Wednesday, May 2, 2018

Pembuatan Preparat Semi Permanen



I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Fungi dibagi dalam 4 divisi yaitu, Zygomycetes yang memiliki ciri-ciri hifa bersifat koenositik. Spora seksualnya adalah zygospora dan spora 25 aseksualnya adalah sporangiospora. Contohnya Rhizopus sp dan Mucor sp.. Ascomycetes yang memiliki ciri-ciri hifa bersifat koenositik. Pembiakan seksual pada yang bersel satu, konjugasi antara 2 gametangia menghasilkan zigot, kemudian membesar menjadi askus. Pembiakan aseksual pada yang bersel banyak dengan konidia (konidiospora), pada yang bersel satu dengan membentuk tunas. Contohnya Penicillium sp., Basidiomycetes yang memiliki ciri-ciri hifanya bersekat, pembiakan seksual dengan konidia. Pembiakan aseksual dengan basidiospora. Contohnya Volvariela sp. Serta Deuteromycetes yang memiliki ciri-ciri bentuk seperti khamir atau filamen. Hifa seperti Ascomycetes. Tidak mempunyai stadia seksual. Spora aseksual adalah berbagai bentuk konidia. Contohnya Tricosporon sp, Aspergillus sp (Lay, 1994). Nama yang diberikan untuk cendawan (fungi) berasal dari wakilnya yang mencolok, yaitu cendawan topi (Yunani : mykes, Latin : fungus). Fungi termasuk eukariot, dan memiliki sifat-sifat tertentu sama dengan tumbuh-tumbuhan, seperti memiliki dinding sel, vakuola berisi getah sel dan dengan mikroskop dapat diamati aliran plasma yang baik dan juga sifat nyata ketidakmampuannya untuk tidak bergerak.
Fungi tidak mengandung pigmen fotosintesis dan bersifat Cheterotrof (khemoorganoheterotrof). Fungi tumbuh pada kondisi aerob dan memperoleh energi dengan mengoksidasi bahan organik. Kalau dibandingkan dengan tumbuh-tumbuhan terbagi-bagi dalam daun, batang, dan akar, fungi menunjukkan diferensiasi yang sederhana dan juga hampir tidak ada pembagian kerja. Benda fegetasi fungi adalah talus. Talus terdiri dari benang-benang dengan garis tengah 5 mikron, yang bercabang-cabang beberapa dan juga melanjutkan diri 26 di atas atau ke dalam substrat nutrient. Benang atau hifa ini terdiri dari dinding sel dan sitoplasma dengan benda-benda inklusi. Keseluruhan massa hifa talus fungi disebut miselium. Pada fungi derajat tinggi miselium membentuk utas-utas tali tebal, rizomorf yang berfungsi sebagai pengangkut zat (Schlegel, 1994).
Untuk dapat mengamati bagian-bagian fungi dengan jelas perlu adanya perwarnaan. Dengan pewarnaan dapat diamati bagian-bagian pada fungi seperti hifa, spora, dan konidia. Pewarna yang digunakan dapat bermacam-macam, misalnya adalah tryphan blue yang berwarna biru atau metylen blue.
B.  Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pengamatan morfologi fungi dengan membuat preparat semi permanen.
II.  Metode
A.  Alat dan Bahan
Gelas benda, gelas penutup, pipet tetes, ose jarum, tissue, mikroskop, pewarna tryphan blue, gliserol, fungi hasil isolasi, kutek bening.
B.  Cara Kerja
1.    Disiapkan gelas benda.
2.    Pada gelas benda diteteskan satu tetes gliserol.
3.    Hifa dan spora diambil dari petridish dengan menggunakan ose jarum dan diletakkan pada tetesan gliserol, hifa yang menggumpal dipisahkan dengan ose jarum.
4.    Teteskan satu tetes pewarna truphan blue dicampur secara merata dengan gliserol, didiamkan selama beberapa menit, kemudian ditutup dengan gelas penutup.
5.    Pewarna yang keluar dari gelas penutup dihisap dengan kertas tissue. Untuk menambah keawetan peparat dapat dilapisi dengan kutek pada bagian tepi penutupnya.
6.    Pengamatan preparat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x.
III.   Hasil dan Pembahasan
A.    Hasil
Fusarium sp perbesaran 400x
Fusarium sp. perbesaran 100x
Aspergillus sp perbesaran 400x

