Studi tentang tumbuhan, telah semakin berkembang seiring
dengan kemajuan teknologi,
mulai dari penampakan
mikroskop elektron meristem apikal hingga
mempelajari evolusi di
tingkat molekuler.
Kemajuan ini mendorong penelitian bukan hanya mengenai fase perpindahan tanaman
air ke darat tapi juga mengenai bagaimana organ tumbuhan terbentuk. Informasi mengenai genetika dan ontogeni awal
sebagian besar telah diteliti oleh paleobotanists dan semakin berkembang. Adanya
perkembangan di bidang genetika sangat membantu pemahaman bagaimana proses
terjadinya evolusi.
Asal muasal tumbuhan darat adalah peristiwa evolusi besar
dalam sejarah bumi, secara dramatis mengubah siklus geokimia
dan lintasan evolusi taksa lainnya, seperti metazoans. Sebelum
kolonisasi oleh Embryophytes (tumbuhan darat), lingkungan terestrial
itu rentan terhadap erosi didominasi oleh cyanobacterial dan mungkin jamur dan lumut.
Munculnya Embryophytes diduga pada masa pertengahan Ordovican mendorong pembentukan
tanah yang semakin menunjang kehidupan
tumbuhan darat. Pada saat ini
sebagian besar organ dan jaringan tanaman yang masih ada (pembuluh darah,
akar, daun, biji, kayu, pertumbuhan sekunder) telah
berevolusi. Evolusi akar telah dikaitkan dengan peningkatan
pelapukan batuan Ca-Mg yang mengarah ke penurunanCO2 di
atmosfer. Evolusi kayu dan pertumbuhan sekunder mengakibatkan ekosistem dengan kanopi berlapis
termasuk pohon-pohon besar dan
ekosistem yang kompleks.
Dengan demikian, evolusi dari tanaman darat memiliki dampak yang besar pada lingkungan global.
Awal
mula tumbuhan darat dikarenakan adanya tumbuhan air yang disebut alga hijau.
Bukti adanya tumbuhan tertua ini dilihat adanya tumbuhan yang berusia 450 tahun
menyerupai tumbuhan lumut saat ini. Selama beberapa tahung berkembangnya
tumbuhan ini dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu yang pertama tumbuhan lumut
dan tumbuhan berpembuluh atau paku. Tumbuhan ini telah memiliki jaringan xylem
dan floem yang membentuk akar tumbuhan tegak. Tumbuhan paku ini juga menjadi
awal dari tumbuhan yang menghasilkan biji, sekarang sudah 90% dari seluruh
jenis tumbuhan yang ad merupakan tumbuhan berbiji. Kelompok tumbuhan biji
meliputi gymnosepermae atau tumbuhan berbiji terbuka adalah kelompok tumbuhan
dimana bijinya tidak dilindungi oleh daun buah, sehingga biji kelihatan
langsung seperti kita lihat pada biji tumbuhan hias pakis haji. Sehingga
berkembang lagi satu kelompok tumbuhan berbiji tertutup (angiospermae) atau
biasa disebut anthophyta (tumbuhan berbunga) dan spermatophyta (tumbuhan
berbiji). Tumbuhan berbiji merupakan tingkatan tertinggi karena sudah memilki
akar, batang dan daun sejati untuk menunjang hidup di daratan. Serta bunga
sebagai alat kelamin yang berwarna-warni. Evolusi tumbuhan berbiji dimulai pada
tahun 125 juta tahun silam dengan ditandai dengan tumbuhan berbunga
A. Asal
Tumbuhan Darat adalah Alga
Analisis
filogenetik menunjukkan
Coleochaetales lebih jauh kekerabatannya dari tanaman
darat daripada Charales.
Mereka diakui sebagai keturunan terakhir sebelum munculnya tanaman darat. Tahap awal perkembangan Charales
melibatkan formasi
filamen
protonemal
yang ditemukan
di beberapa
lumut dan
tanaman darat lainnya. Munculnya tanaman darat dari air berasal dari bukti fosil, selama pertengahan Ordovician dan awal
Silurian (480-430.000.000 tahun yang
lalu). Bersama dengan
diversifikasi tanaman,
ekosistem lingkungan
darat berubah sampai dengan
saat ini.
