Showing posts with label Genetika. Show all posts
Showing posts with label Genetika. Show all posts

Sunday, November 10, 2024

Struktur Tiga Dimensi DNA, Khususnya Terkait Bentuk B (B-form) dan Bentuk Z (Z-form)

Judul Jurnal: The Three-Dimensional Structure of DNA

Penulis: Steven B. Zimmerman
Tahun Terbit: 1982
Nama Jurnal: Annual Review of Biochemistry

Ringkasan

Jurnal "The Three-Dimensional Structure of DNA" karya Steven B. Zimmerman dari Annual Review of Biochemistry tahun 1982, memberikan tinjauan komprehensif mengenai perkembangan pengetahuan tentang struktur tiga dimensi DNA, khususnya terkait dua konformasi utamanya: bentuk B (B-form) dan bentuk Z (Z-form). Zimmerman membahas bagaimana penemuan-penemuan baru telah membuka pemahaman yang lebih mendalam tentang variasi struktur DNA, serta implikasinya terhadap fungsi biologis dan interaksi molekul. Ulasan ini juga mencakup konformasi lain dari DNA seperti bentuk A, C, dan D, serta bentuk hibrid DNA-RNA, yang membantu menguraikan kompleksitas dinamika struktural DNA.

Artikel ini diawali dengan penjelasan tentang pentingnya memahami struktur DNA, terutama dengan munculnya model Z-form yang lebih baru, yang berbeda secara radikal dengan model DNA bentuk B Watson-Crick yang sudah mapan. Bentuk B dan Z menjadi fokus utama karena perbedaan struktur dasar dan dampaknya pada fungsi biologis DNA. Bentuk B adalah struktur heliks ganda kanan yang lebih stabil dan sering ditemukan dalam kondisi fisiologis normal, sedangkan bentuk Z adalah heliks kiri yang langka dan biasanya terbentuk di bawah kondisi lingkungan tertentu, seperti konsentrasi garam tinggi atau keberadaan agen kimia tertentu. Kedua bentuk ini memiliki peran unik dalam konteks biologis, terutama dalam proses interaksi DNA-protein.

Zimmerman merinci bagaimana studi awal menggunakan teknik difraksi sinar-X membantu membangun model heliks ganda DNA, yang mengarah pada bentuk B DNA. Model ini didasarkan pada heliks ganda kanan dengan pasangan basa yang terhubung secara komplementer dan antiparalel. Model Watson-Crick untuk bentuk B menjadi dasar bagi pemahaman modern tentang replikasi DNA, transkripsi, dan penyimpanan informasi genetik. Menurut Zimmerman, meskipun bentuk B merupakan struktur yang stabil, variasi lingkungan dapat menginduksi perubahan bentuk, yang berdampak pada bagaimana DNA berinteraksi dengan protein dan molekul lainnya.

Zimmerman kemudian menjelaskan bentuk Z DNA yang lebih kompleks dan jarang, yang memiliki struktur heliks kiri dengan pola zig-zag pada tulang punggung gula-fosfatnya. Struktur ini pertama kali teridentifikasi melalui kristalografi sinar-X pada oligonukleotida, yang menunjukkan susunan molekul yang berbeda dari bentuk B. Penelitian ini menemukan bahwa bentuk Z cenderung muncul pada urutan basa tertentu, terutama dalam segmen purin dan pirimidin yang bergantian, seperti urutan guanin-sitosin. Menariknya, Z-form menunjukkan stabilitas yang unik dalam lingkungan ion tinggi atau dengan keberadaan zat kimia seperti alkohol, yang menunjukkan fleksibilitas DNA dalam merespon kondisi lingkungannya.

Studi Zimmerman juga membahas bentuk A DNA, yang merupakan varian lain dari heliks ganda kanan, namun lebih kompak dibandingkan bentuk B. Bentuk A biasanya ditemukan dalam kondisi dehidrasi atau dalam interaksi DNA-RNA, yang memiliki peran dalam mekanisme biologis tertentu, seperti transkripsi dan replikasi. Bentuk A, bersama dengan bentuk C dan D yang lebih jarang, menyoroti fleksibilitas konformasi DNA yang dapat berubah tergantung pada kondisi lingkungannya. Dalam artikelnya, Zimmerman menguraikan bagaimana perbedaan dalam bentuk heliks dan kemiringan pasangan basa dalam struktur ini berkontribusi pada keragaman fungsi DNA.

Zimmerman melanjutkan dengan diskusi tentang "heterogenitas struktural" DNA, yaitu variabilitas bentuk yang dapat terjadi dalam molekul DNA yang sama. Heterogenitas ini dapat bersifat statis (tetap) atau dinamis (berubah), yang berarti DNA tidak selalu memiliki struktur yang sepenuhnya homogen atau stabil, terutama dalam kondisi larutan. Heterogenitas dinamis ini memungkinkan DNA untuk berubah-ubah bentuk secara lokal, yang mungkin berperan dalam interaksinya dengan protein atau molekul lain dalam sel. Artikel ini juga membahas berbagai faktor yang memengaruhi stabilitas DNA, termasuk panjang heliks, susunan basa, dan pengaruh lingkungan, yang semuanya dapat berkontribusi pada perubahan bentuk DNA.

Salah satu poin penting yang diangkat dalam artikel ini adalah tentang peran struktur DNA dalam interaksi molekul. Bentuk heliks ganda DNA, terutama bentuk B, telah lama dianggap sebagai media penyimpanan informasi genetik yang stabil dan mudah diakses dalam proses replikasi dan transkripsi. Namun, bentuk-bentuk alternatif seperti bentuk Z membuka wawasan baru tentang bagaimana struktur DNA dapat mengatur aksesibilitas ke daerah tertentu dari urutan genetik, misalnya dengan memengaruhi cara DNA digulung atau dipadatkan dalam kromosom. Dengan memahami bentuk-bentuk DNA yang berbeda ini, ilmuwan bisa lebih memahami cara DNA terlibat dalam ekspresi gen, regulasi, dan interaksi molekul lainnya.

