BAB
III
EKOWISATA SEBAGAI FOKUS PERENCANAAN
1.
Pengertian Ekowisata
Secara umum Ekowisata atau ekoturisme
merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan
mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi
masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Ekowisata dimulai
ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional.
Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli
lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis
pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya
budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat
dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi
masyarakat setempat. Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa
wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan.
Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif
kepada lingkungan mulai dikurangi.
2.
Prinsip
Ekowisata
Menurut
Cooper (1997), suatu kegiatan pariwisata dapat dikategorikan sebagai ekowisata
jika memiliki 5 prinsip, sbb: (1) Sustainable, adalah pariwisata yang
berkonsentrasi pada penyokongan pelestarian lingkungan alam. (2) Lingkungan
alam harus aman dan terjamin keselamatannya untuk dijadikan warisan bagi
generasi mendatang. (3) Pemeliharaan berbagai makhluk yang ada di sekitarnya,
manusia, hewan, tumbuhan, dan sebagainya apa pun yang hidup di alam
bersangkutan. (4) Merumuskan perencanaan dan pengimplementasian secara
holistik, sehingga tercipta harmonisasi yang terintegrasi antara alam, manusia
dan lingkungan secara total (environmental integrity). (5) Carying
capacity, artinya seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan pariwisata
tersebut mendapat manfaat. Tingkat kemanfaatan harus diperoleh secara
dimensional baik bagi penyedia maupun wisatawan.
3. Karakteristik Ekowisata
Karakteristik ekowisata yang membedakannya dengan wisata
massal/konvensional. Pertama, kegiatan wisata, berkaitan dengan konservasi
lingkungan. Meskipun motif ekowisata memiliki keterkaitan dengan beberapa
prinsip pengembangan ekowisata namun di dalamnya terkandung makna untuk turut
serta melestarikan ekonomi lingkungan. Bilamana wisatawan memiliki keterlibatan
langsung dalam pelestarian lingkungan, diharapkan kesadaran akan keberadaan
sumber daya dan lingkungan memudahkan wisatawan untuk terlibat dalam berbagai
upaya pelestarian/konservasi. Ke-dua, usaha pariwisata tidak hanya menyiapkan
sekedar atraksi wisata, akan tetapi menawarkan pula peluang untuk menghargai
lingkungan secara berkesinambungan. Ke-tiga, usaha pariwisata memiliki tanggung
jawab ekonomi dalam pelestarian lingkungan hijau yang dikunjungi dan dinikmati
wisatawan melalui berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan yang
dapat dikembalikan bagi kepentingan konservasi lingkungan dan kunjungan
wisatawan untuk pengembangan lingkungan yang berkelanjutan yang dapat dinikmati
oleh para pecinta dan pemelihara lingkungan berikutnya. Ke-empat, usaha
pariwisata yang lebih banyak menggunakan sarana transportasi lokal, sarana
akomodasi lokal, yang dikelola masyarakat setempat dan membedakan kehidupan
masyarakat setempat dalam menumbuhkan pendapatan masyarakat dari berbagai
kegiatan yang diakibatkan oleh kegiatan wisatawan di lokasi ekowisata yang
dikunjunginya dan berdampak kepada tumbuhnya inovasi, kreativitas masyarakat
dalam menggali berbagai sumber kegiatan positif yang menunjang terhadap
interaksi lingkungan. Bilamana terdapat interaksi positif antara inovasi dan
kreativitas masyarakat dengan wisatawan-eko, diharapkan terdapat saling
pengertian terhadap apa yang boleh dilakukan wisatawan atau apa yang harus
dibatasi oleh masyarakat terhadap potensi sumber daya yang dijadikan dasar
pengembangan ekowisata dan dasar pengembangan inovasi kreativitas masyarakat
untuk mendorong pertumbuhan ekowisata di daerahnya.
