluk hidup di lingkungan tempat wisata tersebut dan
perlu dijaga kelestarian lingkungannya tidak hanya berpusat pada segi ekonomi
mengenai pendapatan atau keuntungan yang akan diperoleh. Hal ini merupakan
prinsip dari ekowisata, yangmana menjadikan tempat wisata sebagai konservasi
flora dan fauna sehingga tidak hanya keuntungan dari segi ekonomi yang akan
diperoleh tetapi juga terciptanya keseimbangan ekosistem dan kelestarian
lingkungan.
Langkah yang sistematis
menghasilkan strategi dengan peluang keberhasilan yang tinggi. Disamping itu
perlu untuk melakukan beberapa
penyesuaian strategi sesuai kebutuhan aplikasi di
proyek.Kemampuan daya dukung sumberdaya dan lingkungan merupakanlangkah awal
yang penting untuk diketahui guna mendukung pengembanganpariwisata berkelanjutan.
Pengembangan pariwisata yang tidak terkendali akanmengarah kepada kerusakan
sumberdaya dan lingkungan sekitarnya. Selain haltersebut aspek sosial ekonomi
dalam kaitannya dengan pengembangankepariwisataan perlu diatur secara
komprehensif dan terpadu dengan aspeksumberdaya dan lingkungan. Pengaturan ini
dimaksudkan untuk dapatmenciptakan suatu keadaan yang tertib, aman, nyaman,
menarik bagi wisatawanmaupun penduduk setempat.
BAB
VII
PENYUSUNAN
RENCANA PROYEK REVITALISASI
1. Pendahuluan
Pariwisata yang
merupakan kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari
pekerjaan rutin atau mencari suasana lain hari ini semakin berkembang sejalan
dengan perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik. Misal
perubahan sosial di suatu lokasi wisata yang berkembang amat cepat, sangat luas
terutama di lokasi wisata yang banyak dikunjungi oleh turis asing sebab
Indonesia yang merupakan negara akan budaya berpotensi besar menarik wisatawan
manca negara.Hal ini dikarenakan di dalam pariwisata yang dijual adalah
lingkungan. Dimana lingkungan ini mencakup lingkungan biotik dan abiotik.
Lingkungan biotik seperti yang telah kita ketahui meliputi mahluk hidup yang
hidup di sekitar kawasan wisata sedangkan lingkungan abiotik juga meliputi lingkungan
budaya.
Begitu pula halnya
dengan lokasi wisata Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) yang terletak di kota Solo.
Kota Solo mungkin memang berukuran kecil dibanding kotamadya lain di Jawa
Tengah namun auranya tidak kalah dengan kota-kota besar di Indonesia. Hal ini
tidak lain karena Solo memiliki sejarah masa lalu dan masih terasa pengaruhnya
hingga kini. Dan hal ini dikarenakan adanya Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat. Kerajaan ini memiliki sejarah panjang dan merupakan pecahan dari
Kerajaan Mataram Islam. Hal ini menjadikan kota Solo sebagai kota budaya yang
dapat menarik banyak wisatawan. TSTJ yang letaknya strategis baik dari Kota
Solo maupun dari kota-kota di sekitarnya seperti Karanganyar, Sragen, Boyolali,
Klaten, dan Sukoharjo karena letaknya persis
di pinggir jalan utama antar kota antar propinsi yang menghubungkan Solo dengan
Karanganyar, juga bersebelahan dengan Sungai Bengawan Solo yang legendaris.
Sehingga praktis, masyarakat dari manapun bisa singgah ke TSTJ. TSTJ terletak
di Jalan Ir. Soetami bersebelahan dengan kampus Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS) ini.
TSTJ
yang lebih sering dikenal masyarakat dengan Kebun Binatang Jurug menyimpan
aneka fauna di dalamnya. Selain itu pohon-pohon yang tinggi dan rindang ini
cukup membuat suasana sejuk seperti di hutan habitat asli binatang-binatang
itu. Di dalam TSTJ ini juga terdapat danau kecil yang nampak Pulau kecil yang
ditinggali orang utan. Selain itu juga terdapat taman Gesang, aneka barang
dagangan dari makanan, cindera mata dan mainan anak- anak.
TSTJ ini dahulu sempat menjadi
andalan pariwisata di kota Solo ini, kini seakan kehilangan pamornya karena
kurangnya pengelolaan selama bertahun- tahun. Hal ini menyebabkan pemasukan
dana bagi perawatan tempat dan hewan menurun. Hewan-hewan yang ada di dalamnya
pun jadi kurang terawat. Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab
berkurangnya pengunjung yang datang. Namun demikian semua ini belum terlambat
apabila pemerintah, pengelola dan masyarakat sekitar ikut andil dalam
menjadikan TSTJ ini menjadi primadona kota Solo. Begitu pula yang dilakukan
oleh mahasiswa FMIPA jurusan Biologi dari Universitas Sebelas Maret yang
mengikuti mata kuliah Ekologi Pariwisata ini mengadakan kunjungan ekowisata ke
TSTJ yang diharapkan dapat menganalisis kondisi TSTJ kemudian membuat
perencanaan ekowisata yang diharapkan dapat membantu pengembangan TSTJ sebagai
kawasan ekowisata andalan bagi kota Solo.
2.