Zimmerman juga mencatat bahwa meskipun bentuk Z DNA memiliki stabilitas yang lebih rendah dibandingkan bentuk B, keberadaan Z-form di beberapa bagian DNA alami menunjukkan bahwa bentuk ini mungkin memiliki fungsi biologis tertentu, misalnya dalam proses regulasi genetik. Beberapa penelitian yang ia tinjau menunjukkan bahwa bentuk Z mungkin berperan dalam membuka atau mengisolasi bagian-bagian tertentu dari DNA, sehingga membantu mengatur aktivitas gen atau menanggapi perubahan lingkungan sel. Penemuan-penemuan ini memicu ketertarikan lebih lanjut terhadap peran bentuk Z DNA dalam biologi molekuler.

Selain membahas struktur DNA itu sendiri, Zimmerman juga menyentuh tentang interaksi DNA dengan protein dan zat kimia lain, yang dapat memengaruhi stabilitas dan konformasi heliks. Misalnya, beberapa zat kimia dapat mempromosikan pembentukan bentuk Z dengan menstabilkan interaksi antar basa tertentu. Artikel ini menggambarkan bahwa perubahan struktur tidak hanya terjadi secara alami, tetapi juga dapat dipicu oleh faktor eksternal seperti zat kimia atau kondisi ionik tertentu, yang menyoroti dinamika molekul DNA dalam sel.

Di bagian penutup, Zimmerman menyimpulkan bahwa studi tentang struktur tiga dimensi DNA sangat penting untuk memahami bagaimana DNA menjalankan fungsinya dalam skala molekuler. Variasi bentuk dan fleksibilitas konformasi DNA memungkinkan interaksi yang kompleks dengan protein, molekul kecil, dan faktor lingkungan lainnya. Zimmerman menggarisbawahi pentingnya penelitian lanjutan untuk mengeksplorasi dampak bentuk-bentuk DNA ini dalam biologi dan genetika, yang dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang mekanisme pengendalian ekspresi gen dan proses molekuler dalam sel.

Secara keseluruhan, artikel ini memberikan pandangan mendalam tentang keragaman struktural DNA dan menggarisbawahi pentingnya faktor lingkungan dalam menentukan konformasi DNA. Zimmerman menyimpulkan bahwa pemahaman yang lebih baik tentang variasi bentuk DNA dapat membawa manfaat besar dalam studi biologi molekuler, terutama dalam penelitian tentang ekspresi gen, interaksi DNA-protein, dan mekanisme pengendalian genetik. Artikel ini menekankan bahwa DNA bukanlah molekul statis, tetapi memiliki fleksibilitas yang signifikan, yang memungkinkan berbagai interaksi dan fungsi biologis yang berbeda, tergantung pada bentuk dan konformasinya.

Wednesday, May 2, 2018

Mekanisme Replikasi D




Mula-mula, heliks ganda DNA (merah) dibuka menjadi dua untai tunggal oleh enzim helikase (9) dengan bantuan topoisomerase (11) yang mengurangi tegangan untai DNA. Untaian DNA tunggal dilekati oleh protein-protein pengikat untaian tunggal (10) untuk mencegahnya membentuk heliks ganda kembali. Primase (6) membentuk oligonukleotida RNA yang disebut primer (5) dan molekul DNA polimerase (3 & 8) melekat pada seuntai tunggal DNA dan bergerak sepanjang untai tersebut memperpanjang primer, membentuk untaian tunggal DNA baru yang disebut leading strand (2) dan lagging strand (1). DNA polimerase yang membentuk lagging strand harus mensintesis segmen-segmen polinukleotida diskontinu (disebut fragmen Okazaki (7)). Enzim DNA ligase (4) kemudian menyambungkan potongan-potongan lagging strand tersebut.
Salah satu tahapan penting dalam proses pertumbuhan jasad hidup adalah proses perbanyakan bahan genetik. Proses perbanyakan bahan genetik dikenal sebagai proses replikasi. Pada replikasi DNA, rantai DNA baru dibentuk berdasarkan urutan nukleotida pada DNA yang digandakan. Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Replikasi DNA adalah proses penggandaan molekul DNA untai ganda. Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Prokariota terus-menerus melakukan replikasi DNA. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun polimer DNA. Proses replikasi DNA dapat pula dilakukan in vitro dalam proses yang disebut reaksi berantai polimerase (PCR).
Setiap molekul DNA yang melakukan replikasi sebagai suatu satuan tunggal dinamakan replikon. Replikasi molekol DNA dimulai dari tempat khusus yang disebut titik mula replikasi (origins of replication), bentangan pendek DNA yang memiliki sekuens nukletida spesifik. Kromosom E. coli, seperti banyak kromosom bakteri lain melingkar dan memiliki satu titik mula. Berkebalikan dengan kromosom bakteri, kromosom eukariot mungkin memiliki beberapa ratus atau beberapa ribu titik mula replikasi (Campbell, 2008).
Proses inisiasi ini ditandai oleh saling memisahnya kedua untai DNA, yang masing-masing akan berperan sebagai cetakan bagi pembentukan untai DNA baru sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang disebut sebagai garpu replikasi. Biasanya, inisiasi replikasi DNA, baik pada prokariot maupun eukariot, terjadi dua arah (bidireksional). Dalam hal ini dua garpu replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).


1.    INISIASI

Replikasi DNA dimulai pada lokasi spesifik disebut sebagai asal replikasi, yang memiliki urutan tertentu yang bisa dikenali oleh protein yang disebut inisiator DnaA. Mereka mengikat molekul DNA di tempat asal, sehingga mengendur untuk docking protein lain dan enzim penting untuk replikasi DNA. Sebuah enzim yang disebut helikase direkrut ke lokasi untuk unwinding (proses penguraian) heliks dalam alur tunggal.
Helikase melepaskan ikatan hidrogen antara pasangan basa, dengan cara yang tergantung energi. Titik ini atau wilayah DNA yang sekarang dikenal sebagai garpu replikasi (Garpu replikasi atau cabang replikasi adalah struktur yang terbentuk ketika DNA bereplikasi). Setelah heliks yang unwound, protein yang disebut untai tunggal mengikat protein (SSB) mengikat daerah unwound, dan mencegah mereka untuk annealing (penempelan). Proses replikasi sehingga dimulai, dan garpu replikasi dilanjutkan dalam dua arah yang berlawanan sepanjang molekul DNA.