B.     Pembahasan
Fungi atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Fungi ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Reproduksi fungi, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif.  (Buchanan, 2003).  Fungi pada umumnya adalah jasad yang berbentuk benang, multiseluler, tidak berkhlorofil dan belum mempunyai diferensiasi dalam jaringan. Ada pula yang hanya terdiri dari satu sel.   Struktur fungi.  Walaupun fungi dapat dilihat, namun masing-masing sel adalah mikroskopik. Fungi tersusun atas benang-benang sel yang disebut hifa. Jika fungi tumbuh, hifa saling membelit untuk membentuk massa benang yang disebut miselium yang cukup besar untuk dilihat dengan mata (Lim, 2006).
Pada pembuatan preparat semi permanen ini digunakan fungi yang telah ditumbuhkan dari isolat tanah dan daun pada praktikum sebelumnya. Isolat berumur sekitar dua minggu. Tahap pembuatan preparat adalah pertama disiapkan gelas benda serta gelas penutup. Pada gelas benda diteteskan satu tetes gliserol menggunakan pipet tetes. Hifa dan spora diambil dari petridish dengan menggunakan ose jarum dengan hati-hati dan diletakkan pada tetesan gliserol, hifa yang menggumpal dipisahkan dengan ose jarum. Selanjutnya diteteskan satu tetes pewarna triphan blue dicampur secara merata dengan gliserol, didiamkan selama beberapa menit, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Pewarna yang keluar dari gelas penutup dihisap dengan kertas tissue. Untuk menambah keawetan peparat dapat dilapisi dengan kutek pada bagian tepi penutupnya. Preparat yang sudah ditutup dengan kutek diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x. Kebanyakan isolat yang digunakan belum membentuk spora namun sudah membentuk konidia. Satu fungi yang ditemukan adalah Fusarium sp.

IV.   Kesimpulan
Pewarnaan diperlukan untuk dapat mempermudah pengamatan dan melakukan identifikasi terhadap isolat yang telah dikulturkan.

Daftar Pustaka
Buchanan,RE. & Gibbons,NE.2003.  Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. The William    & Wilkins Company Baltimore.USA.
Lim, D. 2006. Microbiology. McGraw-Hill. New York.
Lay, B. W. 2008. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.








