Wednesday, May 2, 2018

Pengukuran Laju Pertumbuhan Fungi



I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Pertumbuhan umumnya didefinisikan sebagai pertambahan massa suatu organisme yang terjadi setelah periode waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan hasil bersih pelipatgandaan molekular dan selular serta perubahan morfologis. Sebelum mempelajari pertumbuhan fungi, ada baiknya kita mempelajari lebih dulu metode pengukuran pertumbuhan dan cara-cara analisa pertumbuhan fungi. Hal ini menjadi dasar untuk membahas mekanisme pertumbuhan fungi, baik yang berfilamen maupun yang tak berfilamen, serta beberapa faktor yang mempengaruhi proses yang kompleks terrsebut. 
Pertumbuhan merupakan salah satu karakteristik penting sel hidup. Pertumbuhan mikroorganisme dapat didefinisikan sebagai peristiwa peningkatan volum suatu organisme yang disertai peningkatan biomassa. Pada fungi pertumbuhan ditandai dengan pemanjangan hifa dan pada fungi uniseluler, seperti ragi, ditandai dengan peningkatan volum sel individu dan jumlah sel yang secara keseluruhan menghasilkan peningkatan biomassa. Pertumbuhan fungi pelapuk putih sebagaimana mikroorganisme lainnya mengikuti suatu pola tertentu dan laju pertumbuhan spesifik (µ) merupakan salah satu parameter penting untuk mengevaluasi kinerja suatu mikroorganisme dalam kultur. Parameter lain yang juga penting adalah laju pertumbuhan koloni secara radial (Kr) (Reeslev dan Kjøller, 1995). Pengaluran diameter koloni terhadap waktu akan membentuk kurva pertumbuhan sehingga dapat ditentukan nilai laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr). Pada fase log, pertumbuhan koloni dapat dianggap lurus sehingga kurvanya membentuk garis lurus. Kemiringan (slope) garis tersebut merupakan laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr).
B.  Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pengukuran laju pertumbuhan radial koloni fungi mikroskopis.
II.  Metode
A.  Alat dan Bahan
Skalpel, Petridish, penggaris, spidol, PDA, kultur murni fungi mikroskopis.
B.  Cara Kerja
1.    Buatlah kultur murni fungi dengan cara memotong koloni fungi terpilih berukuran 0.5 x 0.5 cm2 yang diambil dari bagian tepi kultur fungi dan meletakkannya pada media PDA baru dibagian tengah.
2.    Ukurlah diameter koloni pada 1, 3, 5, dan 7 hari setelah inokulasi.
3.    bandingkan diameter koloni terukur untuk masing-masing fungi mikroskopis yang diamati.

III.   Hasil dan Pembahasan
A.  Hasil
Tabel Pengukuran Laju Pertumbuhan dalam Cm
Hari  ke/Isolat
I
III
V
A
D1 1,2
D2 1,5
Total : 1,4
D1 4
D2 4,2
Total : 4,1
D1 8,6
D2 8,5
Total : 8,5
I
D1 3
D2 3,4
Total : 3,2
Full
Full