2.   SINTESIS PRIMER

Sintesis baru, untai komplementer DNA menggunakan untai yang ada sebagai template yang dibawa oleh enzim yang dikenal sebagai DNA polimerase. Selain replikasi mereka juga memainkan peran penting dalam perbaikan DNA dan rekombinasi. Namun, DNA polimerase tidak dapat memulai sintesis DNA secara independen, dan membutuhkan 3′ gugus hidroksil untuk memulai penambahan nukleotida komplementer. Ini disediakan oleh enzim yang disebut DNA primase yang merupakan jenis DNA dependent-RNA polimerase. Ini mensintesis bentangan pendek RNA ke untai DNA yang ada. Ini segmen pendek disebut primer, dan terdiri dari 9-12 nukleotida. Hal ini memberikan DNA polimerase platform yang diperlukan untuk mulai menyalin sebuah untai DNA. Setelah primer terbentuk pada kedua untai, DNA polimerase dapat memperpanjang primer ini menjadi untai DNA baru. Unwinding DNA dapat menyebabkan supercoiling (bentukan seperti spiral yang mengganggu) di wilayah berikut garpu. Ini superkoil DNA Unwinding oleh enzim khusus yang disebut topoisomerase yang mengikat ke bentangan DNA depan garpu replikasi. Ini menciptakan nick di untai DNA dalam rangka untuk meringankan supercoil tersebut.
3.   SINTESIS LEADING STRAND

Replikasi DNA untaian pengawal (leading strand)
DNA polimerase dapat menambahkan nukleotida baru hanya untuk ujung 3’ dari untai yang ada, dan karenanya dapat mensintesis DNA dalam arah 5′ → 3’ saja. Tapi untai DNA berjalan di arah yang berlawanan, dan karenanya sintesis DNA pada satu untai dapat terjadi terus menerus. Hal ini dikenal sebagai untaian pengawal (leading strand). Di sini, DNA polimerase III (DNA pol III) mengenali 3 ‘OH akhir primer RNA, dan menambahkan nukleotida komplementer baru. Seperti garpu replikasi berlangsung, nukleotida baru ditambahkan secara terus menerus, sehingga menghasilkan untai baru.



4.    SINTESIS LAGGING STRAND (UNTAI TERTINGGAL)

Pada untai berlawanan, DNA disintesis secara terputus dengan menghasilkan serangkaian fragmen kecil dari DNA baru dalam arah 5‘→ 3′. Fragmen ini disebut fragmen Okazaki, yang kemudian bergabung untuk membentuk sebuah rantai terus menerus nukleotida. Untai ini dikenal sebagai lagging Strand (untai tertinggal) sejak proses sintesis DNA pada untai ini hasil pada tingkat yang lebih rendah.
Primase menambahkan primer di beberapa tempat sepanjang untai unwound. DNA pol III memperpanjang primer dengan menambahkan nukleotida baru, dan jatuh ketika bertemu fragmen yang terbentuk sebelumnya. Dengan demikian, perlu untuk melepaskan untai DNA, lalu geser lebih lanjut up-stream untuk memulai perluasan primer RNA lain. Sebuah penjepit geser memegang DNA di tempatnya ketika bergerak melalui proses replikasi.

5.    PENGHAPUSAN PRIMER
Meskipun untai DNA baru telah disintesis primer RNA hadir pada untai baru terbentuk harus digantikan oleh DNA. Kegiatan ini dilakukan oleh enzim DNA polimerase I (DNA pol I). Ini khusus menghilangkan primer RNA melalui ’5→ 3′ aktivitas eksonuklease nya, dan menggantikan mereka dengan deoksiribonukleotida baru oleh 5 ‘→ 3′ aktivitas polimerase DNA.

6.    LIGASI
Setelah penghapusan primer selesai untai tertinggal masih mengandung celah atau nick antara fragmen Okazaki berdekatan. Enzim ligase mengidentifikasi dan segel nick tersebut dengan menciptakan ikatan fosfodiester antara 5 ‘fosfat dan 3′ gugus hidroksil fragmen yang berdekatan.

7.    PEMUTUSAN
Replikasi mesin ini menghentikan di lokasi terminasi khusus yang terdiri dari urutan nukleotida yang unik. Urutan ini diidentifikasi oleh protein khusus yang disebut tus yang mengikat ke situs tersebut, sehingga secara fisik menghalangi jalur helikase. Ketika helikase bertemu protein tus itu jatuh bersama dengan terdekat untai tunggal. Replikasi DNA dumulai dari situs spesifik yang disebut dengan titik awal replikasi (origin of replication = ori). Beberapa jenis bakteri dan plasmid memiliki hanya satu ori, sedangkan para eukariot memiliki ratusan ori. Plasmid bakteri memiliki ori sendiri dan bersifat otonom. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa plasmid tidak tergantung pada hospes tertentu dan dapat bereplikasi secara otonom di setiap system biologis.


Daftar Pustaka Tambahan
Campbell, N. A. Reeca. Jane B. Mitchell. Lawrence G. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Erlangga. Jakarta.
Campbell, N. A. Reeca. Jane B. Mitchell. Lawrence G. 2008. Biologi Edisi Delapan Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Radji Maksum, Biomed M. Rekayasa genetika. 2011. Jakarta, Sagung seto.


