Thursday, December 19, 2013

Teratogen Alami

Catatan Kuliah

Teratogen alami ada 3 sumber yaitu yang berasal dari tanaman, parasit, dan radiasi ionisasi.
A.    Tanaman
      Dampak dari tanaman yang beracun dapat menyebabkan kematian embrio, aborsi, dan kematian yang tidak lazim. Racun tanaman juga mengganggu reproduksi melalui dampaknya terhadap kesuburan laki-laki (berdampak pada spermatogenesis). Racun tumbuhan dapat dengan mudah masuk ke dalam plasenta pada dosis yang cukup tinggi dan tersedia pada waktu tertentu selama kehamilan sampai berdampak pada perkembangan fetus. Contoh beberapa tanaman yang menyebabkan malformasi:
1.      Astragalus dan Oxytropis spp
            Senyawa penyebabnya adalah Swainsonine (indolizidine alkaloid). Dicurigai bersumber dari peternakan sapi, domba dan pada kuda. Tanaman ini berdampak pada pituitary gland yang mempengaruhi produksi gonadotrophin, ovarium (level estrogen dan progesterone), uterus dan plasenta dan secara langsung pada fetus. Akibatnya adalah aborsi, ketidaksuburan, cacat janin dan gangguan pada sirkulasi plasenta yang berakibat pada akumulasi cairan yang terlalu banyak pada uterus (hydrops).
            Cacat janin: cacat anggota badan (badan melintir) akibat kontraksi tendon fleksor kaki dan perkembangan abnormal dari tulang dan sendi serta pembesaran hati dan kelenjar tiroid. Swainsonine pada ​​banteng jantan       mempengaruhi kelenjar pituitari yang mengubah kadar gonadotropin yang normal      fungsi testis: mempengaruhi sel yang memproduksi sperma, menyebabkan pembentukan sperma yang abnormal dengan penurunan motilitas        mempengaruhi kemampuan reproduksi.
2.      Lupinus spp
            Sebagian besar spesies dari lupin tidak beracun dan digunakan secara luas di beberapa bagian dunia sebagai sumber makanan berprotein tinggi untuk dikonsumsi manusia dan hewan.
            Dasar teratogenik: quinolizidine (anagyrine) dan alkaloid piperidin dalam semua bagian tanaman.
            Penyakit betis bengkok (ditandai dengan kelainan bentuk tulang)    0,5-1,0 kg / hari antara hari 40 dan 70 kehamilan.
Crooked Calf Disease
Limb deformitas (arthrogryposis)     anggota badan depan biasanya paling parah terkena dampak dengan cacat yang terjadi di siku, lutut (tulang pergelangan tangan) & fetlock sendi. Malformasi kolom vertebra (scoliosis, kyphosis, tortikolis) dan malformasi langit (Sumbing).
3.      Conium maculatum
Mengandung alkaloid teratogenik yaitu coniine yang menyebabkan kontraksi rahim dan neurotoksik. Penyebab: kelainan bentuk tulang (penyakit betis bengkok)     deformitas tulang sendi karpal dan hock (arthrogryposis).
4.      Veratrum spp
Beberapa jenis digunakan sbg obat hipotensi. Penyebabnya adalah Alkaloid teratogenik seperti cyclopamine, jervine dan cyclopasine. Keracunan Veratrum kebanyakan terjadi pada domba, sapi, kambing, dan llamas. Akibatnya: kelainan bentuk cyclops anak domba jika betina yang hamil makan jumlah yang cukup tanaman tsb selama 13 - hari ke-14 kehamilan & pemendekan kaki dan agenisis trakea mungkin berkembang.

Tanaman tembakau terdapat 2 alkaloid paling aktif sehubungan dengan keracunan hewan yaitu nikotin dan anabasine. Nikotin diserap melalui pencernaan dan saluran pernapasan, memiliki efek pada sistem saraf yang dapat menyebabkan tremor, rangsangan yang membuat rasa senang, ataksia, meningkatkan denyut jantung, gangguan pernapasan dan koma. Sedangkan anabasine bersifat teratogenik pada babi, domba, dan anak sapi yang menyebabkan kelainan bentuk tulang (arthrogryposis) pada tungkai dan tulang belakang, kaki bengkok (malformasi tulang karpal, fetlock dan pastern), kelengkungan tulang belakang yang abnormal (scoliosis) dan leher terpuntir (tortikolis). Tanaman Gutierrezia  mengandung senyawa aktif diantaranya steroids, terpenoids, saponins, dan flavones. Triterpen saponin yang bersifat toksik dan penyebab aborsi pada sapi, domba, dan kambing pada setiap tahap kehamilan. Pada Pinus ponderosa memiliki senyawa asam isocupressic yang menyebabkan kelahiran prematur atau aborsi pada lembu ditandai penurunan aliran darah rahim sebagai akibat dari vasokonstriksi. Fitoestrogen ditemukan di beberapa tanaman antara lain: alfalfa (Medicago sativa), duri medis (Medicago spp.), Semanggi merah (Trifolium pratense), semanggi bawah tanah (Trifolium subterran), dan kacang kedelai yang menyebabkan infertilitas.