Jalur metabolik
penting yang mengarah ke lignin, flavonoid, cutins dan hormon
tanaman di tanaman terestrial mungkin timbul dari ganggang Charophycean.
Misalnya, plasenta
Coleochaetes
berisi materi yang mirip dengan lignin, zat umumnya tidak ada pada ganggang
hijau, dan dinding zigot
meliputi sporopollenin. Kehadiran lignin dalam alga diduga menyebabkan resisten terhadap serangan mikroba, mendahului perannya sebagai komponen dinding sel struktural. Ide monophyly tanaman tanah didukung oleh analisis data morfologi yang berasal dari fosil.
meliputi sporopollenin. Kehadiran lignin dalam alga diduga menyebabkan resisten terhadap serangan mikroba, mendahului perannya sebagai komponen dinding sel struktural. Ide monophyly tanaman tanah didukung oleh analisis data morfologi yang berasal dari fosil.
Gambar
1. Perkembangan
utama dan komposisi lignin dalam evolusi tanaman darat. Empat peristiwa
besar yang diwakili dengan panah hitam. Garis berwarna menekankan
pengembangan
tracheids (hijau) dan pengembangan pembuluh (biru). H, G dan S untuk hidroksifenil,
guaiacyl
dan lignin syringyl
B. Perkembangan
Tumbuhan Darat
Klasifikasi tumbuhan darat dibagi
menjadi beberapa kelompok, terutama berdasarkan anatominya. Evolusi jenis spora
baru, adanya akar, batang, daun, dan jaringan pembuluh dianggap cukup memadai
untuk membedakan tumbuhan. Secara umum, dunia tumbuhan dibagi menjadi tumbuhan
berpembuluh (Tracheophyta) dan tidak berpembuluh (Thallophyta) kemudian
tumbuhan berpembuluh dibagi lagi menjadi dua yaitu pertama tumbuhan yang alat
reproduksinya tersembunya misalnya paku dan kedua tumbuhan berbiji
spermatophyte. Tumbuhan berbiji dibagi lagi menjadi angiospermae (biji
tertutup) dan gymnospermae (biji terbuka). Angiospermae merupakan kelompok
tumbuhan yang paling akhir muncul dan kini membentuk bagian utama dari vegetasi
alam dan dibudidayakan di bumi.
Pada tumbuhan berbiji, biji menggantikan
spora sebagai cara utama penyebaran keturunan. Pada briofita dan tumbuhan
vaskulet tak berbiji, spora yang dihasilkan olrh sporofit merupakan tahapan
resisten dalam siklus hidup, yang dapat bertahan pada lingkungan yang tidak
menguntungkan. Dan karena ukurannya yang sangat kecil, spora dapat tersebar
dalam keadaan dorman ke suatu daerah baru, tempat spora akan berkecambah
menjadi gametofit lumut baru jika lingkungan cukup memungkinkan bagi spora
mengakhiri keadaan dorman tersebut.
Biji menunjukkan penyelesaian masalah
dengan cara yang berbeda untuk derajat bertahan dalam lingkungan yang tidak
menguntungkan dan untuk menyebarkan keturunan. Biji terdiri dari embrio
sporofit yang terbungkus bersama dengan cadangan makanan di dalam lapisan
pelindung. Gametofit yang tereduksi pada tumbuhan berbiji berkembang dalam
jaringan sporofit parental. Hal ini terjadi karena sporofit induk menyimpan
spora di dalam sporangia. Semua tumbuhan berbiji adalah heterospora, yang
berarti memiliki dua jenis sporangia yang berbeda, yang menghasilkan dua jenis
spora: megasporangia yang menghasilkan megaspora dan menjadi gametofit betina
(mengandung sel telur); dan mikrosporangia yang menghasilkan mikrospora, yang akan
menjadi gametofit jantan (mengandung sperma).
