Hari ini aku lihat seorang ibu-ibu pengemis. Dari pada disebut ibu-ibu, sebenarnya lebih cocok jika disebut dengan nenek. Karena dilihat secara fisik dia sudah tua. Pakai kerudung dan bawa sebuah tas dan karung yang lusuh sama seperti bajunya. Juga sebuah tongkat untuk membantu berjalan atau mengorek sampah. Entahlah aku tidak tahu pasti. Aku mengambil uang seribu dan aku berikan pada ibu itu dari balik pintu kos. Dia berjalan tertatih mendekatiku.
Saturday, December 24, 2011
Friday, December 23, 2011
LIFE (What Do You Think About Life?)
Hidup. Kata sederhana namun kadang orang bingung bagaimana memaknai dan menjalankannya. Seseorang mengatakan kepadaku bahwa hidup itu mahal. Kalimat itu terus melekat di otakku. Menurutku hidup itu buka cuma mahal, hidup itu mahal, sulit tapi indah. Sulit kerena tidak mudah menjalaninya dengan terus memaksimalkan kebaikan dan manfaat. Selalu ada godaan dan dosa. Namun hidup itu juga indah.
Tuesday, November 29, 2011
Perlunya Pengenalan dan Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Obat Indonesia
B. Pendahuluan
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya (Wijayakusuma, 2000). Berbagai macam penyakit dan keluhan ringan maupun berat dapat diobati dengan memanfaatkan ramuan dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang mudah diperoleh di sekitar pekarangan rumah dan hasilnya pun cukup memuaskan.
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya (Wijayakusuma, 2000). Berbagai macam penyakit dan keluhan ringan maupun berat dapat diobati dengan memanfaatkan ramuan dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang mudah diperoleh di sekitar pekarangan rumah dan hasilnya pun cukup memuaskan.
Sunday, November 27, 2011
Pheretima sp.
BAB I
PENDAHULUAN
Annelida (dalam bahasa latin, annulus = cincin) atau cacing gelang adalah kelompok cacing dengan tubuh bersegmen. Berbeda dengan Platyhelminthes dan Nemathelminthes, Annelida merupakan hewan tripo-blastik yang sudah memiliki rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana (Bawa, 1993).
Ciri tubuh
Ukuran dan bentuk tubuh Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m.Contoh annelida yang panjangnya 3 m adalah cacing tanah Australia.Bentuk tubuhnya simetris bilateral dan bersegmen menyerupai cincin. Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya.Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa (Bawa, 1993).
Rongga tubuh Annelida berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal).Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan anus.Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup.Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah.Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh (Budiarti, 1992).
Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali.Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior.Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor.Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran.Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh.Nefrotor merupa-kanpori permukaan tubuh tempat kotoran keluar.Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya. Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit dengan menempel pada vertebrata, termasuk manusia.Habitat annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau tempat-tempat lembab. Annelida hidup diberbagai tempat dengan membuat liang sendiri (Khoeruddin, 2000).
Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembantukan gamet. Namun ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang kemudian beregenerasi.Organ seksual annelida ada yang menjadi satu dengan individu (hermafrodit) dan ada yang terpisah pada individu lain (gonokoris) (Budiarti, 1992).
Klasifikasi
Annelida dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Polychaeta (cacing berambut banyak), Oligochaeta (cacing berambut sedikit), dan Hirudinea.
1. Polychaeta
Polychaeta (dalam bahasa yunani, poly = banyak, chaetae = rambut kaku) merupakan annelida berambut banyak.Tubuh Polychaeta dibedakan menjadi daerah kepala (prostomium) dengan mata, antena, dan sensor palpus. Polychaeta memiliki sepasang struktur seperti dayung yang disebut parapodia (tunggal = parapodium) pada setiap segmen tubuhnya.Fungsi parapodia adalah sebagai alat gerak dan mengandung pembuluh darah halus sehingga dapat berfungsi juga seperti insang untuk bernapas.Setiap parapodium memiliki rambut kaku yang disebut seta yang tersusun dari kitin. Contoh Polychaeta yang sesil adalah cacing kipas (Sabellastarte indica) yang berwarna cerah.Sedangkan yang bergerak bebas adalah Nereis virens, Marphysa sanguinea, Eunice viridis(cacing palolo), dan Lysidice oele(cacing wawo) (Khoeruddin, 2000).
2. Oligochaeta
Oligochaeta (dalam bahasa yunani, oligo = sedikit, chaetae = rambut kaku) yang merupakan annelida berambut sedikit.Oligochaeta tidak memiliki parapodia, namun memiliki seta pada tubuhnya yang bersegmen.Contoh Oligochaeta yang paling terkenal adalah cacing tanah.Jenis cacing tanah antara lain adalah cacing tanah Amerika (Lumbricus terrestris), cacing tanah Asia (Pheretima), cacing merah (Tubifex), dan cacing tanah raksasa Australia (Digaster longmani).Cacing ini memakan oarganisme hidup yang ada di dalam tanah dengan cara menggali tanah.Kemampuannya yang dapat menggali bermanfaat dalam menggemburkan tanah.Manfaat lain dari cacing ini adalah digunakan untuk bahan kosmetik, obat, dan campuran makan berprotein tinggi bagi hewan ternak (Khoeruddin, 2000).
3. Hirudinea
Hirudinea merupakan kelas annelida yang jenisnya sedikit. Hewan ini tidak memiliki arapodium maupun seta pada segmen tubuhnya.Panjang Hirudinea bervariasi dari 1 – 30 cm.Tubuhnya pipih dengan ujung anterior dan posterior yang meruncing. Pada anterior dan posterior terdapat alat pengisap yang digunakan untuk menempel dan bergerak.Sebagian besar Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya.Inangnya adalah vertebrata dan ptermasuk manusia (Budiarti, 1992).
Hirudinea parasit hidup denga mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput.Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet) dan hirudo (lintah). Saat merobek atau membuat lubang, lintah mengeluarkan zat anestetik (penghilang sakit), sehingga korbannya tidak akan menyadari adanya gigitan.Setelah ada lubang, lintah akan mengeluarkan zat anti pembekuan darah yaitu hirudin. Dengan zat tersebut lintah dapat mengisap darah sebanyak mungkin (Bawa, 1993).
Pheretima sp. adalah nama yang umum digunakan untuk kelompok Oligochaeta, yang kelas dan subkelasnya tergantung dari penemunya dalam filum Annelida. Cacing tanah jenis Pheretima sp. segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung (Khoeruddin, 2000).