Tujuan dan Sasaran Proyek
2.1 Tujuan Proyek
Upaya
revitalisasi ini Taman Satwa Taru Jurug meliputi upaya restorasi, rehabilitasi
dan/atau rekonstruksi. Hal ini dimaksudkan untuk memvitalkan kembali Taman
Satwa Taru Jurug yang dahulu pernah menjadi andalan kota Solo namun kemudian
mengalami kemunduran/degradasi. Dalam pelaksanaan revitalisasi ini diperlukan
perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi yang merujuk kepada aspek
sosial-budaya serta aspek lingkungan. Jadi yang perlu direvitalisasi di Taman
Satwa Satu Jurug tidak hanya pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga
harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan
budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan
masyarakat setempat dan masyarakat luas. Selain itu peran teknologi informasi
juga diperlukan terkait pengelolaan yang melibatkan banyak pihak.
Revitalisasi
Taman Satwa Taru Jurug diharapkan dapat mewujudkan dan mengembangkan Taman
Wisata yang menjadi sarana konservasi
fauna dan flora, edukasi; sosial, budaya, rekreasi hiburan, dan usaha wisata /
jasa kepariwisataan yang memiliki daya
tarik wisata yang tinggi; serta selaras untuk mewujudkan fungsi kawasan resapan
air, kawasan perlindungan setempat, Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berisi Taman
Satwa, Konservasi Flora dan Hutan Kota.
Sebagai
kawasan lindung, Kawasan Taman Jurug menjadi Kawasan strategis Kota dari sudut
kepentingan lingkungan, yaitu kawasan resapan air, kawasan perlindungan
setempat (kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo), Ruang Terbuka Hijau dan cagar
budaya. Optimalisasi fungsi sebagai
kawasan resapan air, kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo, dan Ruang Terbuka
Hijau, akan memberikan nilai lebih pada lingkungan/ kawasan lindung. Tujuan
dari proyek revitalisasi Taman Satwa Taru Jurug, yaitu:
·
Meningkatkan kualitas
produk wisata dari Taman Satwa Taru Jurug
·
Menjadikan Taman Satwa
Taru Jurug ini kawasan Wisata yang yang memadukan sarana konservasi fauna,
flora dan lingkungan; edukasi; budaya; rekreasi hiburan dan jasa wisata, serta
mempunyai daya tarik wisata yang tinggi
·
Membangun taman wisata
yang ramah lingkungan
2.2 Sasaran proyek
Sasaran proyek
revitalisasi meliputi pengunjung dari kalangan anak- anak, remaja, dewasa
maupun lanjut usia. Taman Satwa Taru
Jurug di dalamnya terdapat koleksi fauna, flora yang tinggi dan rindang cukup
membuat suasana sejuk seperti di hutan habitat asli binatang-binatang itu. Di
dalam TSTJ ini juga terdapat danau kecil yang nampak Pulau kecil yang
ditinggali orang utan. Selain itu juga terdapat taman Gesang, aneka barang
dagangan dari makanan, cindera mata dan mainan anak- anak serta pertunjukan
budaya pada even-even tertentu. Hal ini menjadi daya tarik para wisatawan lokal
dari berbagai kalangan usia tersebut. Untuk wisatawan yang tua umumnya ingin
paket yang santai, tidak berat, menarik dan fasilitas sesuai kemampuannya dapat
tersedia seperti tempat berteduh, melihat fauna dengan aman dan nyaman,
pertunjukan budaya. Para wisatawan yang muda ingin mendapat banyak pengalaman
dari flying fox misalnya, melihat fauna dengan rincian karakteristiknya di
depan kandang karena mungkin mereka dari kalangan pelajar atau mahasiwa yang
sedang melakukan penelitian, sedangkan yang paling utama penggemar dari TSTJ
ini adalah anak- anak yang sedang belajar dan mengenal aneka hewan, mereka juga
senang bermain dengan fasilitas permainan, dan cinderamata yang dapat dimainkan.
3. Program
dan Kegiatan untuk Mencapai Tujuan
Progam dan kegiatan
dari kawasan ekowisata Taman Satwa Taru Jurug harus dikelola profesional, yaitu
dengan pemasaran yang spesifik menuju tujuan wisata, ketrampilan dan layanan
kepada pengunjung secara intensif, keterlibatan penduduk lokal dalam
memandu/menerjemahkan obyek wisata, kebijakan pemerintah (subsidi) dalam
kerangka melindungi aset lingkungan dan kultural serta pengembangan kemampuan
penduduk lokal. Secara umum produk ekowisata meliputi sumberdaya alam, atraksi,
fasilitas, infrastruktur, jasa, pandangan/image,
dan simbol dari suatu nilai budaya yang menawarkan manfaat yang menarik kepada
konsumen. Untuk mencapai tujuan bahwa Taman Satwa Satu Jurug akan
direvitalisasi menjadi kawasan ekowisata yang menarik dan andalan di kota Solo,
dilakukan atraksi ekowisata yang dapat menarik seseorang untuk berkunjung di
Taman Satwa Taru Jurug tersebut. Untuk meningkatkan daya tarik ekowisata Taman
Satwa Taru Jurug diperlukan suatu program kegiatan rekreasi dan apresiasi alam
disesuaikan dengan kekuatan dan potensi yang memungkinkan dari Taman Satwa Taru
Jurug, antara lain:
A. Pengembangan
kegiatan Rekreasi Edukatif (Edutainment) berbasis Konservasi dengan pola
outbond yang memanfaatkan potensi alam (flora dan landskap) serta fauna.
·
Penyediaan fasilitas edukasi konservasi
fauna,
·
Penyatuan paket wisata edukasi
konservasi fauna, pelaksanaan program/ pekerjaan konservasi fauna
(perawatan/pemeliharaan satwa)
dan wahana rekreasi outbond.
·
Penyediaan fasilitas/ wahana
outbond seperti Flying Fox, Rumah Pohon,
Jaring Laba-Laba dsb.
·
Penyediaan fasilitas pendukung.