Evolusi biji dikaitkan dengan
megasporangium. Pada tumbuhan berbiji, megasporangium bukanlah suatu ruangan,
akan tetapi sebaliknya merupakan struktur berdaging padat yang disebut
nusellus. Perbedaan lain dengan tumbuhan tak berbiji adalah bahwa lapisan
tambahan jaringan sporofit, yang disebut integumen, membungkus megasporangium
tumbuhan berbiji. Keseluruhan struktur tersebut–integumen, megasoprangium
(nusellus) dan megaspora disebut ovul atau bakal biji.
Serbuk sari (polen) menjadi pembawa
sel-sel sperma pada tumbuhan berbiji. Mikrospora pada tumbuhan berbiji
berkembang menjadi butiran serbuk sari, yang jika matang menjadi gametofit
jantan tumbuhan berbiji. Butiran serbuk sari, yang dilindungi oleh lapisan keras
yang mengandung sporopollenin, dapat dibawa oleh angin atau hewan setelah
dilepaskan dari mikrosporangium. Jika suatu butiran serbuk sari atau gametofit
jantan, jatuh di sekitar bakal biji, serbuk sari akan memanjangkan pipanya,
yang akan melepaskan satu atau lebih sperma ke dalam gametofit betina di dalam
bakal biji tersebut.
GIMNOSPERMAE
Gimnospermae
berarti tumbuhan tesebut memiliki struktur biji telanjang atau biji terbuka
tidak memiliki ruangan pembungkus atau ovarium tempat biji angiospermaee
berkembang. Di antara dua kelompok tumbuhan berbiji, Gimnospermae terlihat
dalam catatan fosil jauh lebih awal dibandingkan angiospermae. Gimnospermae
kemungkinan merupakan keturunan dari proGimnospermae, suatu kelompok tumbuhan
masa Devon. Progimnsoperma pada mulanya adalah tumbuhan tak berbiji, akan
tetapi pada akhir masa Devon, biji telah dievolusikan. Radiasi adaptif selama
Karboniferus dan awal Premium menghasilkan berbagai divisi Gimnospermae.
Tumbuhan
Gimnospermae memiliki empat divisi, yaitu Cycadophyta, Ginkophyta, Gnetophyta
dan Coniferophyta. Sikad, (divisi Cycadophyta) menyerupai palem, namun bukan
palem sejati, yang merupakan tumbuhan berbunga. Karena merupakan Gimnospermae,
sikad, memiliki biji terbuka yang terdapat dalam sporofit, yaitu daun yang
terspesialisasi untuk reproduksi. Evolusi biji
dikaitkan dengan megasporangium di mana pada tumbuhan berbiji bukanlah suatu
ruangan, akan tetapi sebaliknya merupakan struktur berdaging padat yang disebut
nusellus. Pada tumbuhan berbiji, keseluruhan struktur integumen,
megasporangium, dan megaspore membentuk ovul yang disebut bakal biji. Di dalam
bakal biji tersebut, gametofit betina berkembang di dalam dinding megaspore dan
disuplai makanan oleh nusellus. Jika tejadi pembuahan, maka zigot akan
berkembang menjadi embrio sporofit dan disebut biji. Ketika biji lepas dari
integument, biji dapat dorman sampai pada kondisi yang memungkinkan biji
berkecambah. Contoh tanaman divisi Cycadophyta adalah Cycas revoluta.
Ginkgo biloba
adalah satu-satunya spesies yang masih hidup dari divisi Ginkgophyta. Tumbuhan
ini memiliki daun seperti kipas yang warnanya berubah keemasan dan rontok pada
musim gugur, suatu sifat yang tidak umum bagi Gimnospermae. Divisi Gnetophyta
terdiri atas tiga genus yang kemungkinan tidak berkerabat dekat satu sama lain.
Satu diantaranya, Welrwitschia.