Isolasi Fungi Mikroskopis



I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Fungi adalah organisme eukariotik (mempunyai inti sel) tidak mempunyai klorofil, mempunyai spora, struktur somatic atau talus berupa sel tunggal (uniseluler) dan umumnya berupa filament atau benang-benang bercabang (multiseluler), berkembangbiak secara seksual dan aseksual, dinding sel umumnya terdiri dari kitin dan selulosa atau keduanya. Fungi merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga ia tidak mampu untuk memproduksi makan sendiri karena fungi tidak bisa memanfaatkan karbondioksida sebagai sumber karbonnya. Karbon berasal dari sumber anorganik misalnya glukosa. Oleh karena itu fungi memerlukan senyawa organic baik dari bahan organic mati maupun dari organisme hidup sehingga fungi dikatakan heterotroph. Fungi ini ada yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup dan ada pula yang memperoleh makanan dari bahan organic mati seperti sisa-sisa hewan atau tumbuhan. Fungi hidup dan memperoleh makanan dari bahan organic mati dinamakan saprofit, sedangkan yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup dinamakan parasite. Beberapa spesies dapat menggunakan nitrogen, itulah sebabnya mengapa medium biakan untuk fungi biasanya berupa pepton, suatu produk protein yang terhidrolisis (Kusnadi, 2003).
Fungi adalah sel mikroskopis yang tumbuh memanjang seperti benang yang dikenal dengan hifa. Diameter hifa hanya beberapa micrometer, tetapi dapat tumbuh memnjang hingga mencapai beberapa meter. Hifa yang tumbuh membentuk masa disebut misellium atau tebal menyerupai kawat dan disebut sebagai rhizomorphs yang tampak seperti akar. Fungi yang tumbuh dengan cara memperpanjang hifa pada ujungnya dikenal sebagai pertumbuhan apical atau pada bagian tengah hifa yang disebut pertumbuhan iterkalar. Hifa pada beberapa kapang mempunyai penyekat melintang atau septa dan adanya septa ini dipergunakan untuk identifikasi. Hifa tersebut memanjang diatas atau tembus melalui medium dimana kapang itu tumbuh (Soekarto, 2008).
Saprofit merupakan fungi pelapuk dan pengubah susunan zat organic yang mati. Fungi saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besaar fungi saprofit mengeluarkan enzim hydrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap oleh hifa. Selain itu juga hifa dapat langsung menyerap bahan makanan organic dalam bentuk sederhana yang dikeluarkan inangnya. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhanameningkatkan kesuburannya. Sebaliknya mereka juga dapat merugikan kita bilamana mereka mebusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain.
Sifat kulturan dari fungi dapat dilihat dengan kenampakan pertumbuhannya pada makanan. Pada permukaan bahan makanan tampak kering, membentuk masa serbuk, kadang-kadang halus dan lunak atau kelihatan basah dan berair. Warna miselia hijau biru, biru ke hijauan, kuning, orange, merah muda, coklat, abu, dan hitam (Kusnadi, 2003). Banyak fungi yang sudah dikenal peranannya, yaitu fungi yang tumbuh diroti, buah, keju, ragi, dalam pembuatan bir, dan yang merusak tekstil yang lembab, serta beberapa jenis cendawan yang dibudidayakan. Beberapa jenis memproduksi antibiotic yang digunakan dalam terapi melawan berbagai infeksi bakteri (Hadioetomo, 1993).
Faktor lingkungan seperti pH tanahm pupuk anorganik, kandungan bahan organic dan kelembaban tanah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan fungi. Fungi terdapat pada semua jenis tanah yang bereaksi masam. Meski demikian ada juga fungi yang berada pada tanah, contohnya: pemupukan dengan garam ammonium. Dalam hal ini ammonium teroksidasi membentuk nitrat dan ion nitrogen yang mengakibatkan penurunan pH tanah. Pada umumnya fungi yang hidup sebagai saprofit menguntungkan bagi kehidupan manusia misalnya sebagai decomposer yang dapat menghancurkan sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan yang berupa senyawa yang kompleks menjadi senyawa sederhana, dan kemudian dikembalikan ke dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Fungi saprofit juga penting dalam industri fermentasi misalnya dalam pembuatan bir, roti, tempe, dan juga digunakan dalam memproduksi asam-asam organic, obat-obatan, vitamin dan antibiotika seperti penisilin, amisilin. Selain itu fungi saprofit juga banyak yang dikonsumsi oleh manusia misalnya fungi merang, fungi kuping, fungi tiram, sedangkan fungi yang hidup sebagai parasite umumnya merugikan karena dapat menyebabkan berbagai penyakit pada tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. Tapi tidak semua fungi yang berasosiasi dengan tumbuhan merugikan, tetapi ada yang menguntungkan bagi fungi dan tumbuhan. Hifa fungi membentuk organ khusus dengan akar tanaman yang dikenal dengan mikoriza. Belakangan ini fungi tidak hanya menjadi pemikiran para ahli sitology, ahli genetika dan biokimia yang menemukan bahwa fungi dapat menjadi alat penelitian penting dalam mempelajari biologi dasar. Hal ini disebabkan oleh fungi lebih cepat berkembang disbanding dengan tumbuhan dan hewan.

B.       Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan isolasi fungi dari berbagai macam bahan.



II.  Metode
A.  Alat dan Bahan
Pengaduk, pinset, gunting, tissue, gelas pengukur, kertas saring, Laminar Air Flow, bunsen, media PDA dalam petridish, sampel tanah, sampel kotoran hewan, larutan klorin 0,5 %, aquades steril.
B.  Cara Kerja
Isolasi dari Tanah
1.    1 gram tanah diencerkan 10-1 dengan perbandingan tanah 1 gr dan air 9 ml.
2.    Dilakukan lagi pengenceran 10-2 dengan cara menambahkan 1 ml tanah pada pengenceran pertama dan air sebanyak 9 ml.
3.    Hasil pengenceran dituang ke dalam petridish secara merata dan aseptis menggunakan pipet.
4.    Peridish ditutup menggunakan parafilm atau kertas sampul, diberi label, dan dinkubasi selama 7 hari tanpa dibalik.
Isolasi dari Daun Terinfeksi
1.    Daun yang menunjukkan gejala penyakit digunting. Potong daun dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm2.
2.    Daun di desinfektasi permukaannya dengan perendaman pada larutan klorin (0.5%) selama 2 menit.
3.    Setelah perendaman selesai, larutan klorin dibuang dan sampel dicuci menggunakan aquades selama 5 menit sebanyak 3 kali.
4.    Sampel dipindahkan ke dalam media uji menggunakan pinset. Sampel sedikit ditekan agar sampel melekat pada media. Jumlah sampel disesuaikan dengan media.
5.    Petridish ditutup rapat dengan parafilm dan dibungkus kertas sampul coklat kemudian diinkubasi dalam suhu kamar selama 7 hari tanpa dibalik.
Isolasi dari Kotoran Hewan
1.    Letakkan dua filter paper pada petridish kemudian lembabkan dengan air steril.
2.    Letakkan 1-2 cm3 kotoran hewan (sapi/kambing) pada filter paper.
3.    Tutup petridish dengan parafilm.
4.    Letakkan dibagian tepi jendela tanpa dibalik.
5.    Amati suksesi yang terjadi.

