BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
DASAR TEORI
1.
Pengertian toksikologi lingkungan
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek merugikan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Selain itu toksikologi juga mempelajari kerusakan/cedera pada
organisme (hewan, tumbuhan, dan manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi
substansi/energi, mempelajari racun tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme
terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang
merugikan terhadap organisme. Serta mempelajari secara kuantitatif dan
kualitatif pengaruh jelek dari zat kimiawi, fisis, dan biologis terhadap sistem
biologis (Soemirat, 2003).
Penelitian toksikologi dalam
perairan dapat dilakukan untuk mengetahui atau mengidentifikasi apakah effluent
dan badan air penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang
menyebabkan toksisitas akut atau toksisitas kronis. Penelitian ini juga dapat
digunakan untuk menentukan toksisitas suatu senyawa spesifik yang terdapat
dalam effluent. uji toksisitas ini dapat
dilakukan baik di laboratorium ataupun di tempat (on site) dengan ijin dari
yang berwenang (EPA, 1992).
Toksisitas diartikan sebagai
kemampuan racun (molekul) untuk menimbulkan kerusakan apabila masuk ke dalam
tubuh dan lokasi organ yang rentan terhadapnya (Soemirat,
2003). Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi
pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat
(berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya) yang dapat
menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi
biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul) dalam bentuk
merusak struktur maupun fungsi biologis.
Toksikan dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk
perubahan struktur maupun fungsional, baik secara akut maupun kronis/ sub
kronis. Efek tersebut dapat bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali
dan dapat pula bersifat irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali.
Uji toksisitas merupakan uji
hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu zat atau
bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu limbah. Uji
toksisitas akut dengan menggunakan hewan uji merupakan salah satu bentuk
penelitian toksikologi perairan yang berfungsi untuk mengetahui apakah effluent atau badan perairan penerima
mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut.
Parameter yang diukur biasanya berupa kematian hewan uji, yang hasilnya
dinyatakan sebagai konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian hewan uji (LC50)
dalam waktu yang relatif pendek satu sampai empat hari.
Limbah atau toksikan di alam
ada yang bersifat tunggal dan campuran. Keberadaannya di lingkungan (terutama
perairan) akan berinteraksi dengan komponen atau faktor lain. Tingkat
toksisitas dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Mangkoediharjo dan Samudro, 2009):
a)
Berkaitan
dengan toksikan itu sendiri.
Toksisitas toksikan dapat dipengaruhi oleh komposisi toksikan. Ada
kemungkinan komponen toksikan mempunyai perbedaan toksisitas. Faktor lain
adalah sifat-sifat fisik kimia toksikan.
b)
Berkaitan
dengan pemaparan toksikan.
Toksikan akan menghasilkan efek negatif jika kontak dan bereaksi dengan
target biota pada konsentrasi tertentu dan waktu tertentu. Faktor-faktor yang
berkaitan dalam pemaparan toksikan adalah:
2. Limbah
tahu
Limbah
industri tahu pada umumnya dibagi menjadi dua bentuk limbah, yaitu limbah padat
dan limbah cair. Limbah padat industri pengolahan tahu berupa kotoran hasil
pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang
menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan
ampas tahu. Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25%-35% dari
produk tahu yang dihasilkan. Ampas tahu masih mengandung kadar protein cukup
tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan ikan,
misalnya ikan bandeng. Salah satu sifat dari ampas tahu ini adalah mempunyai
sifat yang cepat tengik (basi dan tidak tahan lama) serta menimbulkan bau busuk
kalau tidak cepat dikelola.
Tabel 1.
Komposisi Bahan Kimia Ampas Tahu
No
|
Unsur
|
Satuan
|
Nilai
|
1
|
Kalori
|
kal
|
414
|
2
|
Protein
|
g
|
26,6
|
3
|
Lemak
|
g
|
18,3
|
4
|
Karbohidrat
|
g
|
41,3
|
5
|
Kalsium
|
mg
|
19
|
6
|
Fosfor
|
mg
|
29
|
7
|
Besi
|
mg
|
4,0
|
8
|
Vit.
B
|
mg
|
0,20
|
9
|
Air
|
g
|
9,0
|
Sumber: KLH, 2006
Limbah
cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebagian besar adalah cairan
kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih (whey).
Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah
cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan.
Karakteristik air buangan yang dihasilkan berbeda karena berasal dari proses
yang berbeda. Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu
karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan
tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik,
bahan anorganik dan gas. Suhu air limbah tahu berkisar 37- 45°C; kekeruhan
535-585 FTU; warna 2.225-2.250 Pt.Co; amonia 23,3-23,5 mg/1; BOD5 6.000-8.000 mg/1
dan COD 7.500-14.000 mg/1 (Kaswinarni, 2007).
·
Temperatur
Suhu buangan
industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu yang meningkat di
lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan
gas lain, kerapatan air, viskositas, serta tegangan permukaan. Suhu limbah cair
yang dihasilkan dari proses pencetakan tahu 30°C-35°C dan sekitar 80°C-100°C
dari air bekas merebus kedelai.
·
pH
Nilai pH air
digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (konsentrasi ion hidrogen) air
limbah. Skala pH berkisar antara 1-14; kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi
asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral.