Cacing tanah merupakan makhluk yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanan mereka sejak fase awal evolusi, oleh sebab itu mereka selalu dapat menghadapi invasi mikroorganisme patogen di lingkungan mereka.Penelitian yang telah berlangsung selama 50 tahun menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan humoral dan selular mekanisme. Telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah mengandung lebih dari 40 protein (Khoeruddin, 2000).
BAB II
ISI
A. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Oligochaeta
Order : Ophistopora
Family : Megascolecidae
Genus : Pheretima
Species : Pheretima sp. (Budiarti, 1992).
B. Habitat Cacing Tanah
Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah memerlukan kelembabancukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak rusakyaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15oC-25oC (Putra, 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan cacing tanah:
Pengaruh pH
Cacing tanah memiliki sistem pencernaan yang kurang sempurna, karena sedikitnya enzim pencernaan. Oleh karena itu cacing tanah memerlukan bantuan bakteri untuk merubah/memecahkan bahan makanan. Aktivitas bakteri yang kurang dalam makanannya menyebabkan cacing tanah kekurangan makanan dan akhirnya mati karena tidak ada yang membantu pencernaan senyawa karbohidrat dan protein. Namun bila makanan terlalu asam sehingga aktivitas bakteri berlebihan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembengkakan tembolok cacing tanah dan berakhir dengan kematian pula. Keadaan makanan atau lingkungan yang terlalu basah, mengakibatkan cacing tanah kelihatan pucat dan kemudian mati. Untuk pertumbuhan yang baik dan optimal diperlukan pH antara 6,0 sampai 7,2 (Putra, 1999).
Pengaruh kelembaban
Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penting untuk menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar antara 15 - 30 %). Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan kelembaban di permukan tubuh dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Cacing yang terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Kekeringan yang berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke lingkungan yang lebih cocok (Putra, 1999).
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15% sampai 30% (Putra, 1999).
Pengaruh Suhu
Suhu yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan mempengaruhi proses-proses fisiologis seperti pernafasan, pertumbuhan, perkembangbiakan dan metabolisme. Suhu rendah menyebabkan kokon sulit menetas. Suhu yang hangat (sedang) menyebabkan cepat menetas dan pertumbuhan cacing tanah setra perkembangbiakannya akan berjalan sempurna. Suhu yang baik antara 15oC-25oC. Suhu yang lebih tinggi dari 25oC masih baik asalkan ada naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal (Putra, 1999).
C. Ciri Morfologi
Cacing tanah jenis Pheretima sp. segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima sp. antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung (Kimball, 1998).
Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot.
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal) (Kimball, 1998).
D. Struktur anatomi dan fisiologis
Sistem pencernaan
Sistem pencernaan cacing tanah sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), kelenjar kalsiferous usus, dan anus. Proses pencernaan dibantu oleh enzim - enzim yang dikeluarkan oleh getah pencernaan secara ekstrasel. Makanan cacing tanah berupa daun-daunan serta sampah organik yang sudah lapuk. Cacing tanah dapat mencerna senyawa organik tersebut menjadi molekul yang sederhana yang dapat diserap oleh tubuhnya. Sisa pencernaan makanan dikeluarkan melalui anus (Kimball, 1998).
Sistem peredaran darah
Cacing tanah mempunyai alat peredaran darah yang terdiri atas pembuluh darah punggung, pembuluh darah perut dan lima pasang lengkung aorta. Lengkung aorta berfungsi sebagai jantung. Cacing tanah memiliki sistem peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esopagus berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior (Wiryono, 2006).
Sistem ekskresi
Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka pori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya (Wiryono, 2006).
Sistem gerak
Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen dan memiliki struktur organ-organ sederhana, yang justru menyebabkan cacing tanah dapat terus beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Cacing tanah tidak memiliki alat gerak seperti kaki dan tangan, otot badannya yang memanjang (longitudinal) dan otot badannya yang melingkar tebal (sirkuler) ternyata sangat berguna untuk pergerakan (Wiryono, 2006).
Kontraksi otot longitudinal menebabkan tubuh cacing tanah bisa memanjang dan memendek. Sedangkan kontraksi otok sirkuler menyebabkan tubuh cacing tanah mengembang dan mengkerut. Sinkronisasi kontraksi kedua jenis otot ini menimbulkan gaya gerak kedepan. Kalau diperhatikan kelihatan lemah, tetapi sebetulnya tidak demikian, cacing tanah termasuk relatif kuat karena dengan susunan otot yang melingkar dan memanjang cacing tanah dapat menembus tanah. Cacing tanah dapat mendorong suatu benda atau batu kecil yang 60x lebih berat dari tubuhnya sendiri, tetapi bila tidak dapat didorong, tanah itu akan dimakannya dan setelah itu bersama-sama kotoran dikeluarkan atau disembulkan melalui anus (Sayuti, 1999).
Cacing tanah juga mempunyai struktur pembantu pergerakan yang disebut seta, fungsinya adalah sebagai jangkar supaya lebih kokoh pada tempat bergeraknya. Bila seekor cacing tanah ditarik dari lubangnya, tubuhnya akan putus. Hal ini disebabkan karen daya lekat seta. Alat bantu lainnya adalah lendir yang dihasilkan oleh kelenjar lendir pada epidermisnya. Lendir (mucus) ini terus diproduksi untuk melapisi seluruh tubuhnya, supaya lebih mudah bergerak ditempat-tempat yang kasar, misalnya pada daun-daun dan ranting-ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai untuk memperlicin saluran atau lubang didalam tanah, sehingga leluasa bergerak didalam lubang (Sayuti, 1999).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Tubuh cacing tanah bersegmen-segmen dan dalam tubuhnya dapat dijumpai adanya sistem pencernaan, sirkulasi, reproduksi, ekskresi, saraf, pernafasan yang cukup kompleks.
2) Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, dan banyak senyawa organiknya dengan pH 6-7,2, kelembabab 15% - 30% serta suhu 15oC-25oC.
3) Prilaku yang umum dijumpai pada cacing tanah adalah prilaku makan, prilaku kawin, pergerakan, prilaku membuang kotoran serta prilaku melindungi diri dari pemangsa/predator.
B. Saran
Dala penelitian ini penulis menganalisis data secara sederhana berdasarkan referensi atau mengacu pada sumber pustaka. Sehingga untuk menerangkan morfologi, anatomi, dan fisiologi cacing tanah secara lebih mendalam perlu diteliti tentang beberapa aspek terkait hal tersebut.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Bawa, Wayan. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Singaraja : STKIP Singaraja.