III.   Hasil dan Pembahasan
A.    Hasil
Pada praktikum pertama tidak ada fungi yang tumbuh
Fungi yang tumbuh setelah pengulangan praktikum.

Fungi atau fungi banyak kita tmukan di lingkungan sekitar kita, fungi tumbuh subur terutama di musim hujan karena fungi menyukai habitat yang lembab. Akan tetapi fungi juga dapat ditemukan hamper disemua tempat dimana ada materi organic. Jika lingkungan di sekitarnya mongering, fungi akan mengalami tahapan istirahat atau menghasilkan spora. Cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang fungi disebut mikologi. Kebanyakan fungi termasuk dalam kelompok kapang. Tubuh vegetative kapang berfilamen panjang bercabang yang seperti benang, yang disebut hifa. Hifa akan memanjang dan menyerap makanan dari permukaan substrat (tempat hidup fungi). Hifa-hifa membentuk jarring-jaring benang kusut, disebut mesellium (Hadioetomo, 1993).
Secara morfologis fungi dapat ditentukan dengan melihat bentuk strukturnya menggunakan mikroskop, dengan demikian identifikasi dan klarifikasi dapat ditentukan secar visual fungi dilihat seperti kapas atau benang berwarna atau tidak berwarna yang disebut misellia dan spora. Miselia terbentuk oleh adanya hifa, baik yang bersepta atau yang tidak bersepta. Sifat kultural dari fungi dapat dilihat dengan kenampakan pertumbuhannya pada makanan. Pada permukaan bahan makanan tampak kering, membentuk massa serbuk, kadang-kadang halus dan lunak atau kelihatan basah dan berair. Warna miselia hijau biru, biru kehijauan, kuning, orange, merah muda, coklat, abu-abu, dan hitam (Kusnadi, 2003). Klasifikasi fungi terutama didasarkan pada ciri-ciri spora seksual dan tubuh buah yang ada selama tahap-tahap seksual. Fungi mampu memanfaatkan berbagai macam bahan untuk gizinya, sekalipun demikian mereka itu heterotroph. Berbeda dengan bakteri, mereka tidak dapat menggunakan senyawa karbon anorganik, seperti karbondioksida. Karbon berasal dari sumber organic, misalnya glukosa. Beberapa spesies dapat menggunakan nitogen, itulah sebabnya mengapa medium biakan untuk cendawan biasanya berisikan pepton, suatu produk protein yang terhidrolisis (Kusnadi, 2003).
Prinsip dari isolasi fungi adalah PDA yang telah diberi antibiotic. Prinsip dari isolasi fungi adalah memisahkan atau menumbuhkan suatu jenis fungi dengan fungi lain yang berasal dari campuran bermacam-macam fungi. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat, karena dalam media padat fungi akan membentuk suatu koloni yang tetap pada tempatnya. Media yang digunakan dalam isolasi ini harus sesuai dengan mikroorganisme yang akan kita ketahui populasinya. Karena kalau tidak sesuai agarnya maka mikroorganisme tidak akan tumbuh.
Pada praktikum isolasi ini digunakan isolat yang berasal dari tanah, daun yang terinfeksi, kacang, dan kotoran hewan. Isolat dari tanah diencerkan menjadi dua variasi yang berbeda yaitu pengenceran 10-1 dan 10-2. Tanah diencerkan menggunakan aquades steril. Setelah diencerkan kemudian dituang ke dalam media yang sudah disiapkan. Selanjutnya adalah menggunakan daun yang terinfeksi. Daun yang digunakan adalah daun dari beberapa tanaman yang berbeda. Daun yang terinfeksi tersebut dipotong dengan ukuran kurang lebih 0.5 cm kemudian dibersihkan dengan klorin untuk menghindari kontaminasi oleh bakteri. Sisa klorin dibersihkan menggunakan akuades. Daun yang sudah dibersihkan diletakkan dengan hati-hati ke dalam media yang telah disiapkan. Selain daun juga digunakan kacang tanah. Kacang dibersihkan dengan klorin dan dibilas menggunakan akuades kemudian diletakkan di dalam media PDA. Terakhir adalah menggunakan kotoran hewan. Kotoran hewan diletakkan ke dalam petri yang sudah diberi alas dengan kertas saring lembab tanpa menggunakan media PDA. Kotoran hewan disimpan pada suhu ruang di dekat sumber cahaya.
Pada praktikum pertama tidak ada fungi yang berhasil tumbuh pada semua isolat. Hal ini bisa disebabkan karena media yang digunakan sudah kadaluarsa, sehingga tidak ada mikroorganisme yang tumbuh. Untuk isolat kotoran juga tidak tumbuh setelah minggu ke tiga. Hal ini dapat disebabkan karena penyimpanan di ruang ber AC yang dingin sehingga menghambat pertumbuhan fungi. Praktikum diulangi lagi menggunakan media yang baru dan fungi dapat tumbuh selama satu minggu masa inkubasi. Fungi yang tumbuh terlihat memiliki warna hifa yang berbeda pada sumber isolat yang berbeda. Cawan petri yang sudah ditumbuhi dengan fungi disimpan pada suhu ruang untuk digunakan sebagai bahan identifikasi setelah tumbuh spora.