B. Pengembangan
Taman Konservasi Flora dan Lingkungan
(Eco-Park) yang terintegrasi dengan Taman Satwa memberikan nilai tambah sebagai
kawasan lindung, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan bioteknologi,
rekreasi dan atau budidaya.
·
Penyediaan fasilitas edukasi konservasi
fauna,
·
Penyatuan paket wisata edukasi
konservasi fauna, pelaksanaan program/ pekerjaan konsrevasi fauna
(perawatan/pemeliharaan satwa) dan wahana rekreasi outbond.
·
Peningkatan kualitas hutan kota di Taman
Satwa Taru Jurug dengan keaneka ragaman flora di Indonesia.
·
Penyatuan hutan kota/ Taman Konservasi Flora dan Lingkungan dengan Taman
Satwa dalam zona konservasi fauna dan flora.
C.
Penyediaan fasilitas pendukung
4. Tugas
dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Stakeholder Ekowisata terdiri dari pemerintah, swasta, LSM, penduduk lokal,
perguruan tinggi, organisasi internasional.
Peran stakeholder :
1.
Pemerintah
Berperan
melalui kebijakan fiskal yang dibuatnya meliputi perpajakan (dan tarif),
investasi, infrastruktur, keamanan atau profesional aparat pemerintah.
2.
Sektor swasta
Berperan
dalam pengelolaan fasilitas dan akomodasi, informasi, produk wisata, tujuan
wisata dan kualitas pelayanan.
3.
Pengunjung atau wisatawan
Berperan
dalam aliran ekonomi, pengalaman, pendidikan lingkungan, nilai lokal, kepuasan,
membentuk opini tentang lingkungan
4.
Penduduk lokal
Berperan
sebagai subyek dan obyek ecotourism, kesejahteraan, kerangka berpikir penduduk
lokal digunakan untuk saran kebijakan.
5.
Lembaga masyarakat
Berperan
dalam memfasilitasi stakeholder yang terancam, advokasi, fungsi politis untuk
mengangkat isu-isu kemiskinan, ketidak adilan dan dampak kerusakan lingkungan
agar diperbaiki keadaannya.
5. Strategi
Pemasaran
5.1 Peningkatan
Produk Wisata
TSTJ sebagai
kawasan wisata yang yang memadukan sarana konservasi fauna, flora dan
lingkungan; edukasi; budaya; rekreasi hiburan dan jasa wisata, serta mempunyai
daya tarik wisata yang tinggi maka dilakukan peningkatan kualitas dan kuantitas
dari fasilitas produk wisata, antara lain :
·
Penambahan fauna agar lebih bervariasi
dan lebih menarik minat pengunjung
·
Penanaman flora yang berwarna seperti
berbagai jenis bunga yang ditata sedemikian rupa sehingga terbentuklah estetika
taman yang indah
·
Disediakan tempat sampah yang cukup dan
dipisahkan antara sampah organik dan anorganik selain itu juga dilakukan
pengawasan rutin dan diberi peringatan jika perlu dikenakan denda bagi yang
membuang sampah sembarangan
·
Lebih baik dibuat habitat hidup
hewan-hewan dengan pembatas berupa parit-parit dan penataan lainnya agar
keamanan pengunjung juga terjamin, agar hewan-hewan tersebut tidak merasa
terkurung dan stress saat di kerangkeng atau jika masih di krangkeng dilakukan
penataan yang terstruktur yang kondisinya mendekati habitatnya
·
Menggaungkan slogan-slogan animal
welfare, kepedulian terhadap lingkungan, satwa dan flora pada papan-papan di
berbagai sudut lokasi taman.
·
Menambahkan deskripsi di setiap depan
kandang satwa untuk sarana edukasi pengunjung.
·
Memperbaiki diorama yang berisi gajah
awetan dan hewan lain di pintu masuk lalu diberi deskripsi bernilai sejarah
agar menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
·
Bekerjasama dengan masyarakat pedagang
di sekitar taman untuk menjual barang dagangan yang akan menjadi ciri khas
apabila berkunjung ke TSTJ
·
Melakukan perawatan pada taman Gesang
yaitu memperbaiki jalan-jalan dan tembok yang runtuh dan licin, monumen
pesawat dan arena bermain anak yang
rusak, serta pemotongan berkala pohon- pohon besar di taman Gesang tersebut untuk
menambah intensitas cahaya yang masuk sehingga mengurangi suhu yang terlalu
lembab.
·
Pengembangan program kegiatan rekreasi
dan apresiasi alam di TSTJ
·
Digelar even- even budaya insidental dan
mingguan seperti Jaka Tingkir, keroncongan
5.2 Manajemen
·
Penerapan peraturan/ tata tertib
perusahaan dan prosedur untuk pengelolaan yang mengacu tata pengelolaan taman
satwa dan tata kelola perusahaan yang baik, manajemen pariwisata dan manajemen
pelayanan
·
Pengembangan SDM dan memenuhi
kesejahteraan pegawai TSTJ
5.3 Pembiayaan
Pendanaan revitalisasi TSTJ ditempuh melalui
kerjasama dengan investor.
5.4 Pemasaran
·
Memperluas area pasar wisatawan : DIY
& Jateng, Jawa Timur bagian Barat,
Jawa Barat bagian pantura & timur, wisatawan yang ke Solo
·
Segmentasi : Anak-anak & keluarga, remaja, pelajar dan profesional serta
komunitas.
·
Program promosi yang efektif
dan event.