Tumbuhan dari genus kedua, Gnetum,
tumbuh di daerah tropis sebagai tumbuhan merambat dan Ephedra (teh Mormon), genus ketiga Gnetophyta. Siklus hidup pinus
menunjukkan adaptasi reproduktif kunci pada tumbuhan berbiji. Evolusi tumbuhan
berbiji menambahkan tiga adaptasi kunci kehidupan darat dalam reproduksi;
peningkatan dormansi generasi sporofit; adanya biji sebagai tahapan dalam
siklus hidup yang resisten dan dapat disebarluaskan; dan evolusi serbuk sari
sebagai agen yang menyatukan gamet
ANGIOSPERMAE
Angiospermae
atau tumbuhan berbunga, sejauh ini merupakan tumbuhan yang paling beraneka
ragam dan secara geografis paling tersebar luas. Selama
masa evolusi angiospermae, xilem merupakan bagian yang lebih terspesialisasi.
Xilem diduga berkembang dari sel-sel trakeid yang pada gymnospermae berperan
menghantarkan air. Pada angiospermae, sel trakeid berkembang menjadi sel-sel
yang lebih pendek, dan lebih luas yang disebut unsur pembuluh. Unsur pembuluh
membentuk saluran yang bersambung yang lebih terspesialisasi. Xilem diperkuat
dengan serat (fiber) yang juga berkembang dari trakeid. Trakeid adalah
sel yang memanjang dan meruncing yang berfungsi membantu proses mekanis dan
pergerakan air ke bagian atas tumbuhan. Pada sebagian besar Angiospermae,
sel-sel yang lebih pendek dan lebih luas disebut unsure pembuluh yang
berkembang dari trakeid. Xylem Angiospermae diperkuat oleh jenis sel kedua,
serat (fiber), yang juga berkembang
dari trakeid. Sel-sel serat berkembang pada conifer, akan tetapi unsur pembuluh
tidak berkembang. Perbaikan dalam jaringan vaskuler dan perkembangan dalam
struktur lainnya sudah pasti memberikan sumbangan Selain
spesialisasi xilem, faktor terbesar perkembangan angiospermae adalah evolusi
bunga. Bunga memiliki tingkat efisiensi reproduksi yang sangat tinggi pada
tumbuhan. Bunga adalah tunas yang mampat dengan empat lingkaran daun yang
termodifikasi menjadi kelopak, mahkota, benang sari, dan putik. Kemunculan
radiasi tumbuhan berbunga, menyebabkan bentang alam bumi berubah secara
dramatis. Nenek moyang angiospermae masih belum dipastikan, tetapi hasil
analisis kladistik pada ciri homolog menunjukkan gimnospermae dari divisi
Gnetophyta sebagai kerabat paling dekat dengan angiospermae. Fosil tertua
angiospermae ditemukan pada batuan awal masa Kretaseus yang berusia sekitar 130
juta tahun.
Bunga adalah struktur reproduksi Angiospermae.
Pembungkusan biji di dalam ovarium merupakan salah satu ciri dan sifat yang
membedakan Angiospermae dari Gimnospermae. Putik kemungkinan berkembang dari
daun yang mengandung biji yang menggulung membentuk tabung sejumlah
Angiospermae memiliki bunga dengan putik tunggal dan sebagian lain memiliki dua
atau lebih putik yang menyatu, yang umumnya membentuk ovarium dengan banyak
ruangan yang mengandung bakal biji. Buah (fruit)
adalah ovarium yang sudah matang. Setelah biji berkembang selepas pembuahan,
dinding ovarium menebal. Berbagai modifikasi pada buah membantu menyebarkan
biji. Siklus hidup Angiospermae
merupakan versi yang sangat maju dari pergiliran generasi yang umum. Angiospermae
bersama dengan semua tumbuhan berbiji. Bunga sporofit menghasilkan mikrospora
yang membentuk gametofit jantan dan megaspora membentuk gametofit betina.
C. DAUN
TUMBUHAN BERBIJI
Baik dari segi morfologi dan anatominya,
daun merupakan organ yang beragam. Struktur tangkai daun atau tulang daun mirip
dengan batang. Cirri penting pada daun adalah pada spermatophyta bahwa,
aktivitas meristem daun ditentukan oleh pertumbuhan interkalar dan
marginal. Istilah bagi seluruh daun pada
tanaman adalah phllom. Namun dikenal juga istilah daun hijau, katafil, hipsofil
dan kotiledon. Daun hijau adalah daun untuk fotositensis dan biasanya berbentuk
pipih mendatar sehingga mudah untuk memperoleh sinar matahari dan gas CO2.