IV.   Kesimpulan
Fungi dapat tumbuh dari berbagai bahan yang diperoleh dari alam. Faktor penentu berhasilnya isolasi adalah metode yang digunakan serta media yang digunakan.


Daftar Pustaka
Dwijoseputro, 1990, Dasar-dasar mikrobiologi, Djambatan: Jakarta.
Dwijoseputro, 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Hadioetomo, R.S., 1993, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Kusnadi, dkk., 2003, Mikrobiologi, UMY Pres: Yogyakarta.
Pelczar, Michael, 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, UI Pres: Jakarta.


Monday, April 30, 2018

Laporan Mikologi Pembuatan Media


ACARA I
Pembuatan Media
I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Di bumi kita ini selain terdapat makhluk hidup yang menempati, juga terdapat mikroorganisme. Contohnya seperti jasad renik. Untuk itu kita mempelajari pembuatan medium pertumbuhan agar bakteri patogen dapat dibiakan dengan baik maka diperlukan tempat (media) yang memungkinkan tumbuh dengan optimal. Oleh karena itu media pembiakan harus mengandung cukup nutrien untuk pertumbuhan bakteri (Pelczar, 1986).
Bakteri-bakteri ini hidup bebas di alam, tidak tergantung pada organisme lainnya. Bakteri yang hanya menggunakan senyawa organik sebagai sumber C-nya disebut bakteri heterotof. Dalam pembuatan media penumbuhan bakteri harus sesuai dengan jenis bakteri itu sendiri, supaya bakteri yang ditanam tumbuh subur (Waluyo, 2005). Dalam hal ini medium kultur merupakan suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrient yang digunakan untuk kultivasi mikroorganisme, maka medium kultur harus mengandung semua nutrient yang diperlukan dalam keadaan seimbang, tidak mengandung zat-zat penghambat, dalam keadaan steril yang diekstraksi dari bahan yang bernutrient dengan air (Bambang, 2015).
Media biakan adalah media steril yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dengan memberikan tempat dan kondisi yang mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Media biakan terdiri dari garam organik, sumber energi (karbon), vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT).  Selain itu, dapat pula ditambahkan komponen lain seperti senyawa organik dan senyawa kompleks lainnya (Soeryowinoto, 1985).
Jenis yang termasuk garam-garam anorganik berupa nitrogen terutama kalium nitrat (KNO3), belerang (sulfur anorganik), fosfor dan unsur-unsur logam anorganik seperti natrium, kalium, kalsiuum, magnesium, mangan, besi, seng, tembaga, dan kobalt (Hendaryono 1994). Unsur karbon yang digunakan oleh mikroorganisme dapat berupa pancaran atau cahaya yang disebut fototrof dan jenis kemototrof yang menggunakan hasil oksidasi senyawa-senyawa kimia dalam media untuk memperoleh energinya (Hadioetomo dkk. 1986). Vitamin dalam media biakan berfungsi membentuk substansi yang mengaktivasi enzim.  Mikroorganisme memperlihatkan gejala yang berlainan dalam pola pengambilan nutrisi.  Meskipun semua mikroorganisme membutuhkan vitamin dalam proses metaboliknya, ada beberapa jenis mikroorganisme yang mampu mensintesis kebutuhan vitaminnya sendiri dari senyawa-senyawa lain di dalam medium (Hadioetomo dkk. 1986). Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara dalam jumlah sedikit tetapi dapat mendukung, menghambat dan merubah proses fisiologi tumbuhan.  Zat tersebut sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan mikroorganisme sangat terhambat bahkan mungkin tidak dapat tumbuh sama sekali (Hadioetomo dkk. 1986).
Berdasarkan komposisi nutrisinya, media terbagi menjadi tiga macam yaitu media alam, media semi sintetik dan media sintetik. Komposisi media alam tidak dapat diketahui dengan pasti setiap waktu karena dapat berubah-ubah dalam bahan yang digunakan dan bergantung pada asalnya, misalnya jagung, kentang, serangga dan rambut. Media semi sintetik terdiri dari campuran antara bahan alami dengan bahan kimia yang komposisinya dapat diketahui secara pasti, misalnya Potato Dextrose Agar (PDA). Media sintetik terbuat dari bahan kimia yang komposisi dan konsentrasinya dapat diketahui dengan pasti, misalnya Czapek’s Agar (Gunawan dkk. 2006). Untuk isolasi mikroorganisme umumnya digunakan empat macam media, yaitu media umum, media elektif, media selektif dan media diferensial.