6. Anggaran
Biaya Proyek
Modal awal Rp. 290.000.000,00
perbaikan kandang Rp. 40.000.000,00
peningkatan pakan & vitamin Rp. 15.000.000,00
pengecekan kesehatan
hewan(pengobatan) Rp. 10.000.000,00
kenaikan gaji& intensif pegawai
Rp. 80.000.000,00
festival hari libur Rp. 20.000.000,00
perbaikan sarana & prasarana
(toko, kmar mandi, dll
Rp. 50.000.000,00
proses ijin lembaga konservasi
sampai dgn penerapan LK Rp. 15 .000.000,00
penambahan wahana bermain Rp. 25.000.000,00
penambahan satwa Rp. 30.000.000,00
biaya tak terduga Rp. 5.000.000,00
Dari anggaran diatas
berarti keuntungan didapatkan dari harga tiket yang dibayar oleh pengunjung
yang datang yang masih digunakan untuk membayar pajak. Kemudian jika
mendapatkan dana sebesar Rp. 1.400.000.000,00 (1,4 milyar rupiah) yang
digunakan untuk revitalisasi maka perbaikan fasilitas, penambahan fasilitas,
peningkatan produk wisata seharusnya dapat lebih besar atau lebih banyak lagi
begitu pula dengan keuntungannya tersisa lebih banyak setelah menyumbang PAD
(Pendapatan Asli Daerah) di PEMKOT SOLO.
7. Jadwal
rencana kerja
Menurut apa yang disampaikan oleh
direktur utama TSTJ rencana dilakukannya revitalisasi TSTJ akan dilaksanakan
setelah selesai melakukan pengalihan hak tata guna lahan yang ternyata masih
berada di pemkot Surakarta. Karena masalah itulah yang menyebabkan TSTJ tidak
segera di revitalisasi. Selain itu,TSTJ juga sedang menunggu datangnya investor
yang mau ikut serta dalam mengembangkan kawasan wisata TSTJ menjadi kawasan
wisata berbasis ecowisata. Jadi jika kedua hal tersebut belum terpenuhi dari
pihak TSTJ sendiri belum akan melakukan revitalisasi.
8. Metode
untuk Mengendalikan Pencapaian Tujuan
Perencanaan
pengembangan ekowisata harus didasarkan pada regulasi secara nasional maupun
kesepakatan secara internasional. Seluruh regulasi dan kesepakatan
internasional dijadikan dasar dan landasan untuk pengembangan ekowisata
nasional. Sementara pengembangan ekowisata regional atau lokal yang menjadi kondisi sementara TSTJ saat ini
didasarkan pada regulasi di daerah serta persepsi dan preferensi masyarakat.
Dalam perencanaan pengembangan ekowisata tujuan yang ingin dicapai adalah
kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu
harus dilakukan perencanaan meliputi perencanaan wilayah ekowisata yang
meliputi legislasi, penataan ruang, litbang, infrastruktur, pemasaran di
tingkat nasional, lalu di tingkat ekosistem dan di tingkat mikro yang meliputi
komunitas dan ekonomi lokal, desa, dan budaya lokal. Selain itu juga dilakukan
perencanaan manajemen meliputi :
o
Faktor ekologi dan sosial merupakan
dasar bagi berbagai pemanfaatan dan menjadi dasar tatanilai pengelolaan.
o
Organisasi manajemen yang ditujukan
untuk melindungi tatanilai asli saat area dikembangkan.
o
Produk atau jasa ekowisata memiliki
karakteristik lokal dan khas Soloyang berbeda dengan jasa pariwisata umumnya.
o
Karakteristik layanan jasa ekowisata
terletak pada kualitas, pengendalian dan manfaat (high quality, low volume dan
high value added).
o
Perencanaan manajemen yang berada dalam
konteks pengembangan wilayah dan berjangka panjang.
BAB
VII
PEMBAHASAN
1.
Upaya penanggulangan analisis SWOT
Dari hasil analisis
SWOT, dapat dilakukan beberapa upaya penanggulangan yang dapat meningkatkan
kelemahan-kelamahan maupun menguatkan kelebihan yang terdapat pada Taman Satwa
Taru Jurug. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
·
Dilakukan pengeloaan pembuangan sampah,
seperti pembagian kategori sampah menjadi organik (kertas, sisa makanan, daun),
anorganik (plastik, sterofoam), dan logam. Atau bisa juga menerapkan sistem
seperti yang dilakukan di Taipei atau Jepang, sampah dibagi ke dalam 5
kategori, yaitu sampah organik(daun-daun, sisa makanan), plastik, kertas,
logam, dan pecah belah. Kemudian sampah-sampah yang sudah terpisahkan tersebut
dapat diolah sesuai jenis sampahnya.
-
Kertas dapat didaur ulang kembali
menjadi kertas daur ulang.
-
Sampah dedaunan dapat dijadikan pupuk,
dengan membangun suatu tempat pengolahan khusus pupuk (rumah kompos).
-
Sampah logam yang kandungannya dapat
mencemari lingkungan dapat diolah dengan dimanfaatkan kembali atau diserahkan
kepada pengumpul logam (bagi yang sudah tidak dapat dimanfaatkan). Pemanfaatan
kembali logam, dapat dijadikan barang kerajinan.
-
Barang pecah belah dapat diserahkan ke
pengumpul untuk diuraikan kembali agar bisa digunakan lagi.
-
Plastik yang masih dapat di daur ulang,
dapat direcycle kembali. Seperti plastik botol minuman atau sedotan dapat
dimanfaatkan menjadi produk kerajianan. Sedangkan plastik yang sudah tidak
dapat dimanfaatkan lagi, dapat dihancurkan dengan di bakar atau mencari solusi
lain lebihramah lingkungan.