Bawa, Wayan. 1998. Ilmu Tingkah Laku Hewan (Etologi). Singaraja : IKIP Negeri Singaraja.
Budiarti, Asiani. 1992. Cacing Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Khoeruddin, I. 1999. Banyak Yang Tergiur Menjadi Jutawan Cacing. Jakarta : Penebar Swadaya
Kimball, John W. 1998. Biologi Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Putra. F.A. 1999. Hidup Bersama Cacing. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sayuti, Fahri. 1999. Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah. Bandung : Pusat Latihan Dan Pengembangan Cacing Tanah.
Wiryono. 2006. Pengaruh Pemberian Serasah Dan Cacing Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman Lamtoro Dan Turi Pada Media Tanam Tanah Bekas Penambangan Batu Bara. Bengkulu : Universitas Bengkulu.
PENDAHULUAN
Annelida (dalam bahasa latin, annulus = cincin) atau cacing gelang adalah kelompok cacing dengan tubuh bersegmen. Berbeda dengan Platyhelminthes dan Nemathelminthes, Annelida merupakan hewan tripo-blastik yang sudah memiliki rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana (Bawa, 1993).
Ciri tubuh
Ukuran dan bentuk tubuh Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m.Contoh annelida yang panjangnya 3 m adalah cacing tanah Australia.Bentuk tubuhnya simetris bilateral dan bersegmen menyerupai cincin. Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya.Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa (Bawa, 1993).
Rongga tubuh Annelida berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal).Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan anus.Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup.Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah.Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh (Budiarti, 1992).
Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali.Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior.Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor.Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran.Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh.Nefrotor merupa-kanpori permukaan tubuh tempat kotoran keluar.Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya. Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit dengan menempel pada vertebrata, termasuk manusia.Habitat annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau tempat-tempat lembab. Annelida hidup diberbagai tempat dengan membuat liang sendiri (Khoeruddin, 2000).
Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembantukan gamet. Namun ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang kemudian beregenerasi.Organ seksual annelida ada yang menjadi satu dengan individu (hermafrodit) dan ada yang terpisah pada individu lain (gonokoris) (Budiarti, 1992).
Klasifikasi
Annelida dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Polychaeta (cacing berambut banyak), Oligochaeta (cacing berambut sedikit), dan Hirudinea.
1. Polychaeta
Polychaeta (dalam bahasa yunani, poly = banyak, chaetae = rambut kaku) merupakan annelida berambut banyak.Tubuh Polychaeta dibedakan menjadi daerah kepala (prostomium) dengan mata, antena, dan sensor palpus. Polychaeta memiliki sepasang struktur seperti dayung yang disebut parapodia (tunggal = parapodium) pada setiap segmen tubuhnya.Fungsi parapodia adalah sebagai alat gerak dan mengandung pembuluh darah halus sehingga dapat berfungsi juga seperti insang untuk bernapas.Setiap parapodium memiliki rambut kaku yang disebut seta yang tersusun dari kitin. Contoh Polychaeta yang sesil adalah cacing kipas (Sabellastarte indica) yang berwarna cerah.Sedangkan yang bergerak bebas adalah Nereis virens, Marphysa sanguinea, Eunice viridis(cacing palolo), dan Lysidice oele(cacing wawo) (Khoeruddin, 2000).
2. Oligochaeta
Oligochaeta (dalam bahasa yunani, oligo = sedikit, chaetae = rambut kaku) yang merupakan annelida berambut sedikit.Oligochaeta tidak memiliki parapodia, namun memiliki seta pada tubuhnya yang bersegmen.Contoh Oligochaeta yang paling terkenal adalah cacing tanah.Jenis cacing tanah antara lain adalah cacing tanah Amerika (Lumbricus terrestris), cacing tanah Asia (Pheretima), cacing merah (Tubifex), dan cacing tanah raksasa Australia (Digaster longmani).Cacing ini memakan oarganisme hidup yang ada di dalam tanah dengan cara menggali tanah.Kemampuannya yang dapat menggali bermanfaat dalam menggemburkan tanah.Manfaat lain dari cacing ini adalah digunakan untuk bahan kosmetik, obat, dan campuran makan berprotein tinggi bagi hewan ternak (Khoeruddin, 2000).
3. Hirudinea
Hirudinea merupakan kelas annelida yang jenisnya sedikit. Hewan ini tidak memiliki arapodium maupun seta pada segmen tubuhnya.Panjang Hirudinea bervariasi dari 1 – 30 cm.Tubuhnya pipih dengan ujung anterior dan posterior yang meruncing. Pada anterior dan posterior terdapat alat pengisap yang digunakan untuk menempel dan bergerak.Sebagian besar Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya.Inangnya adalah vertebrata dan ptermasuk manusia (Budiarti, 1992).
Hirudinea parasit hidup denga mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput.Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet) dan hirudo (lintah). Saat merobek atau membuat lubang, lintah mengeluarkan zat anestetik (penghilang sakit), sehingga korbannya tidak akan menyadari adanya gigitan.Setelah ada lubang, lintah akan mengeluarkan zat anti pembekuan darah yaitu hirudin. Dengan zat tersebut lintah dapat mengisap darah sebanyak mungkin (Bawa, 1993).
Pheretima sp. adalah nama yang umum digunakan untuk kelompok Oligochaeta, yang kelas dan subkelasnya tergantung dari penemunya dalam filum Annelida. Cacing tanah jenis Pheretima sp. segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung (Khoeruddin, 2000).
Cacing tanah merupakan makhluk yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanan mereka sejak fase awal evolusi, oleh sebab itu mereka selalu dapat menghadapi invasi mikroorganisme patogen di lingkungan mereka.Penelitian yang telah berlangsung selama 50 tahun menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan humoral dan selular mekanisme. Telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah mengandung lebih dari 40 protein (Khoeruddin, 2000).
BAB II
ISI
A. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Oligochaeta
Order : Ophistopora
Family : Megascolecidae
Genus : Pheretima
Species : Pheretima sp. (Budiarti, 1992).