B.       Tujuan
Memberikan Keterampilan kepada mahasiswa dalam pembuatan media.

II.  Metode
A.  Alat dan Bahan
Petridish, Laminar Air Flow, bunsen, plastik sheel, media PDA, akuades.
B.  Cara Kerja
1.    Media PDA cair yang sudah disiapkan dituang secara steril dengan pemanasan bagian ujung enlenmeyer dengan api bunsen.
2.    Secara cepat dituang kurang lebih 15-20 ml media ke petridish.
3.    Petridish ditutup sebagian dan dibiarkan kurang lebih 15-20 menit atau sampai media menjadi padat.
4.    Media siap digunakan

III.   Hasil dan Pembahasan
A.    Hasil
Media yang telah dituang ke dalam cawan petri
B.     Pembahasan
Cendawan merupakan suatu mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk tumbuh (berkembang) dan memperbanyak diri di alam. Selain itu, beberapa cendawan ada yang dapat berkembang dalam suatu media buatan. Media buatan tersebut disesuaikan dengan karakteristik tiap cendawan, terutama kandungan nutrisinya karena tiap cendawan memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda. Media biak cendawan terbagi menjadi 3 macam berdasarkan komposisi nutrisinya, yaitu media alami, media semi alami (semi sintetik) dan media sintetik.
Pada praktikum pertama ini sudah tersedia PDA yang bisa langsung dituang ke dalam cawan petri. Media PDA yang sudah dibuat sebelumnya dipanasi terlebih dahulu kemudian dituang ke dalam cawan petr dalam keadaan aseptis di dalam laminar air flow. Setelah dituang ke dalam cawan petri media PDA ditunggu hingga kembali membeku dan disimpan di dalam suhu ruangan. Cara penyimpanannya adalah membungkus media tersebut menggunakan kertas merang dan dibungkus kembali dengan menggunakan plastik.
Medium APDA adalah salah satu dari medium untuk proses menumbuhkan mikrobia. APDA merupakan medium yang berkomposisi kentang, dextrose, dan asam tartarat. APDA tidak bersifat umum seperti NA karena tidak semua mikrobia dapat tumbuh pada medium ini.  Medium APDA termasuk ke dalam medium yang padat sehingga dapat membentuk koloni mikroba yang dapat dilihat dan dihitung, jika diinokulasikan di dalam medium APDA, bakteri anaerob akan tumbuh mengelompok pada dasar medium, bakteri yang anaerob fakultatif akan tumbuh tersebar di seluruh medium, bakteri mikroaerofil akan tumbuh mengelompok sedikit di bawah permukaan medium, sedangkan bakteri aerob akan tumbuh pada permukaan medium (Dwidjoseputro, 1994). Medium ini digunakan untuk isolasi bakteri, hasilnya dinyatakan dalam jumlah koloni yang didapatkan nantinya. Medium ini sangat diperlukan untuk mempelajari ciri-ciri koloni, sifat-sifat biokimia, morfologi, reaksi pengecatan, reaksi imunologi dan ketentraman bakteri terhadap zat antibakteri. Pembuatan medium APDA dapat dilakukan dengan serangkaian cara mulai dari pembuatan PDA hingga pencampurannya dengan asam tartarat (Irianto, 2010).
Pada praktikum ini, praktikan membuat suatu media semi alami (semi sintetik), yaitu media PDA (Potato Dextrose Agar). PDA merupakan suatu media yang dibuat dengan menggunakan bahan alami dan bahan kimia yang komposisinya dapat diketahui secara pasti. Bahan alami media ini adalah kentang dan bahan kimianya adalah gula dan agar-agar. Sumber nutrisi untuk menunjang pertumbuhan cendawan dalam media PDA adalah kentang (ekstrak), agar-agar dan gula.
Media PDA yang dapat digunakan untuk menangkap dan menumbuhkan cendawan harus memenuhi kebutuhan nutrisi dan kondisi lingkungan yang dibutuhkan cendawan tersebut. Selain itu, media PDA yang digunakan tidak boleh terkontaminasi oleh mikroorganisme lainnya seperti bakteri. Media yang terkontaminasi biasanya disebabkan oleh kesalahan pada saat pensterilan di dalam autoklaf sehingga terdapat mikroorganisme lain seperti bakteri dalam media yang dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan cendawan yang diinginkan. Pembuatan media harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada dan teliti agar media tersebut tidak terkontaminasi.
Media PDA yang telah dibuat oleh praktikan cukup baik dan tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lain sehingga media tersebut dapat digunakan untuk menangkap dan menumbuhkan mikroba. Media PDA yang telah dibuat dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme lain seperti bakteri dalam media PDA, sebaiknya penuangan media (dalam tabung Erlenmeyer) tersebut ke dalam cawan petri dilakukan dalam Laminar Air Flow dan langsung ditutup kembali dengan alumunium foil secara rapat sehingga dapat digunakan lagi pada waktu lain.