·
TSS
(Total Suspended Solid)
Padatan-padatan
tersuspensi/TSS (Total Suspended Solid) digunakan untuk menentukan kepekatan
air limbah, efisiensi proses dan beban unit proses. Pengukuran yang bervariasi
terhadap konsentrasi residu diperlukan untuk menjamin kemantapan proses
kontrol.
·
BOD
dan COD
Kebutuhan
oksigen dalam air limbah ditunjukkan melalui BOD dan COD. BOD (Biological
Oxygen Demand) adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai
atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Metcalf and Eddy,
2003). COD (Chemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen dalam proses
oksidasi secara kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena
kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara
biologi.
·
Senyawa-senyawa
organik
Air buangan
tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Senyawa-senyawa
berupa protein dan karbohidrat memiliki jumlah yang paling besar yaitu 40%-60%
dan 25%-50% sedangkan lemak 10%. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu
protein (N-total) sebesar 226,06-434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah cair
tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan
tersebut.
·
Gas-gas
yang biasa ditemukan dalam limbah
Tahu adalah gas
nitrogen (N2), amonia (NH3), Oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S),
karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari
dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan
3. Ikan
nila
Ikan
nila adalah ikan air tawar introduksi. Ikan nila dimasukkan ke Indonesia tahun
1969, didatangkan secara resmi oleh Balai penelitian Perikanan Air Tawar
(BPPAT) dari Taiwan. Bentuk badan ikan Nila (Oreochromis nilotica) pipih ke samping memanjang, sedangkan warna
tubuh umumnya putih kehitaman dan merah sehingga dikenal sebagai nila hitam dan
nila merah.
Tubuh
nila berwarna kehitaman, semakin ke arah perut semakin terang. Mempunyai garis
vertikal 9 sampai 11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6
sampai 12 buah garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan. Pada
punggungnya terdapat garis-garis miring. Nila merah mempunyai warna tubuh
merah, termasuk sirip-siripnya, atau merah pada bagian punggung dan putih
kemerahan pada bagian perut. Habitat nila adalah perairan air tawar, seperti
sungai, danau, waduk, dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas
terhadap salinitas, dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut.
Salinitas
yang cocok untuk nila adalah 0 sampai 35 ppt (part per thousand), namun
salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal adalah 0 sampai 30 ppt. Pada
salinitas 31-35 ppt, nila masih hidup, tetapi pertumbuhannya lambat. Keasaman
air yang cocok adalah 6 sampai 8,5, namun pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7
hingga 8. pH yang masih ditoleransi nila adalah 5-11. Suhu optimal untuk
pertumbuhan nila antara 25 hingga 30oC. Pada suhu di bawah 14 oC
atau lebih 38 oC nila mulai terganggu. Sedangkan suhu mematikan
adalah 6 oC hingga 42 oC (Ghufran,
2010).
4. Definisi
penyakit dalam patologi ikan
Penyakit
didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang
mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab, dan terbagi
atas dua kelompok yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar
(eksternal).Penyakit ikan umumnya adalah eksternal.
Berdasarkan
tempat tumbuhnya penyakit di dalam tubuh ikan maka bagian tubuh ikan yang
diserang penyakit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyakit internal (genetik, sekresi
internal, imunodefisiensi, saraf dan metabolik) dan penyakit eksternal (non patogen: penyakit lingkungan,
penyakit nutrisi dan patogen: bersifat parasit).
Ikan yang
terserang penyakit pada kulitnya akan terlihat lebih pucat dan berlendir. Ikan
tersebut biasanya akan menggosokgosokkan tubuhnya pada bendabenda yang ada di
sekitarnya. Sedangkan serangan penyakit pada insang menyebabkan ikan sulit
bernafas, tutup insang mengembang dan warna insang menjadi pucat.Pada lembaran
insang sering terlihat bintik-bintik merah karena pendarahan kecil
(peradangan).
Adapun
ciri-ciri ikan sakit adalah sebagai berikut;
1. Behaviour (perilaku ikan)
1. Behaviour (perilaku ikan)
·
Ikan
sering berenang di permukaan air dan terlihat terengah-engah (megapmegap).
·
Ikan
sering menggosokgosokan tubuhmya pada suatu permukaan benda.
·
Ikan
tidak mau makan (nafsu makan menurun).
·
Untuk
jenis ikan yang sering berkelompok, maka ikan yang sakit akan memisahkan diri
dan berenang secara pasif
2. Equilibriun
Equibriun artinya keseimbangan,
ikan yang terserang penyakit keseimbangannya terganggu, maka ikan berenang
oleng, dan loncat-loncat tidak teratur, bahkan menabrak dinding bak.
3. External lesion Adalah
abnomalitas dari organ tubuh tertentu karena adamya serangan penyakit. External
lesion pada ikan antara lain:
· Discoloration
Pada ikan sehat mempunyai warna
tubuh normal sesuai dengan pigmen yang dimilikinya.Kelainan pada warna yang
tidak sesuai dengan pigmennya adalah suatu discoloration.Seperti warna gelap
menjadi pucat dan lain-lain.
· Produksi lendir
Lendir pada ikan sakit akan
berlebihan bahkan sampai menyelimuti tubuh ikan tergantung pada berat tidaknya
tingkat infeksi.
· Kerusakan organ luar
Kelainan bentuk organ ini disebabkan oleh parasit tertentu yang menyebabkan
kerusakan organ seperti pada kulit, sirip, insang dan lain lain. Pada insang
dapat menyebabkan insang terlihat pucat atau adanya bercak merah.
0 comments:
Post a Comment