B.  Pembahasan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fungi Setiap mikroorganisme mempunyai kurva pertumbuhan, begitu pula fungi. Kurva tersebut diperoleh dari menghitung massa sel pada kapang atau kekeruhan media pada khamir dalam waktu tertentu. Kurva pertumbuhan mempunyai beberapa fase (Gandjar, 2006) antara lain : Universitas Sumatera Utara 1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat; 2. fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif; 3. fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting dalam kehidupan fungi. Pada awal dari fase ini kita dapat memanen enzim-enzim dan pada akhir dari fase ini atau; 4. fase deselerasi (Moore-Landecker, 1996 dalam Gandjar, 2006), yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel-sel; 5. fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder dapat dipanen pada fase stasioner; 6. fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif sama sekali lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup.
Pada praktikum ini digunakan dua jenis isolat yaitu fungi A dan I yang diamati pada hari ke 1, 3 dan 5. Fungi A pertumbuhannya lebih lambat daripada fungi I namun selalu mengalami pertambahan diameter hifa. Pada hari ke 5 fungi A memiliki diameter 8,5 cm. Fungi I pertumbuhannya sangat cepat hingga hari ke 2 sudah memenuhi cawan petri.
Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh (Gandjar, 2006):
a.    Substrat Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien-nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresi enzim-enzim ekstraselular yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Misalnya, apabila substratnya nasi, atau singkong, atau kentang, maka fungi tersebut harus mampu mengekskresikan enzim α-amilase untuk mengubah amilum menjadi glukosa. Senyawa glukosa tersebut yang kemudian diserap oleh fungi. Apabila substratnya daging, maka fungi tersebut harus mengeluarkan enzim yang proteolitik untuk dapat menyerap senyawa asam-asam amino hasil uraian protein. Contoh yang lain lagi, misalnya substratnya berkadar lemak tinggi, maka fungi tersebut harus mampu menghasilkan lipase agar senyawa asam lemak hasil uraian dapat diserap ke dalam tubuhnya. Fungi yang tidak dapat menghasilkan enzim sesuai komposisi substrat dengan sendirinya tidak dapat memanfaatkan nutrien-nutrien dalam substrat tersebut.
b.    Kelembapan Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Pada umumnya fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan dengan kelembapan nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan banyak hyphomycetes lainnya dapat hidup pada kelembapan nisbi yang lebih rendah, yaitu 80%. Fungi yang tergolong xerofilik tahan hidup pada kelembapan 70%, misalnya Wallemia sebi, Aspergillus glaucus, banyak strain Aspergillus tamarii dan A. Flavus (Santoso et al., 1998 dalam Gandjar, 2006). Dengan mengetahui sifat-sifat fungi ini penyimpanan bahan pangan dan materi lainnya dapat dicegah kerusakannya.
c.    Suhu Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, fungi dapat dikelompokkan sebagai fungi psikrofil, mesofil, dan termofil. Fungi psikofril adalah fungi yang dengan kemampuan untuk tumbuh pada atau Universitas Sumatera Utara dibawah 00C dan suhu maksimum 200C. Hanya sebagian kecil spesies fungi yang psikofril. Fungi mesofil adalah fungi yang tumbuh pada suhu 10-350C, suhu optimal 20-350C. Fungi dapat tumbuh baik pada suhu ruangan (22-250C). Sebagian besar fungi adalah mesofilik. Fungi termofil adalah fungi yang hidup pada suhu minimum 200C, suhu optimum 400C dan suhu maksimum 50-600C. Contohnya Aspergillus fumigatus yang hidup pada suhu 12-550C. Mengetahui kisaran suhu pertumbuhan suatu fungi adalah sangat penting, terutama bila isolat-isolat tertentu akan digunakan di industri. Misalnya, fungi yang termofil atau termotoleran (Candida tropicalis, Paecilomyces variotii, dan Mucor miehei), dapat memberikan produk yang optimal meskipun terjadi peningkatan suhu, karena metabolisme funginya, sehingga industri tidak memerlukan penambahan alat pendingin.
d.   Derajat keasaman lingkungan pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya fungi menyenangi pH di bawah 7.0. Jenis-jenis khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah, yaitu pH 4.5-5.5. Mengetahui sifat tersebut adalah sangat penting untuk industri agar fungi yang ditumbuhkan menghasilkan produk yang optimal, misalnya pada produksi asam sitrat, produksi kefir, produksi enzim protease-asam, produksi antibiotik, dan juga untuk mencegah pembusukan bahan pangan.
e.    Bahan kimia Bahan kimia sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan fungi. Senyawa formalin disemprotkan pada tekstil yang akan disimpan untuk waktu tertentu sebelum dijual. Hal ini terutama untuk mencegah pertumbuhan kapang yang bersifat selulolitik, seperti Chaetomium globosum, Aspergillus niger, dan Cladosporium cladosporoides yang dapat merapuhkan tekstil, atau meninggalkan noda-noda hitam akibat sporulasi yang terjadi, sehingga menurunkan kualitas bahan tersebut. Selama pertumbuhannya fungi menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak diperlukannya lagi dan dikeluarkan ke lingkungan. Senyawa-senyawa tersebut merupakan suatu pengaman pada dirinya terhadap serangan oleh mikroorganisme lain termasuk terhadap sesama mikroorganisme. Manusia memanfaatkan senyawa-senyawa tersebut, yang kita kenal sebagai antibiotik, untuk mencegah berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme.