IV.   Kesimpulan
Media PDA yang dapat digunakan untuk menangkap dan menumbuhkan cendawan harus memenuhi kebutuhan nutrisi dan kondisi lingkungan yang dibutuhkan cendawan tersebut. Selain itu, media PDA yang digunakan tidak boleh terkontaminasi oleh mikroorganisme lainnya seperti bakteri. Media dibuat secara aseptis.


Daftar Pustaka
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi.Jakarta: Djambatan.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan AW, dkk. 2006. Cendawan dalam Praktek Laboratorium. Bogor:            IPB Press.
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo S, Sri LA. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi    Jilid I. Jakarta: UI Press.
Hendaryono DPS. 1994. Teknik Kutur Jaringan. Jakarta: Kanisius.
Irianto, K. 2010. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid I. 
Pelczar, 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1 untuk Perguruan Tinggi. Universitas Indonesia: Jakarta.
Purnomo, Bambang. 2015. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Pertanian UNIB. Bengkulu.
Soeryowinoto M. 1985. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Yogyakarta: Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum Cetakan Kedua. UMM Press. Malang.


Mekanisme kerja RNAi



Interferensi RNA (RNAi, dari RNA interference) merupakan salah satu mekanisme pada sel hidup untuk mengendalikan aktivitas gen. Pertama kali ia diketahui sebagai suatu proses untuk mementahkan hasil transkripsi sehingga translasi tidak dapat berlangsung. Dalam RNAi terlibat dua jenis RNA berukuran kecil miRNA dan siRNA yang berperan penting. Kedua RNA berukuran kecil ini dapat berikatan dengan RNA lain (yang komplementer dengan urutan basanya) sehingga mengganggu (meng-interferensi) proses yang melibatkan RNA tersebut, misalnya dengan mencegah terbentuknya protein/enzim. Peran penting interferensi RNA mencakup sistem pertahanan terhadap informasi genetik asing (dari virus dan transposon), mengatur proses perkembangan, dan dalam sejumlah aspek ekspresi gen lainnya.
Studi awal menunjukkan bahwa siRNA merupakan dupleks 21-26 nukleotida RNA dengan 2-nukleotida 3’ yang menggantung dan 5’ fosfat dan 3’ hidroksi sebagai terminal. 21-22 nt terlibat dalam degradasi mRNA dan memiliki ukuran yang lebih panjang, 24-26 nt mengarahkan metilasi DNA dan penghentian sistemik. Sebuah komponen RISC, domain PAZ dari Argonaute, memfasilitasi pengenalan siRNA dengan untai tunggal 3’ yang menggantung dengan bantuan enzim Dicer. Telah dikemukakan bahwa dupleks bergabung di prekursor RISC dan kemudian siRNA yang melepaskan ATP-dependent mengubah prekursor RISC menjadi RISC aktif. Rasio RISC mengandung untai antisense atau sense dari RNA yang ditentukan dengan kestabilan termodinamika dari pasangan basa 5’ terminal dari dupleks siRNA. Basa-basa di dekat ujung 5’ menyumbangkan energi pada pelekatan RNA, sedangkan pasangan basa yang dibentuk oleh pusat dan daerah 3’ dari siRNA menyediakan geometri berbentuk spiral yang dibutuhkan untuk katalisis. Domain PIWI pada Argonaute di RISC mempunyai kemiripan dengan ribonuklease H dengan sebuah motif aspartat-aspartat-glutamat yang dilindungi. Fosfat di antara nukleotida 11 dan 12 dari ujung 5’ mRNA jatuh mendekati pusat pembelahan RISC yang aktif.
miRNA yang matang merupakan endogen 22 nt RNA yang penting untuk mengarahkan mRNA dalam pembelahan atau represi translasi pada hewan dan tumbuhan. Molekul RNA yang pendek ini dihasilkan di sitoplasma Rnase III Dicer dari pre-miRNA yang berbentuk jepit rambut yang diproses oleh nuklir Rnase III Drosha. Residu 2-8 dari miRNA yang pertama berpasangan tepat dengan elemen daerah 3’ taktertranslasi  (UTR) dari RNA target. Endogen dari si RNA dan miRNA mempunyai kemiripan sehingga dua kelas dari RNA ini tidak dapat dibedakan dari komposisi kimia atau mekanisme kerjanya. Pada mamalia, siRNA dapat berfungsi seperti miRNA melalui represi ekspresi mRNA target dengan komplementer sebagian sampai kelipatan dari 3’ UTR. Daerah 5’ dari siRNA dan miRNA semuanya memainkan peran analogi dalam pengenalan target dan penggabungan RISC ke target RNA. Akan tetapi, perbedaan asal keduanya, perlindungan evolusioner, dan tipe gen yang dihentikan oleh keduanya telah diuraikan dengan jelas.
Pembentukan siRNA dimulai disitoplasma yang membelah menjadi dsRNA yang panjang oleh Dicer (multidomain enzim dari family RNase III). Sedangkan pembentukan miRNA dimulai di nucleus dimana secara endogenous dikode primer transkripsi awal miRNA (pre-miRNA) yang kemudian ditransport ke sitoplasma dan dipecah oleh Dicer. Pada tahap efektor, siRNA atau miRNA akan dirakit menjadi RNA-inducing silencing complexes (RICS). Aktivasi RICS mengandung satu single-standed (antisense) siRNA atau miRNA, yang memacu RISC ke mRNA target yang komplemen dengannya dan menginduksi pembelahan pada sisi spesifik pada mRNA. Sedangkan miRNA tidak menyebabkan degradasi pada gene komplemennya namun menyebabkan translation repression. Namun baik siRNA mauapun miRNA menghambat sintesis protein (Tang, 2005; Aiger, 2007; Lu dan Woodle, 2008)