Katafil adalah sisik dibawah tunas atau batang dibawah tanah berguna untuk pelindung
atau tempat cadangan makanan. Daun pertama pada cabang lateral disebut
prophyll, pda monokotil hanya ada satu heelai prophyll dan pada dikotil ada dua
helai. Hipsofil berupa berbagai jenis brakte yang mengiringi bunga dan sebagai
pelindung. Kadang-kadang berwarna cerah serupa mahkota dan kotiledon merupakan
daun pertama tumbuh. Daun dibedakan menjadi dua yaitu daun majemuk dan daun
tungga, pda daun majemuk terdapat anak daun yang melekat pada
Studi baru dalam bidang Ecology Letters
menyingkap dimulainya evolusi yang menyebabkan tanaman berbunga primitif
mendapatkan keuntungan kompetitif dibanding spesies lainnya, sehingga mereka
dapat mendominasi dalam jumlah besar. Studi yang dipimpin Dr. Tim Brodribb
(University of Tasmania) dan Dr. Taylor Field (University of Tennessee) ini
menggunakan fisiologi tanaman untuk mengetahui bagaimana tanaman bunga,
termasuk tanaman pangan mampu mendominasi bumi dengan mengembangkan sistem
hidrolis yang lebih efisien, atau ‘saluran pipa daun’, untuk meningkatkan
kemampuan fotosintetis. “Tanaman bunga adalah spesies terbesar dan sekelompok
tanaman di bumi yang sukses secara ekologi,” kata Brodribb. “Salah satu alasan
dominasi ini adalah karena kapasitas fotosintesis daun yang cukup tinggi, tetapi
kapan dan bagaimana dimulainya peningkatan kapasitas fotosintesis ini
berkembang menjadi suatu misteri.” Menggunakan pengukuran densitas pembuluh
vena daun dan dihubungkan dengan model fotosintesis-hidrolis, Brodribb dan
Field merekonstruksi evolusi kapasitas hidrolis daun pada tanaman berbiji.
Hasil yang didapatkan adalah transformasi evolusi pompa angiosperm daun
mendorong kapasitas fotosintesis ke tingkat yang baru. Alasan suksesnya langkah
evolusi ini adalah di bawah kondisi atmosfir CO2 yang cukup rendah, seperti
saat ini, efisiensi pengangkutan air dan hasil fotosintesis ternyata
berhubungan dekat. Karena itu adaptasi yang meningkatkan pengangkutan air akan
meningkatkan fotosintesis secara maksimal, menggunakan kekuatan evolusi secara
luar biasa untuk memenangkan kompetisi spesies. Evolusi densitas vena daun pada
tanaman bunga sekitar 140-100 juta tahun lalu adalah suatu proses yang sangat
penting bagi berlanjutnya evolusi tanaman bunga. Langkah ini menyediakan ‘paket
stimulus produktivitas zaman Cretaceous’ yang terus menggema di seluruh biosfir
dan memungkinkan tanaman ini memainkan peranan fundamental dalam fungsi
biologis dan atmosferik di bumi. “Tanpa sistem hidrolis kami perkirakan
fotosintesis daun akan dua kali lebih rendah daripada sekarang,” kesimpulan
Brodribb. “Sehingga penting diingat bahwa tanpa langkah evolusi ini tanaman
tidak akan mempunyai kapasitas fisik untuk menghasilkan produktivitas tinggi
yang mendukung biologi dunia moderen dan peradaban manusia.