IV.   Kesimpulan
Dari raktikum yang dilakukan pertumbuhan fungi megalami petambahan setelah tiga kali pengamatan pada hari ke 1, 3 dan 5. Fungi I pertumbuhannya lebih cepat dari fungi A dengan hifa yang sudah memenuhi cawan petri pada hari ke dua pengamatan.

Daftar Pustaka
Reeslev, M. dan Kjøller, A. (1995), “Comparison of Biomass Dry Weight and Radial Growth Rates of Fungal Colonies on Media Solidified with Different Gelling Compounds”, APPLIED AND ENVIRONMENTAL MICROBIOLOGY, 61, hal. 4236 – 4239.
Dwijoseputro, 1990, Dasar-dasar mikrobiologi, Djambatan: Jakarta.
Dwijoseputro, 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Identifikasi Fungi Mikroskopis



I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Fungi adalah makhluk hidup yang akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Fungi atau fungi bervariasi dalam ukuran, dari ragi yang uniseluler sampai fungi multiseluler, seperti fungi payung dan fungi kuping yang tumbuh di kayu. Pada umumnya, fungi memiliki 3 karakteristik utama, yaitu (1) eukariotik, (2) menggunakan spora sebagai alat perkembangbiakannya, dan (3) heterotrof. Sebagai tambahan, fungi membutuhkan tempat yang lembab dan hangat agar dapat tumbuh. Oleh karena itu, fungi banyak ditemukan di makanan yang lembab, di dasar kulit batang pohon, di dasar lantai hutan, serta di lantai kamar mandi yang lembab. Oleh karena bersifat heterotrof, secara ekologi fungi sangat penting karena berperan sebagai pengurai dan ikut andil dalam daur nutrisi yang ada di tanah (Subahari, 2008).
Sebagian besar tubuh fungsi terdiri atas benang-benang yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yang disebut miselium. Miselium dapat dibedakan atas miselium vegetatif yang berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan dan miselium fertile yang berfungsi dalam reproduksi. Fungsi tingkat tingi maupun tingkat rendah mempunyai ciri khas yaitu berupa benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut hifa. Fungi dibedakan menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir (Syamsuri, 2004).
Semua fungi adalah eukariota, mereka memiliki sel membran yang menutupi inti dan mitokondria dan organel bermembran lainnnya. Meskipun mereka berbeda mencolok dalam ukuran dan bentuk, tetapi fungi memiliki karakter tertentu, termasuk car mereka mendapatkan makanan. Fungi yang paling sederhana adalah ragi, uniseluler, dengan bentuk bulat atau oval. Ragi tersebar luas di tanah, daun, buah, dan juga pada tubuh kita. Ragi berperan penting dalam kedokteran, penelitian biologi, dan industri makanan (Solomon, 2011).
Struktur tubuh fungi yang paling umum adalah filamen multiseluler dan sel tunggal (ragi). Banyak spesies yang dapat tumbuh baik sebagai filamen dan ragi, tetapi kebanyakan tumbuh sebagai filamen, hanya sedikit spesies yang tumbuh sebagai ragi. Ragi biasanya berada di tempat yang lembab, termasuk getah tumbuhan dan jaringan hewan, dimana terdapat nutrisi seperti gula dan asam amino (Campbell et al., 2009).
B.  Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi fungi mikroskopis.
II.  Metode
A.    Alat dan Bahan
Mikroskop, preparat semi permanent, buku referensi.
B.     Cara Kerja
1.    Dicatat hasil pengamatan terhadap warna dan pola pertumbuhan koloni fungi pada petridish.
2.    Dilakukan pengamatan terhadap hifa (sekat dan percabangan) dan spora atau konidia (bentuk dan ornamentasi) dan struktur morfologi lain misalnya rizhoid, stolon, sel kaki, dsb.
3.    Dilakukan dokumentasi dengan foto dan gambar.
4.    Dilakukan identifikasi dengan mencocokkan pada gambar atau buku.