Strategi untuk aplikasi RNAi
Terdapat beberapa cara untuk  aplikasi RNAi yaitu (1) tranfeksi RNAi ke sel,  dan RNAi yang ditranfeksi diharapkan akan menjadi RISC yang dapat mendegradasi mRNA target, (2)  melalui vektor plasmid,  pada nukleus diharapkan terjadi trankripsi shRNA atau pre-miRNA dan akan diproses dan diekpor ke sitoplasma menjadi RISC, (3) dengan vektor viral  DNA (Davidson dan Paulson, 2004). 

Dalam sistem aplikasi RNAi baik melalui siRNA maupun miRNA terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu dari ukuran RNAi, ukuran vektor, vektor yang digunakan, cara aplikasi, sistem proteksi agar siRNA yang dibawa tidak di degradasi, eliminasi, distribusi yang tidak spesifik, serta internalisasi (David et al., 2010).


Daftar Pustaka Tambahan
Aigner A. 2007. Applications Of Rna Interference: Current State And Prospects For Sirna-Based Strategies In Vivo. Appl Microbiol Biotechnol, 76:9–21.
Davidson, B.L., dan Paulson, H.L., 2004.  Molecular Medicine For The Brain: Silencing Of Disease Genes With Rna Interference. Lancet Neurol , 3: 145–149
David, S.,  Pitard, B.,  BenoĆ®t, J-P.,  Passirani, C.,  2010. Non-Viral Nanosystems For Systemic Sirna Delivery. Pharmacological Research. 62: 100–114
Lee, S-K., Dan Kumar, P., 2009. Conditional Rnai: Towards A Silent Gene Therapy.  Advanced Drug Delivery Reviews.  61:650–664
Love, T.M., Moffett, H.F., Dan Novine, C.D., 2008. Not Mir-Ly Small Rnas: Big Potential For Micrornas In Therapy.  J Allergy Clin Immunol. 121( 2 ): 309-319
Lu, PY., dan  Woodle, MC., 2008. Delivering Small Interfering Rna For Novel Therapeutics. Methods Mol Biol. 437:93–107.
Pekarik, V, 2005. Design Of Shrnas For Rnai—A Lesson From Pre-Mirna Processing: Possible Clinical Applications. Brain Research Bulletin 68:115–120
Tang G. Sirna dan  Mirna, 2005, An Insight Into RICSs. Trends Biochem Sci. 30:106–14.