Thursday, December 12, 2013

Praktikum Mandiri LC50 Limbah Tahu (2)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    DASAR TEORI
1.      Pengertian toksikologi lingkungan
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek merugikan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Selain itu toksikologi juga mempelajari kerusakan/cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, dan manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Serta mempelajari secara kuantitatif dan kualitatif pengaruh jelek dari zat kimiawi, fisis, dan biologis terhadap sistem biologis (Soemirat, 2003). 
Penelitian toksikologi dalam perairan dapat dilakukan untuk mengetahui atau mengidentifikasi apakah effluent dan badan air penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut atau toksisitas kronis. Penelitian ini juga dapat digunakan untuk menentukan toksisitas suatu senyawa spesifik yang terdapat dalam  effluent. uji toksisitas ini dapat dilakukan baik di laboratorium ataupun di tempat (on site) dengan ijin dari yang berwenang (EPA, 1992). 
Toksisitas diartikan sebagai kemampuan racun (molekul) untuk menimbulkan kerusakan apabila masuk ke dalam tubuh dan lokasi organ yang rentan terhadapnya (Soemirat, 2003). Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis.  Toksikan dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun fungsional, baik secara akut maupun kronis/ sub kronis. Efek tersebut dapat bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali.
Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu limbah. Uji toksisitas akut dengan menggunakan hewan uji merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan yang berfungsi untuk mengetahui apakah  effluent atau badan perairan penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut. Parameter yang diukur biasanya berupa kematian hewan uji, yang hasilnya dinyatakan sebagai konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian hewan uji (LC50) dalam waktu yang relatif pendek satu sampai empat hari.
Limbah atau toksikan di alam ada yang bersifat tunggal dan campuran. Keberadaannya di lingkungan (terutama perairan) akan berinteraksi dengan komponen atau faktor lain. Tingkat toksisitas dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Mangkoediharjo dan Samudro, 2009):
a)         Berkaitan dengan toksikan itu sendiri. 
Toksisitas toksikan dapat dipengaruhi oleh komposisi toksikan. Ada kemungkinan komponen toksikan mempunyai perbedaan toksisitas. Faktor lain adalah sifat-sifat fisik kimia toksikan.
b)         Berkaitan dengan pemaparan toksikan. 
Toksikan akan menghasilkan efek negatif jika kontak dan bereaksi dengan target biota pada konsentrasi tertentu dan waktu tertentu. Faktor-faktor yang berkaitan dalam pemaparan toksikan adalah:

2.      Limbah tahu
Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi dua bentuk limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat industri pengolahan tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan ampas tahu. Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25%-35% dari produk tahu yang dihasilkan. Ampas tahu masih mengandung kadar protein cukup tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan ikan, misalnya ikan bandeng. Salah satu sifat dari ampas tahu ini adalah mempunyai sifat yang cepat tengik (basi dan tidak tahan lama) serta menimbulkan bau busuk kalau tidak cepat dikelola.

          Tabel 1. Komposisi Bahan Kimia Ampas Tahu
No
Unsur
Satuan
Nilai
1
Kalori
kal
414
2
Protein
g
26,6
3
Lemak
g
18,3
4
Karbohidrat
g
41,3
5
Kalsium
mg
19
6
Fosfor
mg
29
7
Besi
mg
4,0
8
Vit. B
mg
0,20
9
Air
g
9,0
            Sumber: KLH, 2006

Limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebagian besar adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih (whey). Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan. Karakteristik air buangan yang dihasilkan berbeda karena berasal dari proses yang berbeda. Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu air limbah tahu berkisar 37- 45°C; kekeruhan 535-585 FTU; warna 2.225-2.250 Pt.Co; amonia 23,3-23,5 mg/1; BOD5 6.000-8.000 mg/1 dan COD 7.500-14.000 mg/1 (Kaswinarni, 2007).

·         Temperatur 
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, serta tegangan permukaan. Suhu limbah cair yang dihasilkan dari proses pencetakan tahu 30°C-35°C dan sekitar 80°C-100°C dari air bekas merebus kedelai. 

·         pH
Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14; kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral. 