Monday, April 30, 2018

Mekanisme kerja RNAi



Interferensi RNA (RNAi, dari RNA interference) merupakan salah satu mekanisme pada sel hidup untuk mengendalikan aktivitas gen. Pertama kali ia diketahui sebagai suatu proses untuk mementahkan hasil transkripsi sehingga translasi tidak dapat berlangsung. Dalam RNAi terlibat dua jenis RNA berukuran kecil miRNA dan siRNA yang berperan penting. Kedua RNA berukuran kecil ini dapat berikatan dengan RNA lain (yang komplementer dengan urutan basanya) sehingga mengganggu (meng-interferensi) proses yang melibatkan RNA tersebut, misalnya dengan mencegah terbentuknya protein/enzim. Peran penting interferensi RNA mencakup sistem pertahanan terhadap informasi genetik asing (dari virus dan transposon), mengatur proses perkembangan, dan dalam sejumlah aspek ekspresi gen lainnya.
Studi awal menunjukkan bahwa siRNA merupakan dupleks 21-26 nukleotida RNA dengan 2-nukleotida 3’ yang menggantung dan 5’ fosfat dan 3’ hidroksi sebagai terminal. 21-22 nt terlibat dalam degradasi mRNA dan memiliki ukuran yang lebih panjang, 24-26 nt mengarahkan metilasi DNA dan penghentian sistemik. Sebuah komponen RISC, domain PAZ dari Argonaute, memfasilitasi pengenalan siRNA dengan untai tunggal 3’ yang menggantung dengan bantuan enzim Dicer. Telah dikemukakan bahwa dupleks bergabung di prekursor RISC dan kemudian siRNA yang melepaskan ATP-dependent mengubah prekursor RISC menjadi RISC aktif. Rasio RISC mengandung untai antisense atau sense dari RNA yang ditentukan dengan kestabilan termodinamika dari pasangan basa 5’ terminal dari dupleks siRNA. Basa-basa di dekat ujung 5’ menyumbangkan energi pada pelekatan RNA, sedangkan pasangan basa yang dibentuk oleh pusat dan daerah 3’ dari siRNA menyediakan geometri berbentuk spiral yang dibutuhkan untuk katalisis. Domain PIWI pada Argonaute di RISC mempunyai kemiripan dengan ribonuklease H dengan sebuah motif aspartat-aspartat-glutamat yang dilindungi. Fosfat di antara nukleotida 11 dan 12 dari ujung 5’ mRNA jatuh mendekati pusat pembelahan RISC yang aktif.
miRNA yang matang merupakan endogen 22 nt RNA yang penting untuk mengarahkan mRNA dalam pembelahan atau represi translasi pada hewan dan tumbuhan. Molekul RNA yang pendek ini dihasilkan di sitoplasma Rnase III Dicer dari pre-miRNA yang berbentuk jepit rambut yang diproses oleh nuklir Rnase III Drosha. Residu 2-8 dari miRNA yang pertama berpasangan tepat dengan elemen daerah 3’ taktertranslasi  (UTR) dari RNA target. Endogen dari si RNA dan miRNA mempunyai kemiripan sehingga dua kelas dari RNA ini tidak dapat dibedakan dari komposisi kimia atau mekanisme kerjanya. Pada mamalia, siRNA dapat berfungsi seperti miRNA melalui represi ekspresi mRNA target dengan komplementer sebagian sampai kelipatan dari 3’ UTR. Daerah 5’ dari siRNA dan miRNA semuanya memainkan peran analogi dalam pengenalan target dan penggabungan RISC ke target RNA. Akan tetapi, perbedaan asal keduanya, perlindungan evolusioner, dan tipe gen yang dihentikan oleh keduanya telah diuraikan dengan jelas.
Pembentukan siRNA dimulai disitoplasma yang membelah menjadi dsRNA yang panjang oleh Dicer (multidomain enzim dari family RNase III). Sedangkan pembentukan miRNA dimulai di nucleus dimana secara endogenous dikode primer transkripsi awal miRNA (pre-miRNA) yang kemudian ditransport ke sitoplasma dan dipecah oleh Dicer. Pada tahap efektor, siRNA atau miRNA akan dirakit menjadi RNA-inducing silencing complexes (RICS). Aktivasi RICS mengandung satu single-standed (antisense) siRNA atau miRNA, yang memacu RISC ke mRNA target yang komplemen dengannya dan menginduksi pembelahan pada sisi spesifik pada mRNA. Sedangkan miRNA tidak menyebabkan degradasi pada gene komplemennya namun menyebabkan translation repression. Namun baik siRNA mauapun miRNA menghambat sintesis protein (Tang, 2005; Aiger, 2007; Lu dan Woodle, 2008)


Strategi untuk aplikasi RNAi
Terdapat beberapa cara untuk  aplikasi RNAi yaitu (1) tranfeksi RNAi ke sel,  dan RNAi yang ditranfeksi diharapkan akan menjadi RISC yang dapat mendegradasi mRNA target, (2)  melalui vektor plasmid,  pada nukleus diharapkan terjadi trankripsi shRNA atau pre-miRNA dan akan diproses dan diekpor ke sitoplasma menjadi RISC, (3) dengan vektor viral  DNA (Davidson dan Paulson, 2004). 

Dalam sistem aplikasi RNAi baik melalui siRNA maupun miRNA terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu dari ukuran RNAi, ukuran vektor, vektor yang digunakan, cara aplikasi, sistem proteksi agar siRNA yang dibawa tidak di degradasi, eliminasi, distribusi yang tidak spesifik, serta internalisasi (David et al., 2010).


Daftar Pustaka Tambahan
Aigner A. 2007. Applications Of Rna Interference: Current State And Prospects For Sirna-Based Strategies In Vivo. Appl Microbiol Biotechnol, 76:9–21.
Davidson, B.L., dan Paulson, H.L., 2004.  Molecular Medicine For The Brain: Silencing Of Disease Genes With Rna Interference. Lancet Neurol , 3: 145–149
David, S.,  Pitard, B.,  Benoît, J-P.,  Passirani, C.,  2010. Non-Viral Nanosystems For Systemic Sirna Delivery. Pharmacological Research. 62: 100–114
Lee, S-K., Dan Kumar, P., 2009. Conditional Rnai: Towards A Silent Gene Therapy.  Advanced Drug Delivery Reviews.  61:650–664
Love, T.M., Moffett, H.F., Dan Novine, C.D., 2008. Not Mir-Ly Small Rnas: Big Potential For Micrornas In Therapy.  J Allergy Clin Immunol. 121( 2 ): 309-319
Lu, PY., dan  Woodle, MC., 2008. Delivering Small Interfering Rna For Novel Therapeutics. Methods Mol Biol. 437:93–107.
Pekarik, V, 2005. Design Of Shrnas For Rnai—A Lesson From Pre-Mirna Processing: Possible Clinical Applications. Brain Research Bulletin 68:115–120
Tang G. Sirna dan  Mirna, 2005, An Insight Into RICSs. Trends Biochem Sci. 30:106–14.