III.   Hasil dan Pembahasan
A.    Hasil
Fusarium sp perbesaran 100x
Fusarium sp perbesaran 400x

B.     Pembahasan
Tahap selanjutnya setelah pewarnaan adalah identifikasi fungi yang telah diisolasi. Identifikasi ini dilakukan dengan mikroskop dan buku panduan identifikasi. Caranya adalah dengan mencocokkan preparat yang terlihat di bawah mikroskop dengan buku panduan. Hasil yang diperoleh adalah Fusarium sp. Fungi Fusarium sp. secara makroskopis memiliki koloni melingkar dan menyebar ke segala arah.
Genus Fusarium sp adalah patogen tular tanah yang termasuk Hyphomycetes (sub divisio Deuteromycotina). Fungi ini menghasilkan makrokonidia, mikrokonidia, dan klamidiospora (Akhsan, 1996). Sebagian besar dari genus ini merupakan fungi saprofit yang umumnya terdapat di dalam tanah, tetapi ada juga yang bersifat parasit. Fusarium sp yang menyebabkan penyakit pembuluh dikelompokkan ke dalam spesies F. oxysporum. Jenis ini dibagi lagi menjadi forma-forma spesialis (f.s.p) yang menyesuaikan diri pada tumbuhan inang tertentu yang diinfeksi sehingga 40 fungi F. oxysporum yang menyerang tanaman cabai disebut F. oxysporum f. sp. capsici (Semangun, 2001). Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) dalam Kristiana (2004), bahwa fungi penyebab layu fusarium ini termasuk dalam forma-ordo Moniliales forma-famili Tuberculariaceae.
Klasifikasinya sebagai berikut:
Kingdom : Mycetaceae
Divisi : Amastigomycota
Subdivisi : Deuteromycotina
Forma-kelas : Deuteromycetes
Forma-subkelas : Hypomycetidae
Forma-famili : Moniales
Forma-subfamili : Tuberculariaceae
Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium sp.
Morfologi Fusarium sp Cendawan Fusarium sp mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu mikrokonidia (terdiri dari 1-2 sel), makrokonidia (3-5 septa), dan klamidospora (pembengkakan pada hifa). Makrokonidia berbentuk melengkung, panjang dengan ujung yang mengecil dan mempunyai satu atau tiga buah sekat. Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1 atau 2, dan paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan pada saat patogen berada dalam pembuluh inangnya. Makrokonidia mempunyai bentuk yang khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri dari 3-5 septa, dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman yang terserang lanjut. Klamidospora memiliki dinding tebal, dihasilkan pada ujung miselium yang sudah tua atau didalam makrokonidia, terdiri dari 1-2 septa dan merupakan fase atau spora bertahan pada lingkungan yang kurang baik.
Menurut Agrios (1997) dalam Susetyo (2010), miselium yang dihasilkan oleh cendawan patogen penyebab penyakit layu ini mulanya berwarna putih keruh, kemudian menjadi kuning pucat, merah muda pucat sampai keunguan. 41 Cendawan ini tumbuh dari spora dengan struktur yang menyerupai benang, ada yang mempunyai dinding pemisah dan ada yang tidak. Benang secara individu disebut hifa, dan massa benang yang luas disebut miselium. Miselium adalah struktur yang berpengaruh dalam absorbsi nutrisi secara terus-menerus sehingga cendawan dapat tumbuh dan pada akhirnya menghasilkan hifa yang khusus menghasilkan spora reproduktif (Foth, 1991). Miselium terutama terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga membentuk miselium yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi. Fusarium hidup sebagai parasit dan saprofit pada berbagai tanaman terutama pada bagian pembuluhnya, sehingga tanaman menjadi mati karena toksin (Sastrahidayat, 1989). Stadium terakhir merupakan stadium yang tahan pada segala cuaca. Cendawan menginfeksi akar terutama melalui luka, menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Setelah jaringan pembuluh mati dan keadaan udara lembab, cendawan membentuk spora yang berwarna putih keunguan pada akar yang terinfeksi. Penyebaran spora dapat terjadi melalui angin, air pengairan dan alat pertanian.
Cendawan Fusarium sp dapat tumbuh dengan baik pada bermacammacam media agar yang mengandung ekstrak sayuran. Mula-mula miselium tidak berwarna, semakin tua warnanya semakin krem, akhirnya koloni tampak mempunyai benang. Pada miselium yang lebih tua terbentuk klamidospora yang berdinding tebal. Fungi membentuk banyak mikrokonidium bersel satu, tidak berwarna, lonjong atau bulat telur, 6-15 x 2,5-4 µm, makrokonidium lebih jarang, berbentuk kumparan, tidak berwarna, kebanyakan bersekat dua atau tiga, berukuran 25-33 x 3,5-5,5 µm.
IV.   Kesimpulan
Pada praktikum ini ditemukan Fusarium sp yang memang banyak ditemukan di alam dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi berbagai macam tanaman.