B. Habitat Cacing Tanah
Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah memerlukan kelembabancukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak rusakyaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15oC-25oC (Putra, 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan cacing tanah:
Pengaruh pH
Cacing tanah memiliki sistem pencernaan yang kurang sempurna, karena sedikitnya enzim pencernaan. Oleh karena itu cacing tanah memerlukan bantuan bakteri untuk merubah/memecahkan bahan makanan. Aktivitas bakteri yang kurang dalam makanannya menyebabkan cacing tanah kekurangan makanan dan akhirnya mati karena tidak ada yang membantu pencernaan senyawa karbohidrat dan protein. Namun bila makanan terlalu asam sehingga aktivitas bakteri berlebihan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembengkakan tembolok cacing tanah dan berakhir dengan kematian pula. Keadaan makanan atau lingkungan yang terlalu basah, mengakibatkan cacing tanah kelihatan pucat dan kemudian mati. Untuk pertumbuhan yang baik dan optimal diperlukan pH antara 6,0 sampai 7,2 (Putra, 1999).
Pengaruh kelembaban
Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penting untuk menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar antara 15 - 30 %). Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan kelembaban di permukan tubuh dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Cacing yang terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Kekeringan yang berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke lingkungan yang lebih cocok (Putra, 1999).
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15% sampai 30% (Putra, 1999).
Pengaruh Suhu
Suhu yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan mempengaruhi proses-proses fisiologis seperti pernafasan, pertumbuhan, perkembangbiakan dan metabolisme. Suhu rendah menyebabkan kokon sulit menetas. Suhu yang hangat (sedang) menyebabkan cepat menetas dan pertumbuhan cacing tanah setra perkembangbiakannya akan berjalan sempurna. Suhu yang baik antara 15oC-25oC. Suhu yang lebih tinggi dari 25oC masih baik asalkan ada naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal (Putra, 1999).
C. Ciri Morfologi
Cacing tanah jenis Pheretima sp. segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima sp. antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung (Kimball, 1998).
Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot.
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal) (Kimball, 1998).
D. Struktur anatomi dan fisiologis
Sistem pencernaan
Sistem pencernaan cacing tanah sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), kelenjar kalsiferous usus, dan anus. Proses pencernaan dibantu oleh enzim - enzim yang dikeluarkan oleh getah pencernaan secara ekstrasel. Makanan cacing tanah berupa daun-daunan serta sampah organik yang sudah lapuk. Cacing tanah dapat mencerna senyawa organik tersebut menjadi molekul yang sederhana yang dapat diserap oleh tubuhnya. Sisa pencernaan makanan dikeluarkan melalui anus (Kimball, 1998).
Sistem peredaran darah
Cacing tanah mempunyai alat peredaran darah yang terdiri atas pembuluh darah punggung, pembuluh darah perut dan lima pasang lengkung aorta. Lengkung aorta berfungsi sebagai jantung. Cacing tanah memiliki sistem peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esopagus berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior (Wiryono, 2006).
Sistem ekskresi
Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka pori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya (Wiryono, 2006).
Sistem gerak
Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen dan memiliki struktur organ-organ sederhana, yang justru menyebabkan cacing tanah dapat terus beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Cacing tanah tidak memiliki alat gerak seperti kaki dan tangan, otot badannya yang memanjang (longitudinal) dan otot badannya yang melingkar tebal (sirkuler) ternyata sangat berguna untuk pergerakan (Wiryono, 2006).
Kontraksi otot longitudinal menebabkan tubuh cacing tanah bisa memanjang dan memendek. Sedangkan kontraksi otok sirkuler menyebabkan tubuh cacing tanah mengembang dan mengkerut. Sinkronisasi kontraksi kedua jenis otot ini menimbulkan gaya gerak kedepan. Kalau diperhatikan kelihatan lemah, tetapi sebetulnya tidak demikian, cacing tanah termasuk relatif kuat karena dengan susunan otot yang melingkar dan memanjang cacing tanah dapat menembus tanah. Cacing tanah dapat mendorong suatu benda atau batu kecil yang 60x lebih berat dari tubuhnya sendiri, tetapi bila tidak dapat didorong, tanah itu akan dimakannya dan setelah itu bersama-sama kotoran dikeluarkan atau disembulkan melalui anus (Sayuti, 1999).
Cacing tanah juga mempunyai struktur pembantu pergerakan yang disebut seta, fungsinya adalah sebagai jangkar supaya lebih kokoh pada tempat bergeraknya. Bila seekor cacing tanah ditarik dari lubangnya, tubuhnya akan putus. Hal ini disebabkan karen daya lekat seta. Alat bantu lainnya adalah lendir yang dihasilkan oleh kelenjar lendir pada epidermisnya. Lendir (mucus) ini terus diproduksi untuk melapisi seluruh tubuhnya, supaya lebih mudah bergerak ditempat-tempat yang kasar, misalnya pada daun-daun dan ranting-ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai untuk memperlicin saluran atau lubang didalam tanah, sehingga leluasa bergerak didalam lubang (Sayuti, 1999).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Tubuh cacing tanah bersegmen-segmen dan dalam tubuhnya dapat dijumpai adanya sistem pencernaan, sirkulasi, reproduksi, ekskresi, saraf, pernafasan yang cukup kompleks.
2) Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, dan banyak senyawa organiknya dengan pH 6-7,2, kelembabab 15% - 30% serta suhu 15oC-25oC.
3) Prilaku yang umum dijumpai pada cacing tanah adalah prilaku makan, prilaku kawin, pergerakan, prilaku membuang kotoran serta prilaku melindungi diri dari pemangsa/predator.
B. Saran
Dala penelitian ini penulis menganalisis data secara sederhana berdasarkan referensi atau mengacu pada sumber pustaka. Sehingga untuk menerangkan morfologi, anatomi, dan fisiologi cacing tanah secara lebih mendalam perlu diteliti tentang beberapa aspek terkait hal tersebut.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Bawa, Wayan. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Singaraja : STKIP Singaraja.
Bawa, Wayan. 1998. Ilmu Tingkah Laku Hewan (Etologi). Singaraja : IKIP Negeri Singaraja.
Budiarti, Asiani. 1992. Cacing Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Khoeruddin, I. 1999. Banyak Yang Tergiur Menjadi Jutawan Cacing. Jakarta : Penebar Swadaya
Kimball, John W. 1998. Biologi Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Putra. F.A. 1999. Hidup Bersama Cacing. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sayuti, Fahri. 1999. Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah. Bandung : Pusat Latihan Dan Pengembangan Cacing Tanah.
Wiryono. 2006. Pengaruh Pemberian Serasah Dan Cacing Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman Lamtoro Dan Turi Pada Media Tanam Tanah Bekas Penambangan Batu Bara. Bengkulu : Universitas Bengkulu.