·
Pengelola TSTJ seharusnya berasal dari
pakar atau mereka yang mengerti mengenai
hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Dengan mengerti porsinya
masing-masing, maka pengelolaan TSTJ dapat lebih baik, dan tertata.
·
Agar TSTJ dapat berkembang sesuai
harapan pemerintah seharusnya memberikan sokongan dana yang cukup untuk
menjalankan pengelolaan dan mendukung penuh upaya yang akan dilakukan untuk
memajukan TSTJ. Serta diberikan pengawas atau bidang khusus yang mengelola
TSTJ.
·
Fasilitas yang disediakan oleh pengelola
harus sesuai dengan tiket masuknya.
·
Pengelola harus memberikan rasa nyaman,
tenang, dan aman bagi pengunjung, sehingga akan semakin banyak pengunjung yang
mau datang ke TSTJ.
·
Dilakukan penambahan jenis fauna agar
lebih bervariasi dan lebih menarik minat pengunjung. Namun, disertai
ketersediaan tenaga ahli dalam bidang hewan serta fasilitas kandang yang baik
dan menyesuaikan habitat aslinya agar hewan merasa betah dan tidak tertekan.
Selain itu, pembuatan kandang yang aman, agar tercipta kandang yang aman,
sehingga tidak mengancam pengunjung. Menambahkan deskripsi di setiap depan
kandang satwa untuk sarana edukasi pengunjung.
·
Penanaman berbagai jenis flora yang
berwarna seperti berbagai jenis bunga yang ditata sedemikian rupa sehingga
terbentuklah estetika taman yang indah. Letak penanaman pohon-pohon besar juga
perlu dipertimbangkan,agar tidak malah merusak atau mengancam pengunjung atau
hewan.
·
Peremajaan warung tempat dagang. Warung
dapat dikelompokkan menjadi satu tempat khusus yang menjual aneka jenis
makanan. Sehingga terkesan lebih tertata. Selain itu, ada tempat khusus yang
menjual souvenir-souvenir yang berhubungan dengan TSTJ.
·
Dilakukan pembersihan rumput-rumput liar
yang tinggi dan penebangan pohon-pohon besar secara berkala.
·
Dilakukan pembentukan sistem jalan satu
arah ke seluruh area kebun binatang agar semua hewan yang ada dapat dilihat
oleh pengunjung dan pengunjung pun tidak harus berbalik arah untuk kembali
pulang.
·
Mencari investor untuk Taman Satwataru
Jurug, sehingga beban biaya dalam perawatan kebun binatang tersebut tidak
membebani pemerintah daerah.
·
Penataan letak kandang yang terstruktur.
Misalnya penempatan hewan dikelompokkan sesuai kelasnya, satu wilayah berisi
Aves semua atau Reptil semua, dan sebagainya.
·
Pembersihan area danau dan sekitar
danau, karena banyak pemancing di area tersebut sehingga tidak dipungkiri jika
terdapat banyak sampah. Seharusnya tidak boleh ada yang memancing disana karena
merusak estetika. Selain itu, dilakukan pembersihan danau secara berkala agar
air tidak terlihat begitu kotor. Karena air di danau juga berasal dari luar
TSTJ, hendaknya dilakukan pembuatan saluran air baru yang memisahkan antara air
limbah dengan air danau agar tidak tercampur. Untuk mengatasi kekeruhan air
danau dapat dilakukan dengan pengerukan endapan dan salitasi perairan
·
Menggaungkan slogan-slogan animal welfare,
kepedulian terhadap lingkungan, satwa dan flora pada papan- papan di berbagai
sudut lokasi taman.
·
Memperbaiki diorama yang berisi hewan
awetan dan diberi deskripsi lengkap bernilai sejarah agar menjadi daya tarik
tersendiri bagi pengunjung.
·
Memperbaiki dan meningkatkan fasilitas
kemudian promosi tentang TSJ dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk
memanjakan pengunjung seperti masjid yang berada di pinggiran danau, arena
bermain anak, kereta mini untuk mengelilingi Taman Jurug, taman Gesang, aneka barang
dagangan dan warung yang bervariasi serta fasilitas menunggang gajah dan unta,
penampilan budaya pada waktu tertentu (promosi Taman Jurug sebagai Taman Satwa
Taman Budaya Surakarta sekaligus) digalakkan.
·
Melakukan perawatan pada taman Gesang
yaitu memperbaiki jalan-jalan dan tembok yang runtuh dan licin, monumen
pesawat dan arena bermain anak yang
rusak, serta pemotongan berkala pohon- pohon besar di taman Gesang tersebut
untuk menambah intensitas cahaya yang masuk sehingga mengurangi suhu yang
terlalu lembab.
·
Memperbaiki fondasi terutama dipinggiran
sungai agar tidak mudah longsor akibat banjir, sehingga dapat mencegah banjir
atau mengancam keselamatan pengunjung yang kurang berhati-hati, terutama
anak-anak.
2. Kajian
pendekatan ekonomi dari segi untung dan rugi jika dilihat dari analisis SWOT
Berbagai
keuntungan ekonomi dapat diperoleh apabila memaksimalkan keunggulan-keunggulan
dari TSTJ atau bahkan malah menimbulkan kerugian.
·
Keuntungan:
-
Karena merupakan satu-satunya kebun
binatang di daerah Surakarta, tentu akan menjadi destinasi wisata utama bagi
mereka yang ingin mengenal lebih lebih banyak tentang satwa, seperti anak-anak
sekolah. Semakin banyaknya jumlah pengunjung, tentu akan memperbanyak
penghasilan dari TSTJ.
-
Koleksi flora dan fauna yang beragam
juga menjadi daya tarik untuk pengunjung.