·         TSS (Total Suspended Solid)
Padatan-padatan tersuspensi/TSS (Total Suspended Solid) digunakan untuk menentukan kepekatan air limbah, efisiensi proses dan beban unit proses. Pengukuran yang bervariasi terhadap konsentrasi residu diperlukan untuk menjamin kemantapan proses kontrol.

·         BOD dan COD
Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan melalui BOD dan COD. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Metcalf and Eddy, 2003). COD (Chemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara biologi.

·         Senyawa-senyawa organik
Air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Senyawa-senyawa berupa protein dan karbohidrat memiliki jumlah yang paling besar yaitu 40%-60% dan 25%-50% sedangkan lemak 10%. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06-434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut.
·         Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah
Tahu adalah gas nitrogen (N2), amonia (NH3), Oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan

3.      Ikan nila
Ikan nila adalah ikan air tawar introduksi. Ikan nila dimasukkan ke Indonesia tahun 1969, didatangkan secara resmi oleh Balai penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT) dari Taiwan. Bentuk badan ikan Nila (Oreochromis nilotica) pipih ke samping memanjang, sedangkan warna tubuh umumnya putih kehitaman dan merah sehingga dikenal sebagai nila hitam dan nila merah.
Tubuh nila berwarna kehitaman, semakin ke arah perut semakin terang. Mempunyai garis vertikal 9 sampai 11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6 sampai 12 buah garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan. Pada punggungnya terdapat garis-garis miring. Nila merah mempunyai warna tubuh merah, termasuk sirip-siripnya, atau merah pada bagian punggung dan putih kemerahan pada bagian perut. Habitat nila adalah perairan air tawar, seperti sungai, danau, waduk, dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas, dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut.
Salinitas yang cocok untuk nila adalah 0 sampai 35 ppt (part per thousand), namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal adalah 0 sampai 30 ppt. Pada salinitas 31-35 ppt, nila masih hidup, tetapi pertumbuhannya lambat. Keasaman air yang cocok adalah 6 sampai 8,5, namun pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7 hingga 8. pH yang masih ditoleransi nila adalah 5-11. Suhu optimal untuk pertumbuhan nila antara 25 hingga 30oC. Pada suhu di bawah 14 oC atau lebih 38 oC nila mulai terganggu. Sedangkan suhu mematikan adalah 6 oC hingga 42 oC (Ghufran, 2010).

4. Definisi penyakit dalam patologi ikan
Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab, dan terbagi atas dua kelompok yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar (eksternal).Penyakit ikan umumnya adalah eksternal.
Berdasarkan tempat tumbuhnya penyakit di dalam tubuh ikan maka bagian tubuh ikan yang diserang penyakit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyakit internal (genetik, sekresi internal, imunodefisiensi, saraf dan metabolik) dan penyakit eksternal (non patogen: penyakit lingkungan, penyakit nutrisi dan patogen: bersifat parasit).
Ikan yang terserang penyakit pada kulitnya akan terlihat lebih pucat dan berlendir. Ikan tersebut biasanya akan menggosokgosokkan tubuhnya pada bendabenda yang ada di sekitarnya. Sedangkan serangan penyakit pada insang menyebabkan ikan sulit bernafas, tutup insang mengembang dan warna insang menjadi pucat.Pada lembaran insang sering terlihat bintik-bintik merah karena pendarahan kecil (peradangan).
Adapun ciri-ciri ikan sakit adalah sebagai berikut;
1. Behaviour (perilaku ikan)
·        Ikan sering berenang di permukaan air dan terlihat terengah-engah (megapmegap).
·        Ikan sering menggosokgosokan tubuhmya pada suatu permukaan benda.
·        Ikan tidak mau makan (nafsu makan menurun).
·        Untuk jenis ikan yang sering berkelompok, maka ikan yang sakit akan memisahkan diri dan berenang secara pasif
2. Equilibriun
 Equibriun artinya keseimbangan, ikan yang terserang penyakit keseimbangannya terganggu, maka ikan berenang oleng, dan loncat-loncat tidak  teratur, bahkan menabrak dinding bak.
3. External lesion Adalah abnomalitas dari organ tubuh tertentu karena adamya serangan penyakit. External lesion pada ikan antara lain:
·   Discoloration
     Pada ikan sehat mempunyai warna tubuh normal sesuai dengan pigmen yang dimilikinya.Kelainan pada warna yang tidak sesuai dengan pigmennya adalah suatu discoloration.Seperti warna gelap menjadi pucat dan lain-lain.
·   Produksi lendir
      Lendir pada ikan sakit akan berlebihan bahkan sampai menyelimuti tubuh ikan tergantung pada berat tidaknya tingkat infeksi.
·   Kerusakan organ luar
     Kelainan bentuk organ ini disebabkan oleh parasit tertentu yang menyebabkan kerusakan organ seperti pada kulit, sirip, insang dan lain lain. Pada insang dapat menyebabkan insang terlihat pucat atau adanya bercak merah.