Sunday, October 16, 2011
MEDIA MIKROBA 5
Media Campuran
1. BBL™ Trypticase™ Soy Agar with Lecithin and
Polysorbate 80
a) 15.0 g/L Pancreatic Digest of Casein
b) 5.0 g/L Papaic Digest of Soybean Meal
c) 5.0 g/L Sodium Chloride
d) 0.7 g/L Lecithin
e) 5.0 g/L Polysorbate 80
f) 15.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Deteksi dan enumerasi mikroorganisme untuk kepentingan kebersihan
2. BBL™ XL Agar Base
a) 3.5 g/L Xylose
b) 5.0 g/L L-Lysine
c) 7.5 g/L Lactose
d) 7.5 g/L Sucrose
e) 5.0 g/L Sodium Chloride
f) 3.0 g/L Yeast Extract
g) 0.08 g/L Phenol Red
h) 13.5 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi pathogen dalam perut
3. BBL™ XLD Agar
a) 3.5 g/L Xylose
b) 5.0 g/L L-Lysine
c) 7.5 g/L Lactose
d) 7.5 g/L Sucrose
e) 5.0 g/L Sodium Chloride
f) 3.0 g/L Yeast Extract
g) 0.08 g/L Phenol Red
h) 2.5 g/L Sodium Desoxycholate
i) 6.8 g/L Sodium Thiosulfate
j) 0.8 g/L Ferric Ammonium Citrate
k) 13.5 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi pathogen dalam perut
4. BD TM Tellurite Agar (Hoyle)
a) 10.0 g/L Meat Extract
b) 10.0/L Peptone
c) 5.0/L Sodium Chloride
d) 0.35/L Potassium Tellurite
e) Horse Blood, defibrinated, lysed 7%
f) 15.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi Corynebacterium diphtheriae dari spesimen klinis
5. BEA (Bile Esculin Agar)
a) Bile salt
b) Esculin
Media selektif dan diferensial
Membedakan Enterococcus dari Streptococcus
6. Bordet Gengou Agar Base
a) Gliserol
b) Darah segar
Media selektif dan diferensial
Prosedur kualitatif untuk pendeteksian dan isolasi Bordetella pertussis dari spesimen klinis
7. Bordet Gengou Blood Agar
Media selektif dan diferensial
Prosedur kualitatif untuk pendeteksian dan isolasi Bordetella pertussis dari spesimen klinis
8. Brilliant Green Bile Agar
a) 8.25 g/L Peptone
b) 1.9 g/L Lactose
c) 2.95mg/L Oxgall
d) 205.0 mg/L Sodium Sulfite
e) 29.5 mg/L Ferric Chloride
f) 15.3 mg/L Monopotassium Phosphate
g) 10.15 g/L Agar
h) 64.9 mg/L Erioglaucine
i) 77.6 mg/L Basic Fuchsin
j) 29.5 μg/L Brilliant Green
Media selektif dan diferensiasi
Isolasi, enumerasi, dan diferensiasi bakteri coliform
9. Difco™ Bordet Gengou Agar Base
a) 4.5 g/L Potato, Infusion from 125 g
b) 5.5 g/L Sodium Chloride
c) 20.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Prosedur kualitatif untuk deteksi dan isolasi Bordetella pertussis dari spesimen klinis
10. Difco™ Modified Oxford Antimicrobic Supplement
a) Colistin Sulfate 10.0 mg/10 mL Vial
b) 20.0 mg/10 mL Vial Moxalactam
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi Listeria monocytogenes
11. Difco™ Oxford Antimicrobic Supplement
a) 5.0 mg/10 mL Vial Acriflavine
b) 2.0 mg/10 mL Vial Cefotetan
c) 20.0 mg/10 mL Vial Colistin Sulfate
d) 400.0 mg/10 mL Vial Cycloheximide
e) 10.0 mg/10 mL Vial Fosfomycin
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi Listeria monocytogenes
12. Difco™ Oxford Medium Base
a) 8.9 g/L Pancreatic Digest of Casein
b) 4.4 g/L Proteose Peptone No. 3
c) 4.4 g/L Yeast Extract
d) 2.7 g/L Tryptic Digest of Beef Heart
e) 0.9 g/L Starch
f) 4.4 g/L Sodium Chloride
g) 1.0 g/L Esculin
h) 0.5 g/L Ferric Ammonium Citrate
i) 15.0 g/L Lithium Chloride
j) 15.3 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi Listeria monocytogenes
13. Difco™ Tetrathionate Broth Base
a) 2.5 g/L Proteose Peptone
b) 2.5 g/L Pancreatic Digest of Casein
c) 1.0 g/L Oxgall
d) 30.0 g/L Sodium Thiosulfate
e) 10 g/L Calcium Carbonate
Media selektif dan diperkaya
Isolasi Salmonella dari feses, urine, dan makanan
14. Difco™ Tryptic Soy Agar with Lecithin and Polysorbate
80 (Microbial Content Test Agar)
a) 15.0 g/L Pancreatic Digest of Casein
b) 5.0 g/L Soy Peptone
c) 5.0 g/L Sodium Chloride
d) 0.7 g/L Lecithin
e) 5.0 g/L Polysorbate 80
f) 15.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Deteksi dan enumerasi mikroorganisme untuk kepentingan kebersihan
15. Difco™ XLD Agar
a) 3.75 g/L Xylose
b) 5.0 g/L L-Lysine
c) 7.5 g/L Lactose
d) 7.5 g/L Saccharose
e) 5.0 g/L Sodium Chloride
f) 3.0 g/L Yeast Extract
g) 0.08 g/L Phenol Red
h) 2.5 g/L Sodium Desoxycholate
i) 6.8 g/L Sodium Thiosulfate
j) 0.8 g/L Ferric Ammonium Citrate
k) 15.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi pathogen dalam perut
16. EMBA (Eosin Methylene Blue Agar)
a) Eosin
b) Metilen Blue
c) Karbohidrat Laktosa
Media selektif dan diferensial
Menentukan jenis bakteri coli dengan memberikan hasil positif dalam tabung
17. Lactose Broth
a) 0.5% Pepton
b) 0.3% Ekstrak Beef
c) 0.5% Laktosa
Media diperkaya dan selektif