-
Adanya tempat-tampat yang menjual aneka
makanan dan souvenir khas TSTJ juga dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung.
-
Pengelolaan sampah yang dilakukan secara
mandiri, dapat menambah pemasukkan dari hasil menjual kerajinan sampah. Selain
itu, mengurangi biaya pembuangan sampah.
·
Kerugian:
-
Karena saat ini kondisi TSTJ yang masih
belum tertata rapi, biasanya akan menyurutkan keinginan pengunjung yang sudah
pernah ke sana untuk datang kembali. Sehingga dapat mengurangi jumlah
pemasukan.
3.
Perubahan
3.1
Kompleks
Keberadaan
TSTJ di tengah kota Solo pastinya akan
membawa banyak pengaruh baik pengaruh terhadap lingkungan,sistem sosial,ekonomi
dan politik yang akan membawa pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar TSTJ
3.2
Ketidakpastian
Banyaknya
ketidakpastian akan kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah pemkot. Juga
akan berpengaruh terhadap perkembangan
dan pengelolaan TSTJ . belum lagi rencana pengelola TSTJ yang ingin melakukan revitalisasi
TSTJ menjadi wisata ecowisata yang pastinya diperlukan banyak dukungan dari
berbagai pihak.
3.3
Konflik
Dalam kaitannya dengan pengembangan taman satwa taru
jurug. perlu dilakukan berbagai tindakan menyangkut konflik yang terjadi antara
investor yang akan menginvestasikan sahamnya di sana. serta untuk menghindari
konflik dengan masyarakat sekitar. hal-hal yang perlu dilakukan adalah
melakukan perjanjian dengan investor yang benar-benar serius dan peduli
terhadap ekosistem dan keberlangsungan hidup satwa yang hidup di TSTJ, serta
menghindari investor yang mendahulukan kepentingan ekonomi tanpa memikirkan
dampak ekologis yang akan timbul. Dengan pemililhan investor yang tepat,
kemungkinan terjadinya konflik akan lebih kecil karena sudah terjadi kesepakatan
yang baik antara pihak TSTJ dengan pihak investor. Degan begitu juga konflik
dengan masyarakat akan terhindar karena dalam perkembangan daerah wisata
biasanya hal yang akan menjadi konflik yang besar adalah tentang lingkungan
sekitar daerah wisata tersebut. Apabila lingkungan daerah wisata tersebut
semakin baik maka konflik lingkungan akan dapat
dihindari.
juga bisa memperkerjakan masyarakat sekitar sebagai karyawan.
3.4 Partisipasi
Pengembangan
daerah wisata TSTJ juga diperlukan partisipasi dari pihak-pihak pengambil
keputusan. seharusnya pengambilan keputusan tidak terjabak oleh birokrasi yang
rumit sebab akan menghambat bahkan menggagalkan daerah wisata tersebut
berkembang. dalam hal ini kaitannya dengan pemkot solo. sebab yang menjadi
ujung tombak TSTJ adalah pemkot solo. serta pihak investor yang akan
menginvestasikannya tidak merasa rugi menginvestasikan sahamnya.
4. Pendekatan
Konsep pembangunan
berwawasan lingkungan (ecologically sustainableDevelopment) adalah
merupakan upaya interaksi atau mengintegarasikanpembangunan ekonomi dengan
pembangunan lingkungan, sehingga dicapaikeselarasan antara kepentingan ekonomi
dan lingkungan hidup. MenurutLonergan (1993:77) untuk menjamin terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan ada tiga dimensi penting yang
harus dipertimbangkan yaitu:
Pertama dimensi
ekonomi yang menghubungkan pengaruh-pengaruh makroekonomi danmikroekonomi pada
lingkungan dan bagaimana sumber daya alam diperlakukandalam analisa ekonomi. Kedua
adalah dimensi politik yang mencakup prosespolitik yang turut
menentukan penampilan dan sosok pembangunan, pertumbuhanpenduduk, dan
degradasi lingkungan. Ketiga adalah dimensi sosial dan budayayang
mengkaitkan antara tradisi, ilmu pengetahuan serta pola pemikiranmasyarakat.
Interaksi ke tiga dimensi ini akan mendukung terwujudnya konseppembangunan
berwawasan lingkungan.
5. Adaptif
Pengembangan pariwisata
bisa juga dilakukan dengan pembinaanproduk dan lingkungan wisata dan hal ini
harus sejalan dengan citra yang hendakdibangun atau posisi yang hendak
ditempati. Lingkungan wisata ini mencakupmasyarakat dan alam, dimana suatu
produk wisata berada. Sebab adat istiadat,kebiasaan, pola perilaku suatu
masyarakat seringkali merupakan salah satu unsurkuat dalam pembentukan citra
pariwisata. (Raka,1993:22).
Taman Satwa Taru Jurug
(TSTJ) yang berlokasi di Kota Solo ini cukup cocok keadaannya dengan budaya
Solo. Terdapat beberapa kegiatan seni dan budaya Solo yang dilaksanakan di
TSTJ, seperti tradisi perahu Joko Tingkir yang diadakan tiap bulan Syawal
setiap tahunnya. Kegiatan seperti ini sangat menarik bagi para pengunjung baik
yang berasal dari Solo maupun luar Solo yang ingin mengenal lebih dekat budaya
Kota Solo.
6. Rencana
Revitalisasi
Menurut Piagam Burra, konservasi adalah segenap
proses pengelolaan suatu
tempat
agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik.Konservasi dapat
meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengansituasi dan kondisi
setempat dapat pula mencakup kegiatan-kegiatan sebagaiberikut:
a.