Karakteristik Pasar Ekowisata. Di tingkat global
pertumbuhan pasar ekowisata tercatat jauh lebih tinggi dari pasar wisata secara
keseluruhan. Berdasarkan analisis The International Ecotourism Society (2000)
pertumbuhan pasar ekowisata berkisar antara 10-30 persen pertahun sedangkan
pertumbuhan wisatawan secara keseluruhan hanya 4 persen. Tahun 1998 WTO
memperkirakan pertumbuhan ekowisata sekitar 20 persen. Di Indonesia
diperkirakan sekitar 25 persen wisman pada tahun 1996 merupakan ekowisatawan (ecotourist).
Statistik ini menunjukkan bahwa pergeseran perilaku pasar wisata sedang
berlangsung saat ini dan ekowisata diperkirakan akan menjadi pasar wisata yang
sangat prospektif di masa depan (The International Ecotourism Society, 2000).
Selain sisi permintaan dari sudut penawaran juga terlihat
fenomena menarik dalam pasar ekowisata. Sekitar empat tahun yang lalu telah
tercatat tidak kurang 600 penyelenggara perjalanan ekowisata yang – ini sangat
penting dalam kaitan dengan karakteristik ekowisata – 85 persen di antaranya berskala
kecil, yakni mempekerjakan kurang dari 20 orang. Meskipun berskala kecil, namun
bisnis ekowisata ini mampu memutar omset sebesar US$ 250 juta (The
International Ecotourism Society, 2000).
Di samping itu ada beberapa kriteria lagi yang menjadi pertimbangan
mereka untuk memilih produk – produk ekowisata (The International Ecotourism
Socienty, 2000), yakni :
a.
Aspek pendidikan dan informasi. Wisatawan biasanya mempelajari
lebih dahulu latar belakang sosial dan budaya masyarakat di daerah tujuan sebelum
mereka memilih daerah tujuan wisata itu. Lebih dari 50 persen wisatawan Amerika
dan Inggris mengaku menikmati pengalaman yang lebih baik dalam perjalanan
ketika mereka sebelumnya mempelajari kebiasaan – kebiasaan, budaya, lingkungan,
dan geografi masyarakat di negara tujuan.
b.
Aspek sosial budaya daerah
tujuan wisata. Wisatawan menaruh perhatian besar pada budaya masyarakat di
daerah tujuan wisata.
c.
Aspek lingkungan. Seperti
disebutkan di atas, aspek lingkungan yang alamiah pada produk wisata menjadi incaran
sebagian besar wisatawan global, mulai dari Amerika Utara sampai Eropa.
d.
Aspek estetika. Keindahan dan otensititas daya tarik wisata
merupakan kebutuhan yang elementer dalam berwisata. Konservasi DTW menjadi
penting dalam ekowisata.
e.
Aspek etika dan reputasi.
Meskipun iklim, biaya dan daya tarik menjadi kriteria pilihan berwisata, namun
wisatawan sangat peduli pada etika kebijakan dan pengelolaan lingkungan.
BAB IV
PROSES PERENCANAAN EKOWISATA
1.
PENGANTAR
Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan
industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta
lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup hanya
dapat tercapai dengan melibatkan orang-orang yang tinggal dan mengantungkan
hidupnya pada daerah yang akan dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata dan
menjadikan mereka partner dalam upaya pengembangan wisata tersebut. Metode ini
diperkenalkan oleh Presiden World Wild Fund (WWF) pada konfrensi tahunan ke-40
Asosiasi Perjalanan Asia Pasifik (PATA). Ekowisata pada saat sekarang ini
menjadi aktivitas ekonomi yang penting yang memberikan kesempatan kepada
wisatawan untuk mendapatkan pengalaman mengenai alam dan budaya untuk
dipelajari dan memahami betapa pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan
budaya lokal. Pada saat yang sama ekowisata dapat memberikan generating income
untuk kegiatan konservasi dan keuntungan ekonomi pada masyarakat yang tingal di
sekitar lokasi ekowisata.