Mendeteksi kehadiran koliform dalam air, makanan, dan produk susu, sebagai kaldu pemerkaya (pre-enrichment broth) untuk Salmonellae dan dalam mempelajari fermentasi laktosa oleh bakteri pada umumnya
18. MacConkey agar
a) 17.0 g/L Pancreatic Digest of Gelatin
b) 1.5/L Peptic Digest of Animal Tissue
c) 1.5/L Pancreatic Digest of Casein
d) 10.0/L Lactose
e) 1.5/L Bile Salts Mixture
f) 5.0/L Sodium Chloride
g) 13.5/L Agar
h) 30.0 mg/L Neutral Red
i) 1.0/L Crystal Violet
Media selektif dan diferensial
Isolasi mikroorganisme enterik dari campuran bakteri
19. MacConkey Agar No. 2
a) 20.0 g/L Pancreatic Digest of Gelatin
b) 10.0/L Lactose
c) 1.5/L Bile Salts No. 2
d) 5.0/L Sodium Chloride
e) 15.0/L Agar
f) 50.0 mg/L Neutral Red
g) 1.0/L Crystal Violet
Media selektif dan diferensial
Pengenalan enterococci diantara coliform dan organisme fermentasi nonlaktosa
20. MacConkey Agar without Crystal Violet
a) 20.0 g/L Pancreatic Digest of Gelatin
b) 10.0/L Lactose
c) 5.0/L Bile Salts Mixture
d) 12.0/L Agar
e) 75.0 mg/L Neutral Red
Media selektif dan diferensial
Pencirian Mycobacterium fortuitum-chelonei yang kompleks dari kecepatan pertumbuhan mycobacteria
21. MacConkey Broth
a) Pancreatic Digest of Gelatin 20.0 g/L
b) Lactose 10.0/L
c) Ox bile 5.0/L
d) Bromcresol Purple 10.0 mg/L
Media selektif dan diferensial
Isolasi mikroorganisme enterik dari campuran bakteri
22. MacConkey-Sorbitol Agar
a) 17.0 g/L Pancreatic Digest of Gelatin
b) 1.5/L Peptic Digest of Animal Tissue
c) 1.5/L Pancreatic Digest of Casein
d) 10.0/L Sorbitol
e) 1.5/L Bile Salts Mixture
f) 5.0/L Sodium Chloride
g) 13.5/L Agar
h) 30.0 mg/L Neutral Red
i) 1.0/L Crystal Violet
Media selektif dan diferensial
Isolasi mikroorganisme enterik dari campuran bakteri
23. Media BSA (Bismuth Sulfida Agar)
a) 5 g/L Beef Extract
b) 6 g/L Peptone
c) 5 g/L Glucose
d) 4 g/L Na2HPO4.12H2O
e) 0.3 g/L FeSO4.7H2O
f) 8 g /L Bismuth Sulfite Indicator
g) 0.025 g/L Brilliant Green
h) 20 g/L Agar
Media kompleks dan selektif
Isolasi Salmonella typhii dan spesies lain
24. MRSA (deMann Rogosa Sharpe Agar)
a) 10 g/L Protein dari kasein
b) 8 g/L Ekstrak daging
c) 4 g/L Ekstrak ragi
d) 20 g/L D (+) Glukosa
e) 0.2 g/L Magnesium sulfat
f) 14 g/L Agar-agar
g) 2 g/L Dipotassium Hidrogen Phosphate
h) 1g/L Tween 80
i) 2 g/L Diamonium Hidrogen Sitrat
j) 5 g/L Natrium Asetat
k) 0.04 g/L Mangan Sulfat
Media diperkaya dan selektif
Memperkaya, menumbuhkan, dan mengisolasi jenis Lactobacillus dari seluruh jenis bahan
25. PCA (Plate Count Agar)
a) Casein Enzymic Hydrolisate
b) Yeast Extract
c) Dextrose
d) Agar
Media minimalis dan selektif
Pertumbuhan mikroba aerobik dengan inokulasi di atas permukaan. PCA juga baik untuk pertumbuhan total mikroba (semua jenis mikroba)
26. PDA (Potato Dextrose Agar)
a) 20% Ekstrak kentang
b) 2% Glukosa
c) Agar
d) 1 L air yang telah didestilasi
Media komplek dan diferensial
Menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast dan kapang serta untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu sampel atau produk makanan
27. PGYA
a) Dekstrosa
b) CaCO3
c) Akuades
Media minimalis dan selektif
Isolasi, enumerasi, dan menumbuhkan sel khamir
8. Serum Tellurite Agar
a) Casein
b) Meat peptones
c) Nitrogen
d) Carbon
e) Sulfur
f) Dextrose
g) Sodium chloride
Media selektif dan diferensial
Isolasi anggota dari genus Corynebacterium, terutama diagnosis dari diphtheria di laboratorium
29. TSB (Trypticase Soy Broth)
a) 17 g Peptone Casein
b) 3 g Peptone Soymeal
c) 2.5 g D (+) Glucose
d) 5 g Sodium Chloride
e) 2.5 g diPottasium Hydrogenophosphate
f) Dikalium Fosfat
Media diperkaya dan selektif
Media broth diperkaya untuk tujuan umum, isolasi, dan penumbuhan bermacam mikroorganisme. Serta banyak digunakan untuk isolasi bakteri dari spesimen laboratorium dan akan mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen
3
0. XLD (Xylose Lysine Desoxycholate)
a) Yeast Extract
b) Xylose
c) Lysine
d) Lactose
e) Sucrose
f) Sodium Chloride
g) Phenol Red
h) Sodium Desoxycholate
i) SodiumT
j) Ferric Ammonium Sulphate
k) Agar
Media selektif dan diferensial
Menyembuhkan Salmonella and Shigella species
Media Lain
1. Ekstrak daging buah durian
a) Daging buah durian : akuades steril 1: 5 (w/v)
b) Larutan HCl atau NaOH 0,1 N
2. Kaldu nutrisi agar
a) Ekstrak daging (daging 0.5 kg direbus dalam air 1000 mL hingga volume air menjadi setengahnya)
b) Akuades hingga volume menjadi 1000 mL
c) 10 g Pepton
d) 5 g NaCl
e) 15 g Agar-agar
3. Media LB (Luria Bertani)
a) 5 g/L Ekstrak Khamir
b) 10 g/L Tripton
c) 10 g/L NaCl
4. Tauge Agar
a) Ekstrak tauge (100 g tauge (diambil airnya))
b) Akuades hingga volume menjadi 1000 mL
c) 60 g Sukrosa