Preservasi, yaitu pelestarian suatu
tempat persis seperti keadaan aslinya tanpaada perubahan, termasuk upaya
mencegah penghancuran.
b.
Restorasi, yaitu mengembalikan suatu
tempat ke keadaan semula denganmenghilangkan tambahan-tambahan dan memasang
komponen semula tanpamenggunakan bahan baru.
c.
Rekonstruksi, yaitu mengembalikan suatu
tempat semirip mungkin dengankeadaan semula, dengan menggunakan bahan lama
maupun baru.
d.
Adaptasi atau Revitalisasi, yaitu
merubah tempat agar dapat digunakan untukfungsi yang lebih sesuai. Yang
dimaksud fungsi yang lebih sesuai adalahkegunaan yang tidak menuntut perubahan
drastis atau yang hanya memerlukansedikit dampak minimal.
e.
Demolisi, yaitu penghancuran atau
perombakan suatu bangunan yang sudahrusak atau membahayakan.
Agenda revitalisasi utama di Taman Satwa Taru Jurug,
adalah merevitalisasi kandang satwa, poliklinik, tempat karantina, laboratorium
maupun gudang pakan. Semuanya akan dipindah di bagian belakang bersama dengan
keberadaan satwa. Sementara itu bakal dibangun water park atau tempat rekreasi
lainnya bagi anak. Penambahan wahana rekreasi ini untuk memberikan tambahan
hiburan bagi pengunjung, terutama anak-anak.
Berdasarkan rencana revitalisasi yang akan dilakukan,
dibutuhkan dana sebesar Rp 108,035,492,867
yang akan digunakan untuk merevitalisasi kandang satwa, poliklinik, tempat
karantina, laboratorium maupun gudang pakan dan bagian-bnagian lain di TSTJ.
Dana sebesar ini dapat memperbaiki TSTJ dan mengembalikan citra serta wajah
TSTJ menjadi baik dan meningkatkan pendapatan dari tiket masuk ataupun
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan disini, sehingga dana awal tersebut dapat
tertutupi dan laba yang didapat digunakan pembangunan dan pengembangan lebih
lanjut.
7. Pendekatan
Ekosistem
7.1 Abiotik
Kawasan
TSTJ dapat menjadi Kawasan strategis Kota dari sudut kepentingan lingkungan,
yaitu kawasan resapan air, terdapat zonasi untuk kawasan sempadan sungai, dan
dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di dalamnya difungsikan Ruang Terbuka Hijau
Publik (RTH Publik) yang meliputi taman wisata alam; taman rekreasi; dan kebun
binatang. Pemanfaatan ruang untuk RTH, pemanfaatan ruang secara terbatas untuk
kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan
limpasan air hujan; pengembangan Hutan Kota dan vegetasi untuk melindungi
kualitas tanah dan air. Pendirian bangunan dapat dilakukan untuk bangunan
penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya. Pengaturan untuk penggunaan RTH Publik sebesar 80 % dari luas lahan,
dan 20% terbangun. Diantara 80 %
tersebut masih bisa dibangun, tetapi tetap menjaga resapan air, contohnya
pavingisasi.
Secara
konseptual penggunaan lahan Kawasan Taman Juruguntuk lansekap sehingga kawasan
ini menjadi hutan kota.
1. Konservasi _________________________________ 60%
2.
Rekreasional dan hiburan ______________________ 25%
3.
Seni Budaya ________________________________ 5%
4.
Main Entrance ______________________________
10%
Pemanfaatan ruang pada
TSTJ dapat memperbaiki kondisi ekossistem didalamnya, apabila dikelola dengan
baik. Namun, apabila dalam pembangunan dan pengembangan tidak terlaksana dengan
baik, maka akan menimbulkan kerusakan lingkungan, mulai dari lingkungan yang
kotor, pencemaran air juga udara. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan
semakin memperparah keadaan di TSTJ yang dapat mengakibatkan sakit bahkan
matinya satwa serta mengurangi antusiasme pengunjung TSTJ itu sendiri.
7.2 Biotik
Selain sebagai tempat wisata, Taman
Satwa Taru Jurug Solo juga sering digunakan sebagai tempat penelitian berbagai
satwa liar dengan koleksi satwa sekitar 207 jenis yang berasal dari lokal
maupun mancanegara. Sedangkan tumbuhan yang hidup di taman ini di antaranya
yaitu cemara, flamboyan, akasia, munggur, dan lain sebagainya.Namun, keadaannya
kini makin memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan jumlah satwa yang semakin
berkurang, bahkan ada beberapa jenis satwa yang tidak memiliki pasangan
sehingga tidak dapat menghasilkan keturunan. Perlu adanya pencatatan satwa,
serta penggolongannya dan penambahan satwa yang jumlahnya semakin sedikit serta
tidak memiliki pasangan.
7.3 Budaya
Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat harus
sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk perlindungan terhadap
situs kebudayaan dan pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang
kegiatan pariwisata. Oleh karena itu diperlukan suatu seni untuk mengolah obyek
wisatasedemikian rupa sehingga dengan adanya obyek wisata tersebut dengan
segalafasilitas yang tersedia dapat menjadikan TSTJ menjadi daerah tujuanwisata
yang menarik untuk dikunjungi.
7.4 Kearifan
Lokal
7.4.1 Taman Gesang
TSTJ memiliki Monumen Gesang yang dibangun untuk
menghormati jasa Bapak Gesang Sang
Maestro Keroncong dengan lagu Bengawan Solo-nya, serta Sanggar Gesang
yang saat ini digunakan untuk pertunjukan seni musik keroncong. Kemunculan lagu Bengawan Solo, turut mempopulerkan
keberadaan obyek wisata Sungai Bengawan Solo. Di dalam taman ini terdapat
patung Gesang serta aula terbuka. Patung Gesang diberi pagar yang terbuat dari
besi sehingga nampak berdiri kokoh dan jauh dari jangkauan anak-anak yang ingin
memanjatnya.