Kegiatan ekowisata biasanya berada didaerah tropis yang mempunyai
keanekaragaman yang tinggi dan banyak flora dan fauna yang bersifat endemik
sehingga kondisi tersebut rentan untuk mengalami perubahan. Dari sisi nilai
tambah ekowisata, ada kemungkinan dalam implementasi program tersebut apabila
tidak direncanakan dengan baik maka akan sebaliknya yang asalnya mendukung
terhadap kelestarian lingkungan hidup malah menjadi mendorong terjadinya
kerusakan lingkungan hidup di daerah tersebut. Oleh karena itu dalam
pengembangan ekowisata perlu adanya rencana pengelolaan yang mengacu kepada
tujuan utama awalnya yaitu mendorong dilakukannya pengawetan lingkungan hidup,
sehingga ekowisata perlu di rencanakan pengelolaannya dengan mengintergrasikan
dalam pendekatan sistem untuk konservasi yang menggunakan desain konservasi.
Perencanaan ekowisata adalah alat untuk membimbing pengembangan
pariwisata pada daerah yang dilindungi dengan melakukan sintesis dan
menggunakan visi dari semua pemangku kepentingan untuk tujuan konservasi pada
lokasi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata seharusnya mengambarkan
jenis ekowisata apa yang dapat dilakukan atau kegiatan publik apa yang bisa
dilakukan di daerah yang dilindungi tersebut. Perencanaan pengelolaan ekowisata
ini juga biasanya mengembangkan pewilayahan (zoning) yang didesain dan yang
diperbolehkan untuk kegiatan kepariwisataan.
Perencanaan pengelolaan ekowisata harus mengacu kepada rencana
pengelolaan umum (General Mangement Plan) dan rencana daerah konservasi (Site
Conservation Plan). Rencana pengelolaan umum ini menjelaskan tujuan dan umum
dan tujuan khusus yang telah disusun untuk sistem konservasi pada daerah yang
dilindungi. Pada rencana ini terdapat pewilayahan, strategi, program dan
aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencapai tujuan umum dan tujuan
khusus. Rencana daerah konservasi merupakan komponen dari perencanaan
pengelolaan umum yang lebih fokus pada kasus-kasus dan alternatif strategi
untuk mengatasi ancaman-ancaman terhadap kegiatan konservasi yang dilakukan dan
mungkin salah satunya adalah kegiatan ekowisata.
2.
Perumusan
gagasan
Dalam menyiapkan rencana pengelolaan
ekowisata tim penyusun harus terlebih dahulu menyepakati formatnya terlebih
dahulu, akan tetapi secara umum format rencana pengelolaan ekowisata adalah
sebagai berikut:
2.1 Visi, tujuan dan strategi
Pada rencana
pengelolaan ekowisata harus dituliskan visi dari kegiatan ini yang berisi
tentang projeksi secara komprehensif mengenai daerah yang dilindungi beberapa
tahun kedepan. Tujuan adalah cita-cita yang lebih spesifik dari pada visi yang
diharapkan dari pelaksanaan ekowisata didaerah tersebut misalnya dampak
pariwisata yang rendah, ada keuntungan bagi komunitas lokal, ada dukungan
finasial dan pendidikan untuk konservasi dll. Strategi adalah tahapan essensial
yang menjembatani tujuan dengan aktivitas-aktivitas, kadang-kadang strategi
dalam kondisi praktis digantikan tujuan khusus.
2.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus adalah
tujuan dari program-program yang dikembangkan dari strategi-strategi yang ada.
Kumpulan dari tujuan khusus secara resultan harus menjadi tujuan dari rencana
pengelolaan ekowisata.
2.3 Aktivitas
Aktivitas adalah
kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan tujuan khusus
2.4 Pewilayahan
Sistem
pewilayahan adalah pengaturan wilayah-wilayah yang dapat dan tidak dapat digunakan untuk kegiatan
ekowisata.
2.5 Memfasilitasi pelaksanaan
Untuk
memfasilitasi pelaksanaan maka diperluakan jadwal pelaksanaan, rencana khusus
untuk wilayah tertentu, membentuk komite penasehat pelaksanaan ekowisata, dan
melakukan monitoring dan evaluasi.