D. AKAR
TUMBUHAN BERBIJI
Pemetaan
filogenetik dari evolusi akar menunjukkan bahwa organ
ini berevolusi setidaknya dua kali: masing-masing dalam Lycophytina dan Euphyllophytina. Anggapan saat ini adalah bahwa awal polysporangiophytes tidak memiliki morfologis yang berbeda antara sistem akar dan tunas. Bentuk sporofit tersebut terdiri dari telomes, sistem aksial yang dichotomi di apeks. Dalam awal perkembangan dengan system telom daun tumbuh pada bagian batang akar berkembang aksial. Jika hal ini terjadi, maka akar di
homolog dengan tunas.
ini berevolusi setidaknya dua kali: masing-masing dalam Lycophytina dan Euphyllophytina. Anggapan saat ini adalah bahwa awal polysporangiophytes tidak memiliki morfologis yang berbeda antara sistem akar dan tunas. Bentuk sporofit tersebut terdiri dari telomes, sistem aksial yang dichotomi di apeks. Dalam awal perkembangan dengan system telom daun tumbuh pada bagian batang akar berkembang aksial. Jika hal ini terjadi, maka akar di
homolog dengan tunas.
Menurut Suradinata (1998) bahwa fenomena pertama
perkembangan awal akar dalam embrio adalah organisasi meristem apeks akar
dibawah hipokotil. Setelah biji berkecambah, meristem apeks akar membentuk akar
utama. Akar cabang dan akar adventif juga menunjukan karakteristik susunan
sel-sel dalam meristem apeks, kurang lebih sama dengan akar utamanya. Meristem
apeks yang mempunyai pemula-pemula bersama secara filogenetik adalah primitif.
Analisis asal mula pembentukan jaringan akar berdasarkan perbedaan sel pemula
apek ada hubungannya dengan pendekatan yang digunakan oleh Hanstein yang
memformulasikan teori histogen.
E. BUNGA
TUMBUHAH BERBIJI
Meskipun angiosperma adalah
salah satu kelompok terbaru dari tumbuhan
darat yang telah berevolusi, masi sedikit
informasi mengenai evolusi bunga. Saat ini ada dua hambatan utama untuk rekonstruksi
terkait dengan asal-usul dan awal
diversifikasi
angiosperma. Pertama, catatan makrofosil dari tanaman berbunga
telah
memberi petunjuk masih ada morfologi bunga angiosperma yang lebih kuno. Setidaknya 10 juta
singa tahun lebih muda dari mikrofosil angiosperma pertama. Hanya sedikit bukti yang jelas mengenai bunga dari angiosperm pertama. Tambahan kendala untuk mempelajari asal-usul tanaman berbunga berasal dari ketidakpastian tentang identitas lengkap dari kerabat terdekat dari angiosperm.
singa tahun lebih muda dari mikrofosil angiosperma pertama. Hanya sedikit bukti yang jelas mengenai bunga dari angiosperm pertama. Tambahan kendala untuk mempelajari asal-usul tanaman berbunga berasal dari ketidakpastian tentang identitas lengkap dari kerabat terdekat dari angiosperm.
Teori yang biasa dianut dianggap bahwa
bunga adalah homolog dengan pucuk vegetative, dan daun bungan homolog dengan
daun hijau. Konsep yang juga dianut, yakni bahwa macam daun yang ditemukan pada
paku, gymnospermae, dan angiospermae yang berkembang dari system cabang telah
memunculkan dugaan bahwa, dalam satu evolusi parallel antara daun dan bagian
bunga, pemisahaan nya muncul sebelum bentuk daun muncul.
Jika dilihat dari fosil yang terekam dalam lapisan-lapisan
sedimen di kerak Bumi, fosil tumbuh-tumbuhan tertua tercatat berusia 425 juta
tahun, yang ditunjukkan dengan keberadaan fosil fern, fir, conifer dan beberapa varietas tumbuhan purba
yang lain. Sementara di masa 130 juta tahun silam tumbuhan berbunga mulai
mewarnai permukaan Bumi. Di antara dua masa itu tidak diketahui secara pasti
bagaimana tumbuhan yang lebih tua mampu berevolusi membentuk tumbuhan berbunga.
Bapak evolusi Charles Darwin
menjumpai fenomena ini sejak abad 19 lalu. Sejak itu berbagai kemungkinan
diungkapkan, namun permasalahan ini masih kontroversial hingga sekarang. Di
kalangan ilmuwan, fenomena ini dikenal sebagai salah satu misteri Darwin.