7.4.2 Petilasan Joko
Tingkir
TSTJ juga memiliki tempat petilasan Joko
Tingkir dan adanya tradisi tahunan yang disebut Larung
Getek Joko Tingkir. Tradisi ini diselenggarakan dalam rangka mengenang jejak
sejarah Joko Tingkir saat menyusuri sungai ini. Tradisi ini diselenggarakan
pada bulan Syawal. Prosesi yang menceritakan tentang kisah perjalanan Joko
Tingkir menuju Demak itu dilakukan di aliran Bengawan Solo, menggunakan perahu
yang dihiasi bentuk-bentuk karakter buaya dalam acara puncak Gebyar Syawalan.
Selain itu juga digelar pembagian gunungan yang terbuat dari buah-buahan dan sayuran serta ketupat kepada pengunjung. Pelaksanaan prosesi budaya tersebut mendapat
animo sangat besar dari masyarakat Solo.
Joko
Tingkir sendiri merupakan tokoh dalam sejarah kerajaan Kartasura. Joko Tingkir
yang bergelar Senopati ing Ngalogo dikhabarkan menyusuri kota Solo dengan
mengendarai buaya. Untuk mengingat sejarah inilah, pemerintah kota Solo selalu
menghadirkan sosok Joko Tingkir di Bengawan Solo. Joko Tingkir sendiri
diperankan oleh orang yang berbeda tiap tahun, bisa berasal dari kalangan artis
atau kalangan keluarga kraton Surakarta. Sehingga dapat salah satu daya tarik
dari TSTJ di bulan syawal.
8. Teknologi
TSTJ mempunyai potensi
besar dalam pengambangan sains dan teknologi.karena letaknya yang tidak jauh
dengan pusat kota solo, dan disamping bengawan solo. teknologi yang mungkin
tepat digunakan adalah tentang pengolahan air, karena letaknya yang tapat
disamping bengawan solo, menyebabkan jumlah air yang ada di sana sangat
melimpah. yang lainnya adalah sebagai lahan konservasi satwa dan fauna langka.
ini juga akan menarik peneliti untuk mengunjungi TSTJ.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jika dilihat dari apa yang
telah dibahas diatas,maka dapat disimpulkan bahwa TSTJ sangat perlu dilakukan
revitalisasi dalam menanggulangi permasalahan-permasalahn yang ada di TSTJ.
Konsep dasar revitalisasi yaiktu mewujudkan dan mengembangkan taman wisata yang
menjadi sarana konservasi fauna dan flora,edukasi,sosial budaya,rekreasi
hiburan dan usaha wisata/jasa kepariwisataan yang memiliki daya tarik wisata
yang tinggi. Serta selaras untuk mewujudkan fungsi kawasan resapan air,kawasan
perlindungan setempat,ruang terbuka hijau yang berisi taman satwa,konservasi
flora dan hutan kota. Namun demikian,konsep revitalisasi dan pengelolaan
kawasan Taman Jurug harus disesuaikan dengan kebijakan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Surakarta tahun 2011-2031 yang menjadikannya sebagai kawasan
lindung dan pariwisata,serta peraturan perundang-undangan yang terkait
lingkungan hidup.
Diharapkan
dengan dilakukannya revitalisasi,TSTJ dapat meningkatkan kualitas produk
wisatanya. Menjadi kawasan wisata yang memadukan sarana konservasi fauna,flora
dan lingkungan,edukasi,budaya,rekreasi hiburan dan jasa wisata serta membangun
taman wisata yang ramah lingkungan.
B.
Saran
Diperlukan kerjasama di
antara pemerintah,masyarakat,LSM serta dari pihak pengelola TSTJ dalam setiap
mengambil kebijakan yang menyangkut proses revitalisasi TSTJ. Hal tersebut
diperlukan untuk mengikutsertakan saran dari pihak-pihak yang bersangkutan untuk
membangun TSTJ untuk yang lebih baik. Selain itu,sebaiknya TSTJ di arahkan
menjadi RTH(Ruang Terbuka Hijau) yang mana pemanfaatnya bisa untuk menahan
limpahan air hujan,melindungi kualitas tanah dan air, dan mengurangi polusi.
Selain itu diperlukannya AMDAL sebelum dimulainya revitalisasi,tujuannya agar
kegiatan revitalisasi ini tidak akan menyebabkan kerusakan dan dampak negatif
pada lingkungan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
LAPORAN KULIAH
KERJA LAPANGAN
EKOLOGI PARIWISATA
STUDI PENGELOLAAN WISATA DAN PERMASALAHAN
DI TAMAN SATWA TARU JURUG SOLO
Disusun
oleh:
Seluruh
Mahasiswa yang Mengambil Mata Kuliah Ekologi Pariwisata
Aie Nur Baeti Dinar
Larasati Rohmatul L
Andriyanti Dwi
Lumintang S Tesya N
Arum
A Faradina
Tutut
Bararatut
Catharina
P Fiky A Tyas Utami
Daniel
F Irma K Wuri Satiti
Darumas
K Moch.
Yanuar Yan Bagus
Dewi
Anjarsari M. Jundi Yudha Noviana
Deni
S Puji
Rahayu Yunitasari
Dian
Aditama Putri
Andriana
Diana
Putri H Reguird A
Dosen pembimbing: Drs
Sunarto,M.Si
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
0 comments:
Post a Comment