Wednesday, April 19, 2017

Gen Editing

Terapi gen secara historis telah didefinisikan sebagai penambahan gen baru untuk sel manusia. Namun, munculnya teknologi gen editing telah menimbulkan paradigma baru di mana urutan genom manusia dapat dimanipulasi untuk mencapai efek terapeutik. Termasuk penyembuhan penyakit yang disebabkan mutasi, pengobatan dengan terapi gen, dan penghapusan gen atau urutan genom yang rusak.  Konsep terapi gen adalah menggantikan urutan DNA yang meyebabkan kecacatan dengan urutan DNA yang benar.  Tantangan dari teknoloi gen editing adalah keterbatasan untuk secara tepat mengontrol penyisipan materi genetik ke dalam sel, menjaga stabilitas gen saat pembelahan sel dan kemungkinan efek yang ditimbulkan masih tidak terduga. Selain itu gen yang terlalu besar tidak mudah untuk ditransfer oleh vekor yang tersedia. Namun demikian, kemajuan teknik penambahan gen eksogen telah banyak mengalami kemajuan dan menunjukkan hasil klinis yang menjanjikan sebagai salah satu teknik pengobatan.

MEKANISME GEN EDITING
Dasar untuk bidang gen editing adalah penemuan bahwa kerusakan DNA untai ganda (Double Strand Breaks/DSB) dapat digunakan untuk merangsang perbaikan sel secara endogen.
DNA biasanya diperbaiki melalui salah satu dari dua pathways utama perbaikan homolog (HDR) atau penggabungan akhir (NHEJ). Maria Jasin menunjukkan bahwa efisiensi perbaikan gen melalui rekombinasi homolog dalam sel mamalia bisa dirangsang lebih cepat oleh situs target DSB.   NHEJ berfungsi untuk perbaikan tanpa template melalui religasi langsung dari bagian ujung.  Jalur perbaikan ini rawan kesalahan dan sering menyebabkan penyisipan atau penghapusan (indels) di lokasi istirahat.

Gen Knockout/Mutasi
Bentuk paling sederhana dari gen editing memanfaatkan sifat rawan terjadinya kesalahan dari NHEJ untuk mengenali indels kecil di situs target. NHEJ klasik langsung mengikat DNA diproses akhir sedangkan alternatif NHEJ (Juga dikenal sebagai end microhomology-mediated and joining atau MMEJ). Aktif selama semua tahap siklus sel, kedua jalur NHEJ ini memperbaiki DNA dengan  mutagenesis, menghasilkan pembentukan indels di lokasi istirahat. Ketika situs target nuklease ditempatkan di daerah pengkode gen, indels yang dihasilkan sering menyebabkan frameshifts. Pada penyakit seperti Duchenne Muscular Dhystrophy (DMD), delesi mengakibatkan frameshifts dan kehilangan fungsi protein yang seharusnya dihasilkan, NHEJ diinduksi untuk digunakan untuk mengembalikan reading frame yang benar dari gen.
Penerapan yang paling umum mutagenesis adalah gen knockout (KO). Berbeda dengan tradisi terapi gen, yang terbatas pada penambahan eksogen urut ke dalam genom, penggunaan KO untuk menambahkan gen secara endogen merupakan peluang baru pengobatan terapi gen. Salah satu aplikasinya adalah untuk pengobatan penyakit Huntington. Penyakit ini disebabkan oleh pengulangan alel dari Gen huntingtin (HTT) yang menghasilkan protein HTT mutan yang beracun. Menghilangkan alel mutan dengan editing gen berbasis NHEJ bisa memberikan manfaat klinis untuk pasien Huntington. Metode ini juga diterapkan untuk pengobatan HIV.
Delesi Gen
Daripada langsung menargetkan pada genom manusia, KO gen dilakukan dengan bantuan virus. Metode NHEJ memungkinkan untuk menghapus segmen besar dari DNA. Pendekatan ini berguna untuk strategi terapi yang mungkin memerlukan penghapusan seluruh unsur genomik, seperti daerah penambah, sebagaimana untuk pengobatan hemoglobinopathies dengan penghapusan BCL11A eritroid.

Koreksi Gen
Koreksi gen NHEJ, dapat menginduksi editing gen yang tepat dengan merangsang HDR dengan template donor eksogen yang disediakan. Aktif selama fase S dan G2, HDR secara alami menggunakan kromatit sebagai template untuk perbaikan DNA. Urutan gen eksogen juga dapat digunakan sebagai template untuk proses perbaikan. Perbedaan urutan dalam template donor dapat dimasukkan ke dalam lokus endogen untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan mutasi. Vektor virus seperti lentivirus atau Virus Adeno Associated (AAV) juga dapat digunakan sebagai sumber DNA donor.

Insersi Gen
Meskipun terapi gen tradisional telah berhasil menggunakan vektor virus untuk memasukkan gen eksogen ke dalam genom, ketidakmampuan untuk mengontrol situs integrasi virus ini menimbulkan mutagenesis insersional. Penggunaan template donor, di mana penyisipan genetik yang diinginkan menggunakan urutan homolog identik dengan nuclease, memungkinkan lokasi spesifik penyisipan DNA melalui DSB diinduksi HDR. Target penyisipan gen terapi ke situs yang telah ditentukan dalam genom, mengurangi risiko insersional mutagenesis dan memungkinkan keberhasilan ekspresi gen lebih tinggi. Mekanisme alternatif untuk transgen adalah dengan menggunakan DSBs nuklease untuk membuat DNA kompatibel antara DNA donor dan situs endogen.