Wednesday, December 11, 2013

Praktikum Mandiri LC50 Limbah Tahu (1)

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Hidup manusia sangat bergantung pada sumber daya alam yang ada disekitar untuk memenuhi kebutuhannya. Selama hidupnya manusia membuang kotoran yang tidak diperlukannya kembali ke lingkungan. Pada saat limbah yang dihasilkan masih sedikit, alam masih mampu membersihkan dirinya dari segala macam buangan atau kotoran dengan mekanisme yang berada di ekosistem, yang dikenal sebagai self purification process. Pada akhirnya, buangan yang bertambah banyak dan seringkali tidak bersifat alami, membuat lingkungan tidak mampu membersihkan diri. Peningkatan keanekaragaman buangan baik buangan industri dan domestik dalam bentuk padat maupun cair akan membuat konsentasi buangan akan semakin tinggi sehingga akan meningkatkan potensi terjadinya keracunan dan wabah penyakit.
Industri tahu saat ini telah berkembang pesat dan menjadi salah satu industri rumah tangga yang tersebar luas baik di kota-kota besar maupun kecil. Industri tahu dalam proses produksinya menghasilkan limbah cair dan padat. Limbah padat dari hasil proses produksi tahu berupa ampas tahu. Sedangkan limbah cair tahu dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu sehingga kuantitas limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi. Limbah cair tahu mengandung polutan organik yang cukup tinggi serta padatan tersuspensi maupun terlarut yang akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan biologi. Menurut Soedarmo dan Sediaoetama dalam Dhahiyat (1990), di dalam 100 gram tahu terdapat 7,8 gram protein, 4,6 gram lemak dan 1,6 gram karbohidrat. Polutan organik yang cukup tinggi tersebut apabila terbuang ke badan air penerima dapat mengakibatkan terganggunya kualitas air dan menurunkan daya dukung lingkungan perairan di sekitar industri tahu.
Penurunan daya dukung lingkungan tersebut menyebabkan kematian organisme air, terjadinya alga blooming sehingga menghambat pertumbuhan tanaman air lainnya dan menimbulkan bau (Rossiana, 2006). Industri tahu di daerah Mojosongo, Kota Surakarta menggunakan lebih kurang 15 kuintal kedelai per hari dan menghasilkan limbah cair sebesar 10-20 m3 per hari. Limbah cair ini berasal dari sisa air tahu yang menggumpal dan air yang terbuang selama proses pembuatan tahu.
Limbah cair tahu dibuang secara langsung ke badan air penerima tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Dampak pembuangan limbah tahu ini membuat masyarakat di sekitar industri pengolahan tahu merasakan bau busuk sebagai akibat dari adanya kondisi anaerobik yang menghasilkan karbondioksida dan hidrogen sulfida. Limbah cair industri tahu yang dibuang ke badan air penerima tanpa pengolahan merupakan salah satu sumber pencemar terhadap perairan yang menyebabkan kematian biota aquatik sehingga perlu dilakukan penelitian uji toksisitas akut. Uji toksisitas akut merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan. Uji tersebut berfungsi untuk mengetahui apakah effluent yang masuk ke badan air yang merupakan penerima dari limbah yang mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi tertentu menyebabkan kematian hewan uji yang dinyatakan dalam nilai LC50.
Hewan uji yang digunakan adalah ikan karena dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap senyawa pencemar terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Ikan yang digunakan yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus) karena sangat banyak terdapat di sungai, danau alami maupun buatan. Ikan nila juga peka terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat ditentukan kadar limbah yang menyebabkan efek toksik terhadap ikan nila.

B.       Rumusan Masalah
1.                  Berapa nilai LC50 limbah cair industri tahu di Mojosongo, Kota Surakarta?
2.        Bagaimana limbah tahu dapat menjadi bahan toksik terhadap lingkungan?

C.      Tujuan
  1. Mengetahui nilai LC50 limbah cair industri tahu di Mojosongo, Kota Surakarta.
  2. Menjelaskan alasan bagaimana limbah tahu dapat menjadi bahan toksik terhadap lingkungan.


D.       Manfaat
1.    Mengetahui untuk mengetahui tingkat toksisitas limbah tahu terhadap hewan uji.

2.    Mengetahui alasan limbah tahu dapat menjadi bahan toksik bag lingkungan.