d) 15 g Agar-agar
1. BBL™ Trypticase™ Soy Agar with Lecithin and
Polysorbate 80
a) 15.0 g/L Pancreatic Digest of Casein
b) 5.0 g/L Papaic Digest of Soybean Meal
c) 5.0 g/L Sodium Chloride
d) 0.7 g/L Lecithin
e) 5.0 g/L Polysorbate 80
f) 15.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Deteksi dan enumerasi mikroorganisme untuk kepentingan kebersihan
2. BBL™ XL Agar Base
a) 3.5 g/L Xylose
b) 5.0 g/L L-Lysine
c) 7.5 g/L Lactose
d) 7.5 g/L Sucrose
e) 5.0 g/L Sodium Chloride
f) 3.0 g/L Yeast Extract
g) 0.08 g/L Phenol Red
h) 13.5 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi pathogen dalam perut
3. BBL™ XLD Agar
a) 3.5 g/L Xylose
b) 5.0 g/L L-Lysine
c) 7.5 g/L Lactose
d) 7.5 g/L Sucrose
e) 5.0 g/L Sodium Chloride
f) 3.0 g/L Yeast Extract
g) 0.08 g/L Phenol Red
h) 2.5 g/L Sodium Desoxycholate
i) 6.8 g/L Sodium Thiosulfate
j) 0.8 g/L Ferric Ammonium Citrate
k) 13.5 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi pathogen dalam perut
4. BD TM Tellurite Agar (Hoyle)
a) 10.0 g/L Meat Extract
b) 10.0/L Peptone
c) 5.0/L Sodium Chloride
d) 0.35/L Potassium Tellurite
e) Horse Blood, defibrinated, lysed 7%
f) 15.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi Corynebacterium diphtheriae dari spesimen klinis
5. BEA (Bile Esculin Agar)
a) Bile salt
b) Esculin
Media selektif dan diferensial
Membedakan Enterococcus dari Streptococcus
6. Bordet Gengou Agar Base
a) Gliserol
b) Darah segar
Media selektif dan diferensial
Prosedur kualitatif untuk pendeteksian dan isolasi Bordetella pertussis dari spesimen klinis
7. Bordet Gengou Blood Agar
Media selektif dan diferensial
Prosedur kualitatif untuk pendeteksian dan isolasi Bordetella pertussis dari spesimen klinis
8. Brilliant Green Bile Agar
a) 8.25 g/L Peptone
b) 1.9 g/L Lactose
c) 2.95mg/L Oxgall
d) 205.0 mg/L Sodium Sulfite
e) 29.5 mg/L Ferric Chloride
f) 15.3 mg/L Monopotassium Phosphate
g) 10.15 g/L Agar
h) 64.9 mg/L Erioglaucine
i) 77.6 mg/L Basic Fuchsin
j) 29.5 μg/L Brilliant Green
Media selektif dan diferensiasi
Isolasi, enumerasi, dan diferensiasi bakteri coliform
9. Difco™ Bordet Gengou Agar Base
a) 4.5 g/L Potato, Infusion from 125 g
b) 5.5 g/L Sodium Chloride
c) 20.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Prosedur kualitatif untuk deteksi dan isolasi Bordetella pertussis dari spesimen klinis
10. Difco™ Modified Oxford Antimicrobic Supplement
a) Colistin Sulfate 10.0 mg/10 mL Vial
b) 20.0 mg/10 mL Vial Moxalactam
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi Listeria monocytogenes
11. Difco™ Oxford Antimicrobic Supplement
a) 5.0 mg/10 mL Vial Acriflavine
b) 2.0 mg/10 mL Vial Cefotetan
c) 20.0 mg/10 mL Vial Colistin Sulfate
d) 400.0 mg/10 mL Vial Cycloheximide
e) 10.0 mg/10 mL Vial Fosfomycin
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi Listeria monocytogenes
12. Difco™ Oxford Medium Base
a) 8.9 g/L Pancreatic Digest of Casein
b) 4.4 g/L Proteose Peptone No. 3
c) 4.4 g/L Yeast Extract
d) 2.7 g/L Tryptic Digest of Beef Heart
e) 0.9 g/L Starch
f) 4.4 g/L Sodium Chloride
g) 1.0 g/L Esculin
h) 0.5 g/L Ferric Ammonium Citrate
i) 15.0 g/L Lithium Chloride
j) 15.3 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi Listeria monocytogenes
13. Difco™ Tetrathionate Broth Base
a) 2.5 g/L Proteose Peptone
b) 2.5 g/L Pancreatic Digest of Casein
c) 1.0 g/L Oxgall
d) 30.0 g/L Sodium Thiosulfate
e) 10 g/L Calcium Carbonate
Media selektif dan diperkaya
Isolasi Salmonella dari feses, urine, dan makanan
14. Difco™ Tryptic Soy Agar with Lecithin and Polysorbate
80 (Microbial Content Test Agar)
a) 15.0 g/L Pancreatic Digest of Casein
b) 5.0 g/L Soy Peptone
c) 5.0 g/L Sodium Chloride
d) 0.7 g/L Lecithin
e) 5.0 g/L Polysorbate 80
f) 15.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Deteksi dan enumerasi mikroorganisme untuk kepentingan kebersihan
15. Difco™ XLD Agar
a) 3.75 g/L Xylose
b) 5.0 g/L L-Lysine
c) 7.5 g/L Lactose
d) 7.5 g/L Saccharose
e) 5.0 g/L Sodium Chloride
f) 3.0 g/L Yeast Extract
g) 0.08 g/L Phenol Red
h) 2.5 g/L Sodium Desoxycholate
i) 6.8 g/L Sodium Thiosulfate
j) 0.8 g/L Ferric Ammonium Citrate
k) 15.0 g/L Agar
Media selektif dan diferensial
Isolasi dan diferensiasi pathogen dalam perut
16. EMBA (Eosin Methylene Blue Agar)
a) Eosin
b) Metilen Blue
c) Karbohidrat Laktosa
Media selektif dan diferensial
Menentukan jenis bakteri coli dengan memberikan hasil positif dalam tabung
17. Lactose Broth
a) 0.5% Pepton
b) 0.3% Ekstrak Beef
c) 0.5% Laktosa
Media diperkaya dan selektif
Mendeteksi kehadiran koliform dalam air, makanan, dan produk susu, sebagai kaldu pemerkaya (pre-enrichment broth) untuk Salmonellae dan dalam mempelajari fermentasi laktosa oleh bakteri pada umumnya