Zinc Finger Nucleases (ZFN)
Zinc finger (ZF) adalah protein faktor transkripsi yang jumlahnya melimpah dan Cys2 His2 domain zinc finger adalah salah satu yang paling umum ditemukan dalam genom manusia. Struktur kristal Zif268 sebagai dasar untuk memahami DNA ZFN. Dalam Kehadiran atom seng, domain zinc finger membentuk ββα struktur dengan α-helic masing-masing jari membuat kontak dengan 3 atau 4 bp dalam alur utama DNA.  Peneliti telah berhasil membuat rancangan ZFS bekerja dengan baik. Namun masih banyak yang harus dikembangkan, misalnya menggunakan OPEN untuk menyeleksi protein. Teknologi ZFN memungknkan  domain DNA dan cleavage domain dari FokI restriksi endonuklease bebas satu sama lain. Dengan mengganti FokI DNA binding domain dengan domain zinc finger, dapat  menghasilkan chimeric nucleases dengan pengikatan khusus. Awal percobaan menunjukkan bahwa DSBs diinduksi ZFN dapat digunakan untuk memodifikasi genom baik melalui NHEJ atau HDR .Teknologi l\telah berkembang digunakan untuk memodifikasi gen somatik manusia

TALENs
Penemuan TALE dari gen Xanthomonas sangat menarik untuk mendesain DNA binding protein. Asam amino TALE 33-35 mengulang setiap mengikat pasangan basa tunggal DNA dengan spesifisitas ditentukan oleh dua residu hypervariable. Struktur kristal DNA mengungkapkan bahwa setiap pengulangan membentuk struktur helix dihubungkan oleh sebuah loop yang menyajikan residu hypervariable ke dalam alur utama sebagai protein pembungkus di sekitar DNA dalam struktur superheliks. Juga mirip dengan ZFNs, Talens telah terbukti secara efisien menginduksi baik NHEJ dan HDR di somatik manusia.

Meganucleases
Teknologi meganuclease melibatkan spesifisitas pengikatan DNA endonucleases. Kelas terbesar dari endonuklease adalah keluarga LAGLIDADG, yang meliputi I-CreI Saya dan I-SceI.  Melalui kombinasi desain dan seleksi, endonuclease dapat direkayasa untuk menciptakan urutan baru. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa meganuklease dapat digunakan untuk mengedit genom DNA.

CRISPR / nucleases
CRISPR-Cas berasal dari sistem kekebalan tubuh yang berkembang pada bakteri untuk melawan invasi plasmid dan virus. Tiga komponen diperlukan untuk sistem CRISPR nuklease adalah Cas9 protein, crRNA dan tracrRN. Sistem ini dapat dikurangi menjadi dua komponen fusi dari crRNA dan tracrRNA menjadi panduan tunggal RNA (gRNA). Pembentukan heterodupleks DNA-RNA di situs target memungkinkan untuk pembelahan DNA target dengan Cas9-RNA kompleks. Berbeda dengan tiga sistem nuklease, CRISPR/Cas nucleases tidak memerlukan rekayasa protein baru untuk setiap situs target DNA. Lebih mudah dilakukan hanya dengan mengubah daerah pendek dari gRNA yang menentukan spesifisitas. Selain itu, karena protein Cas9 tidak secara langsung digabungkan ke gRNA, sistem dapat digunakan bersamaan dengan gRNAs untuk menginduksi DSBs di beberapa lokus.

APLIKASI GENE TERAPI
Kemampuan untuk memanipulasi setiap urutan genom dengan mengedit gen telah menciptakan beragam kesempatan untuk mengobati banyak penyakit berbeda

Antivirus
Aplikasi yang paling sederhana dari editing gen adalah dengan menggunakan mekanisme NHEJ untuk Knockout (KO) gen dalam terapi sel secara ex vivo, di mana sel-sel somatik dapat diisolasi, dimodifikasi, dan transfer kembali ke pasien. Mekanisme yang paling canggih adalah modifikasi sel T secara ex vivo untuk melumpuhkan CCR5 coreceptor digunakan untuk HIV. Studi awal ini menunjukkan penurunan viral load dan peningkatan jumlah CD4+ T-sel pada tikus yang terinfeksi HIV di mana gen CCR5 telah digantikan oleh nucleases zinc finger. Hasil yang sama pada editing gen dan transplantasi CD34+ HSCS ke tikus yang telah di iradiasi, memungkinkan untuk melindungi keturunan dari infeksi HIV CCR5-tropik. Telah dilakukan serangkaian uji klinis uji positif HIV pada pasien manusia. Sejauh ini hasil penelitian menunjukkan metode gen editing dapat dilakukan bagi pasien manusia.
Data dari penelitian ini menunjukkan efikasi klinis yang lebih besar pada pasien yang heterozigot. Pengendalian virus HIV dilakukan dengan pengembangan strategi menggunakan gen editing mirip dengan KO CCR5  dengan Talens, CRISPR/Cas9 dan meganucleases. Penelitian lain telah berkembang dengan menargetkan CCR5 untuk meningkatkan daya tahan terhadap infeksi HIV. Termasuk sasaran dari coreseptor CXCR4 232 atau PSIP1 yang mengkode LEDGF/protein p75 yang dibutuhkan untuk integrasi HIV. Selain virus HIV juga telah diterapkan untuk berbagai virus lainnya  termasuk virus hepatitis B, virus herpes, dan virus papiloma manusia.  Strategi ini biasanya melibatkan menghapus genom virus dengan degradasi berikut.