Di tengah berbagai
kemungkinan yang ada, sebuah tim geokimia dari Stanford mengungkapkan bahwa
tumbuhan berbunga mulai berevolusi sejak 250 juta tahun yang lalu. Artinya
jauh-jauh hari sebelum butiran tepung sari pertama tercetak sebagai fosil. Menurut
J. Michael Moldowan, profesor peneliti geologi lingkungan Stanford, penelitian
mereka mengindikasikan bahwa tumbuhan berbunga pertama mulai muncul di era
Permian dalam masa sekitar 290 - 245 juta tahun yang lalu. Kami mendasarkan penelitian ini pada
sebuah senyawa organik yang dinamakan oleanane, yang acap ditemukan pada
fosil-fosil tumbuhan ", tambah Moldowan. " Ini merupakan langkah
maju. Selama ini kerja para palentolog terbatas pada anatomi tumbuhan purba
yang tercetak dalam fosil secara detil, bukan pada molekul pembentuk (oleanane)
", kata Bruce Runnegar, profesor palentologi di University California of Los
Angeles. Oleanane
merupakan senyawa organik yang diproduksi oleh berbagai macam tumbuhan dan
berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tumbuhan terhadap serangan
serangga, jamur dan berbagai aktivitas mikroba lainnya. Namun senyawa ini tidak
dijumpai pada beberapa tumbuhan seperti pinus.
Moldowan dan koleganya mempelajari sedimen-sedimen berumur
Permian yang mengandung sisa-sisa tumbuhan purba yang dikenal sebagai gigantopterids.
Dalam lapisan sedimen yang sama pula ditemukan oleanane. Hal ini memperlihatkan
bahwa gigantopterids pun memproduksi oleanane, layaknya tumbuhan moderan pada
saat ini. Dari sini biolog David W. Taylor dari Indiana University menyimpulkan bahwa tumbuh-tumbuhan
berbunga telah ada jauh lebih awal. Penemuan ini cukup penting karena dalam
waktu yang belum lama juga di daratan Cina ditemukan fosil gigantopterids yang lengkap dengan daun dan
batangnya, yang sangat mirip jika dibandingkan dengan tumbuhan berbunga modern.
Taylor memperkirakan bahwa gigantopterids dan tumbuhan berbunga mulai berevolusi
dari tumbuhan yang lebih tua secara bersama-sama semenjak 250 juta tahun yang
lalu.
Perkembangan
tanaman darat berasal dari alga yang hidup di air. Alga tersebut secara
berangsur-angsur membentuk organ yang digunakan untuk menunjang kehidupan di
daratan. Selain organ, proses reproduksi juga berubah. Tanaman yang pertama
muncul memiliki strukstur sederhana dan berkembang menjadi spora. Seiring
perkembangannya, struktur sederhana tersebut menjadi akar, batang, daun dan
struktur reproduksi semakin maju. Hingga muncul tumbuhan berbiji terbuka dan
tertutup yang memiliki bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Bowman,
J. L. 2013. Walkabout on the long branches of plant evolution. Current Opinion
in Plant Biology, 16:70–77
Boyce,
C. Kevin. 2010 The evolution of plant development in a paleontological context.
Current Opinion in Plant Biology, 13:102–107
Delauxa,
Pierre-Marc, Amrit Kaur N., Catherine M., Nathalie S. D., Christophe D. 2012. Perspectives
in Plant Ecology, Evolution and Systematics Perspectives in Plant Ecology.
Evolution and Systematics 14 (2012) 49–
59
Mitchell, Cambell Recce. 2003. Biologi. Jakarta: Erlangga
Riedman, W. E. F, Richard C. M.,
Michael D. P U.. 2012. The Evolution Of Plant Development. American Journal Of Botany 91(10): 1726–1741. 2004
Tjitrsoepomo, Gembong. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatopyta).
Yogyakarta: Gadjah Mada University press
Waluyo, Lud. 2010. Miskopensi dan Kontrovensi Evolusi.
Malang: UMM Press