18. MacConkey agar
a) 17.0 g/L Pancreatic Digest of Gelatin
b) 1.5/L Peptic Digest of Animal Tissue
c) 1.5/L Pancreatic Digest of Casein
d) 10.0/L Lactose
e) 1.5/L Bile Salts Mixture
f) 5.0/L Sodium Chloride
g) 13.5/L Agar
h) 30.0 mg/L Neutral Red
i) 1.0/L Crystal Violet
Media selektif dan diferensial
Isolasi mikroorganisme enterik dari campuran bakteri
19. MacConkey Agar No. 2
a) 20.0 g/L Pancreatic Digest of Gelatin
b) 10.0/L Lactose
c) 1.5/L Bile Salts No. 2
d) 5.0/L Sodium Chloride
e) 15.0/L Agar
f) 50.0 mg/L Neutral Red
g) 1.0/L Crystal Violet
Media selektif dan diferensial
Pengenalan enterococci diantara coliform dan organisme fermentasi nonlaktosa
20. MacConkey Agar without Crystal Violet
a) 20.0 g/L Pancreatic Digest of Gelatin
b) 10.0/L Lactose
c) 5.0/L Bile Salts Mixture
d) 12.0/L Agar
e) 75.0 mg/L Neutral Red
Media selektif dan diferensial
Pencirian Mycobacterium fortuitum-chelonei yang kompleks dari kecepatan pertumbuhan mycobacteria
21. MacConkey Broth
a) Pancreatic Digest of Gelatin 20.0 g/L
b) Lactose 10.0/L
c) Ox bile 5.0/L
d) Bromcresol Purple 10.0 mg/L
Media selektif dan diferensial
Isolasi mikroorganisme enterik dari campuran bakteri
22. MacConkey-Sorbitol Agar
a) 17.0 g/L Pancreatic Digest of Gelatin
b) 1.5/L Peptic Digest of Animal Tissue
c) 1.5/L Pancreatic Digest of Casein
d) 10.0/L Sorbitol
e) 1.5/L Bile Salts Mixture
f) 5.0/L Sodium Chloride
g) 13.5/L Agar
h) 30.0 mg/L Neutral Red
i) 1.0/L Crystal Violet
Media selektif dan diferensial
Isolasi mikroorganisme enterik dari campuran bakteri
23. Media BSA (Bismuth Sulfida Agar)
a) 5 g/L Beef Extract
b) 6 g/L Peptone
c) 5 g/L Glucose
d) 4 g/L Na2HPO4.12H2O
e) 0.3 g/L FeSO4.7H2O
f) 8 g /L Bismuth Sulfite Indicator
g) 0.025 g/L Brilliant Green
h) 20 g/L Agar
Media kompleks dan selektif
Isolasi Salmonella typhii dan spesies lain
24. MRSA (deMann Rogosa Sharpe Agar)
a) 10 g/L Protein dari kasein
b) 8 g/L Ekstrak daging
c) 4 g/L Ekstrak ragi
d) 20 g/L D (+) Glukosa
e) 0.2 g/L Magnesium sulfat
f) 14 g/L Agar-agar
g) 2 g/L Dipotassium Hidrogen Phosphate
h) 1g/L Tween 80
i) 2 g/L Diamonium Hidrogen Sitrat
j) 5 g/L Natrium Asetat
k) 0.04 g/L Mangan Sulfat
Media diperkaya dan selektif
Memperkaya, menumbuhkan, dan mengisolasi jenis Lactobacillus dari seluruh jenis bahan
25. PCA (Plate Count Agar)
a) Casein Enzymic Hydrolisate
b) Yeast Extract
c) Dextrose
d) Agar
Media minimalis dan selektif
Pertumbuhan mikroba aerobik dengan inokulasi di atas permukaan. PCA juga baik untuk pertumbuhan total mikroba (semua jenis mikroba)
26. PDA (Potato Dextrose Agar)
a) 20% Ekstrak kentang
b) 2% Glukosa
c) Agar
d) 1 L air yang telah didestilasi
Media komplek dan diferensial
Menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast dan kapang serta untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu sampel atau produk makanan
27. PGYA
a) Dekstrosa
b) CaCO3
c) Akuades
Media minimalis dan selektif
Isolasi, enumerasi, dan menumbuhkan sel khamir
8. Serum Tellurite Agar
a) Casein
b) Meat peptones
c) Nitrogen
d) Carbon
e) Sulfur
f) Dextrose
g) Sodium chloride
Media selektif dan diferensial
Isolasi anggota dari genus Corynebacterium, terutama diagnosis dari diphtheria di laboratorium
29. TSB (Trypticase Soy Broth)
a) 17 g Peptone Casein
b) 3 g Peptone Soymeal
c) 2.5 g D (+) Glucose
d) 5 g Sodium Chloride
e) 2.5 g diPottasium Hydrogenophosphate
f) Dikalium Fosfat
Media diperkaya dan selektif
Media broth diperkaya untuk tujuan umum, isolasi, dan penumbuhan bermacam mikroorganisme. Serta banyak digunakan untuk isolasi bakteri dari spesimen laboratorium dan akan mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen
3
0. XLD (Xylose Lysine Desoxycholate)
a) Yeast Extract
b) Xylose
c) Lysine
d) Lactose
e) Sucrose
f) Sodium Chloride
g) Phenol Red
h) Sodium Desoxycholate
i) SodiumT
j) Ferric Ammonium Sulphate
k) Agar
Media selektif dan diferensial
Menyembuhkan Salmonella and Shigella species
Media Lain
1. Ekstrak daging buah durian
a) Daging buah durian : akuades steril 1: 5 (w/v)
b) Larutan HCl atau NaOH 0,1 N
2. Kaldu nutrisi agar
a) Ekstrak daging (daging 0.5 kg direbus dalam air 1000 mL hingga volume air menjadi setengahnya)
b) Akuades hingga volume menjadi 1000 mL
c) 10 g Pepton
d) 5 g NaCl
e) 15 g Agar-agar
3. Media LB (Luria Bertani)
a) 5 g/L Ekstrak Khamir
b) 10 g/L Tripton
c) 10 g/L NaCl
4. Tauge Agar
a) Ekstrak tauge (100 g tauge (diambil airnya))
b) Akuades hingga volume menjadi 1000 mL
c) 60 g Sukrosa
d) 15 g Agar-agar
Subscribe to:
Posts (Atom)