Cancer Immunotherapy
Cancer immunotherapy telah diakui sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam penelitian biomedis dalam beberapa tahun terakhir. Secara khusus, mengadopsi imunoterapi T-sel, di mana sel T direkayasa untuk menyerang antigen kanker secara ex vivo dan ditransfer kembali ke pasien, telah mampu mengobati beberapa kasus limfoma, leukemia, dan melanoma. Meskipun keberhasilan dan uji klinis yang menjanjikan sedang berlangsung, ada beberapa daerah di mana imunoterapi T-sel bisa ditingkatkan dengan gen editing. Strategi untuk imunoterapi melibatkan rekayasa sel T untuk mengekspresikan reseptor sintetis yang dikenal sebagai reseptor antigen chimeric atau CAR pada sel kanker. Tantangan utama untuk pengembangan immunoterapi sel T dapat adalah kebutuhan untuk menggunakan sel autologous untuk menghindari penolakan kekebalan tubuh. Untuk mengatasi hal ini, gen editing menggunakan untuk KO pada antigen leukosit manusia (HLA) oleh sistem kekebalan tubuh.
Pendekatan ini mungkin berguna untuk allogeneic terapi sel luar imunoterapi T-sel. Sebagai contoh, pendekatan yang telah diterapkan dalam sel pluripoten manusia memiliki kegunaan yang beragam dalam pengobatan regeneratif serta di sel endotel yang dapat digunakan untuk cangkok pembuluh darah alogenik. Hambatan utama untuk imunoterapi sel T adalah penghambatan fungsi efektor sel T oleh ekspresi inhibitor pos pemeriksaan di permukaan sel-sel tumor.
Sebagai contoh, pengikatan inhibitor PD-1 reseptor pada sel T untuk memblokir fungsi efektor sel T dan menginduksi apoptosis. PD-1 reseptor terhambat sehingga sel-sel kanker berhasil menghindari sistem kekebalan tubuh. Sebagai strategi untuk mengatasi hal ini, editing gen telah digunakan untuk KO
PD-1 dalam sel T,
mengarah ke peningkatan fungsi efektor sel T.

Gangguan Hematologi
Uji klinis terapi gen pertama Therapiutik Adenosin Deaminase (ADA) transgen sel-sel T untuk mengobati anak-anak dengan immunodefisiensi (ADA-SCID) dan kemudian pengobatan SCID X-linked (X-SCID) oleh pengiriman gen retroviral untuk CD34+ hematopoietik sel induk (HSCS). Fokus awal terapi gen ex vivo untuk immunodeficiency didasarkan pada kebutuhan untuk mengembangkan pengobatan serta memanfaatkan metode untuk pengiriman gen retroviral. Contoh pertama dari koreksi gen endogen dalam sel manusia difokuskan pada reseptor IL2 rantai gamma yang bermutasi di X-SCID. Koreksi di CD34 + HSCS sebagai alat gen editing juga telah dikembangkan untuk memperbaiki mutasi gen yang terkait dengan ADA-SCID  dan SCID radiosensitive, disebabkan oleh gangguan DNA-dependent kinase protein (DNA-PK).
Pembentukan editing gen di CD34+ HSCS dan sel pluripotent manusia telah memberikan pilihan baru untuk mengobati gangguan hematologi, termasuk penyakit sel sabit, yang disebabkan oleh mutasi titik E6V tertentu di β-globin, dan β thalassemia, yang disebabkan oleh jenis mutasi ke β-globin. Mutasi globin diperbaiki dengan mengedit gen kedua di iPSCs manusia. Gen editing untuk terapi sel eritroid dan inaktivasi enhancer dengan mengedit gen menyebabkan penekanan BCL11A dan peningkatan regulasi γ-globin hanya dalam sel erythroid. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai mekanisme terapi untuk penyakit sel sabit dan thalassemia.

Editing Gen Hati
Target koreksi gen dalam hati memiliki potensi untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk gangguan pembekuan hemofilia A dan hemofilia B, termasuk penyakit Fabry, penyakit Gaucher, Pompe, von Gierke, Hurler dan Hunter sindrom. Namun, masing-masing populasi pasien relatif kecil dan jenis mutasi untuk setiap gen yang terlibat dalam penyakit ini berbeda. Permasalahan yang masih muncul apakah koreksi gen dapat dicapai untuk mencapai keberhasilan terapi jika didorong oleh promotor endogen alami yang sesuai untuk setiap gen. Pendekatan untuk mengatasi masalah ini adalah integrasi gen terapeutik ke albumin lokus hilir promotor albumin endogen. Pendekatan ini telah efektif digunakan pada tikus berbasis AAV donor homolog template untuk mengobati hemofilia tanpa nucleases 71 dan dengan ZFNs yang mungkin untuk meningkatkan penargetan efisiensi.
Munculnya CRISPR sistem/Cas9 memungkinkan teknoologi gen editing untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Editing gen dengan CRISPR/Cas9 menggunakan tikus dengan injeksi melalui vena plasmid DNA ke tikus. Meskipun secara keseluruhan efisiensi gen editing yang relatif rendah (0,4%), model ini memungkinkan untuk pemilihan koreksi sel.
PCSK9 mengkode proteinase. Penurunan tingkat LDLR menyebabkan metabolisme yang lebih rendah pada kolesterol LDL (LDL-C), peningkatan LDL-C, dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Penemuan variasi genetik alami yang mengarah ke aktivitas tinggi atau rendah dan kadar kolesterol yang sesuai telah menyebabkan ketertarikan pada PCSK9 blocking untuk menurunkan kolesterol. Dua studi yang berbeda telah menunjukkan bahwa pengobatan tunggal dari Cas9 dan PCSK9 bertarget gRNA diberikan ke hati dapat kadar kolesterol.
Selain editing gen dalam hati, juga digunakan untuk diferensiasi sel-sel pluripotent manusia menjadi fungsi hepatosit untuk sebagai alternatif koreksi sel. Sebagai contoh, α-1-Antitrypsin dikoreksi oleh editing gen di iPSCs manusia dan kemudian dibedakan menjadi sel-sel hati yang menunjukkan pemulihan gen. Meskipun jenis produk berbasis sel mungkin secara signifikan lebih kompleks daripada obat berbasis virus, penelitian ini memungkinkan untuk analisi genom yang komprehensif.