3. Analisis SWOT
3.1
Keunggulan
Jenis flora dan
Fauna yang Beragam : di TSTJ banyak fauna yang dapat menjadi potensi wisata
untuk sarana edukasi terutama anak-anak. Bukan hanya fauna, tetapi di TSTJ juga
terdapat beragam flora dari berbagai jenis yang dapat menjadi sarana edukasi,
rekreasi dan membuat TSTJ menjadi lebih sejuk dan nyaman.
Lokasi : Lokasi yang
berada di daerah pinggir Bengawan Solo yang terletak di sebelah timur kota
Surakarta, membuat TSTJ mudah untuk diakses dan menjadi salah satu wisata
unggulan kota Surakarta.
3.2 Kelemahan
Kondisi lingkungan
dan fasilitas yang tidak bersih, tidak terawat dan kumuh dengan keberadaan
pedagang yang tidak tertata; Prasarana & sarana/ fasilitas (operasional,
pelayanan, taman satwa, wahana rekreasi) yg perlu direhab/ direvitalisasi.
Telaga yg airnya tercemar. Kondisi kebun binatang yang sudah uzur; banyak
kandang satwa yang memerlukan perbaikan dan direvitalisasi, fasilitas tdk
lengkap/ belum standar Taman Satwa/ tidak standar konservasi; beberapa satwa kelebihan populasi dan ada
tidak mempunyai pasangan
3.3
Kesempatan
TSTJ dapat dijadikan
tempat rekreasi edukasi yang berwawasan lingkungan yang populer skala nasional.
3.4
Ancaman
Anggapan masyarakat
terhadap TSTJ yang menilai bahwa TSTJ merupakan tempat wisata yang kurang
menarik dan populer dapat menyebabkan tidak maksimalnya jumlah pengunjung. Kurang
sadarnya pengunjung untuk menjaga kebersihan, keindahan dan keamanan TSTJ juga
dapat menyebabkan fasilitas yang ada cepat rusak dan tidak terawat
4
Studi
Kelayakan
TSTJ merupakan tempat wisata yang
menyimpan banyak potensi yang dapat dikembangkan. Mulai dari tempat yang
strategis, flora dan fauna hingga sajian budaya dan kuliner. Taman Jurug atau
Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) merupakan obyek wisata Kota Sala yg berisi “kebun
binatang”, taman yg di dalamnya terdapat ribuan flora dan ratusan pohon besar,
permainan anak/ wahana rekreasi keluarga, Sanggar Gesang, terletak di pinggir
Sungai Bengawan Solo. Taman Jurug menjadi Taman Satwa Taru Jurug pada tahun
1980-an. Namun dalam perkembangannya, TSTJ mengalami penurunan kualitas dari
sisi daya tarik wisata, manajemen, citra serta pengelolaan Taman satwa.
5
Strategi
Untuk Meningkatkan Daya Tarik TSTS
5.1
Peningkatan
Produk Wisata
Revitalisasi
TSTJ => Kawasan Wisata yang yang memadukan sarana Konservasi Fauna, Flora
dan Lingkungan; Edukasi; Budaya; Rekreasi Hiburan dan Jasa Wisata, serta
mempunyai daya tarik wisata yang tinggi.
5.2
Manajemen
Penerapan peraturan/
tata tertib perusahaan dan Prosedur untuk
pengelolaan yang mengacu Tata Pengelolaan
Taman Satwa dan Tata Kelola Perusahaan yang Baik, Manajemen Pariwisata dan
Manajemen Pelayanan.
5.3
Pengembangan
SDM & memenuhi kesejahteraan Pegawai
5.4
Pembiayaan
Pendanaan revitalisasi TSTJ ditempuh melalui
kerjasama dengan investor.
5.5
Pemasaran
Memperluas
area pasar wisatwan : DIY & Jateng,
Jawa Timur bagian Barat, Jawa Barat bagian pantura & timur,
wisatawan yang ke Solo. Segmentasi :
Anak-anak & keluarga, remaja,
pelajar dan profesional serta komunitas. Program promosi yang efetif
dan event.
BERSAMBUNG YA,,,^^
0 comments:
Post a Comment