Gangguan
Neurotransmitter
Kemajuan dalam pengiriman gen dan transplantasi sel ke pusat sistem saraf, otot rangka dan jantung memungkinkan terapi sel digunakan pada banyak gangguan neuromuscular, termasuk DMD, atrofi otot, ataksia, Huntington, dan amyotrophic lateral sclerosis (ALS).  DMD disebabkan oleh mutasi pada gen distrofin, yang paling sering adalah delesi yang menggeser fragmen gen keluar dari frame dan membuat produk protein nonfungsional. Karena coding urutan gen distrofin sangat besar (14 kb), tidak dapat dikemas menjadi vektor pengiriman virus. Meskipun pemotongan mini gene telah dikembangkan untuk menjadi vektor virus, hanya sebagian yang fungsional dibandingkan dengan itu gen yang utuh dan kemampuan mereka untuk membalikkan penyakit manusia masih harus diteliti lagi. Teknologi genom editing dalam sel kultur dari pasien DMD menunjukkan disfungsi trophin atau restorasi ekspresi protein distrofin.
Untuk mengembangkan menjadi suatu pendekatan yang berpotensi diterapkan secara klinis untuk pasien DMD, penelitian terbaru telah memasukkan yang CRISPR sistem/Cas9 ke vektor AAV dengan tropisme untuk otot jantung.   Telah diuji pada tikus dengan diiterapkan secara lokal melalui intramuscular atau sistemik melalui injeksi intravena untuk  DMD, editing gen oleh CRISPR / Cas9. Satu studi menunjukkan editing gen Pax7-positif sel progenitor otot yang dapat bertindak sebagai sumber terbarukan sel di mana gen distrofin telah diperbaiki. Pendekatan translasi ini dilakukan editing gen di otot rangka dengan adenoviral dan koreksi mutasi distrofin di single-cell embrio tikus  untuk membalikkan gejala penyakit.

Gangguan Kulit
Pengembangan cangkok kulit dari autologus dan sel alogenik, termasuk sel-sel iPS, menciptakan kemungkinan baru untuk mengobati penyakit genetik yang mempengaruhi kulit. Sebagai contoh, resesif distrofik epidermolisis bulosa adalah penyakit yang disebabkan oleh mutasi pada gen pengkodean jenis kolagen VII. Kemungkinan dapat diobati dengan memperbaiki sel-sel pasien dengan genom editing dan menggunakan sel-sel untuk cangkok kulit. Dalam satu penelitian, mutasi pada gen kolagen tipe VII yang dikoreksi dalam fibroblas pasien kemudian  diprogram untuk sel iPS yang dapat digunakan untuk membentuk struktur kulit secara in vivo. Studi lain juga mengoreksi mutasi penyebab penyakit dalam sel iPS pasien, dan menggunakan sel-sel ini untuk menghasilkan epitel keratinosit.

Gangguan Mata
Telah dilakukan uji klinis untuk pengobatan Leber Congenital Amaurosis tipe 2 (LCA2) dan telah mendorong penelitian retina menggunakan bidang terapi gen. Menggunakan injeksi subretinal dari AAV encoding gen RPE65. LCA adalah penyebab utama dari kebutaan dan disebabkan oleh mutasi pada setidaknya 18 gen berbeda. LCA10, bentuk paling umum dari LCA, disebabkan oleh mutasi pada sekitar 7,5 KB CEP290 gen dan karena itu pendekatan dengan terapi gen standar digunakan untuk LCA2 tidak disetujui karena ukuran besar. S. Aureus Cas9 digunakan untuk menghapus sebuah daerah intronic di CEP290 gen yang mengandung mutasi dan menciptakan situs yang mengganggu urutan gen coding. Penghapusan daerah intronic ini dipulihkan ekspresi CEP290 yang tepat.


Gangguan Pernafasan
Cystic fibrosis disebabkan oleh mutasi CFTR channel. Hilangnya fungsi ini menyebabkan disfungsi transportasi cairan epitel di beberapa organ. Khususnya, hilangnya cairan transportasi cairan lender dalam paru-paru dan terjadinya infeksi sehingga menyebabkan infeksi saluran napas. Editing gen telah digunakan untuk memperbaiki mutasi CFTR di sel induk usus pasien dan sel-sel iPS yang bisa dibedakan menjadi sel-sel epitel. Tantangan bagi terapi gen dan gen editing untuk cystic fibrosis adalah pengiriman gen yang efisien untuk epitel paru-paru.

Antimikroba
Disamping mengubah genom manusia penelitian mengenai gen editing juga dikembangkan untuk menyerang bakteri pathogen. Studi terbaru menunjukkan bukti pendekatan menggunakan CRISPR/Cas9 untuk menghilangkan bakteri dalam tikus dan infeksi larva ngengat, serta selektif menghilangkan plasmid dan populasi bakteri. Strategi alternatif ini untuk mengubah sistem CRISPR dengan pengiriman crRNAs, seperti yang baru-baru ini dilakukan untuk menghapus selektif strain bakteri dengan sistem CRISPR tipe I. Pilihan sistem tipe I adalah penting mengingat bahwa enzim CAS3 tipe I sistem memiliki aktivitas exonuclease yang dapat memfasilitasi DNA. tipe II CRISPR/Cas9 hanya memotong DNA.


KESIMPULAN DAN ARAH MASA DEPAN
Kemajuan luar biasa telah dibuat dalam mengatasi tantangan terapi gen konvensional dengan mengembangkan teknologi baru untuk dari genom manusia. Hal ini telah membantu mengatasi beberapa kendala yang telah melanda bidang gen terapi selama beberapa dekade. Hal yang masih menjadi kendala adalah mengenai keselamatan dan pengiriman. Dalam hal ini, kemajuan pesat sedang dibuat baik untuk meningkatkan spesifisitas alat genom editing dan meningkatkan sensitivitas untuk menilai kekhususan genome yang luas.
Banyak keberhasilan praklinis yang Studi terakhir di sini, serta perkembangan genom editing dalam uji klinis, merupakan sumber optimisme yang signifikan untuk masa depan bidang ini. Kemajuan pesat di lapangan kemungkinan akan terus berlanjut menghasilkan teknologi baru yang akan memperluas lingkup genom editing. Alternatif gen editing, tidak bergantung pada DSB, sistem CRISPR adalah alternatif. Kesimpulan, editing genom telah mengubah definisi gen dan terapi sel dan telah menjadi faktor kunci dalam bidang ini, tetapi membutuhkan banyak penelitian untuk dapat diterapkan pada manusia.