Daftar Pustaka
Saragih, Saud Daniel. 2009. Jenis-jenis Fungi pada Beberapa Tingkat Kematangan Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Sastrahidayat, I. R. 1986. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya
Semangun (1971) dalam Djajati, Mulyadi, Wahyudi. 1998. Pengaruh Pemberian Dolomit terhadap Serangan Cendawan Fusarium oxysporum pada Tanaman Pisang Varietas Ambon Kuning di Rumah Kaca. Prosiding Seminar Nasional. Seminar IV Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) Komisariat Daerah Jateng dan DIY: 157. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Semangun H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta.
Solomon, E.P., L.R Berg., and D.W Martin. 2011. Biology Ninth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA.
Subahar, T.S.S. 2008. Biologi. Penerbit Quadra. Surabaya.
Sudjadi, Bagod., dan S. Laila. 2006. Biologi : Sains Dalam Kehidupan. Penerbit Yudhistira. Jakarta.
Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.


Pembuatan Preparat Semi Permanen



I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Fungi dibagi dalam 4 divisi yaitu, Zygomycetes yang memiliki ciri-ciri hifa bersifat koenositik. Spora seksualnya adalah zygospora dan spora 25 aseksualnya adalah sporangiospora. Contohnya Rhizopus sp dan Mucor sp.. Ascomycetes yang memiliki ciri-ciri hifa bersifat koenositik. Pembiakan seksual pada yang bersel satu, konjugasi antara 2 gametangia menghasilkan zigot, kemudian membesar menjadi askus. Pembiakan aseksual pada yang bersel banyak dengan konidia (konidiospora), pada yang bersel satu dengan membentuk tunas. Contohnya Penicillium sp., Basidiomycetes yang memiliki ciri-ciri hifanya bersekat, pembiakan seksual dengan konidia. Pembiakan aseksual dengan basidiospora. Contohnya Volvariela sp. Serta Deuteromycetes yang memiliki ciri-ciri bentuk seperti khamir atau filamen. Hifa seperti Ascomycetes. Tidak mempunyai stadia seksual. Spora aseksual adalah berbagai bentuk konidia. Contohnya Tricosporon sp, Aspergillus sp (Lay, 1994). Nama yang diberikan untuk cendawan (fungi) berasal dari wakilnya yang mencolok, yaitu cendawan topi (Yunani : mykes, Latin : fungus). Fungi termasuk eukariot, dan memiliki sifat-sifat tertentu sama dengan tumbuh-tumbuhan, seperti memiliki dinding sel, vakuola berisi getah sel dan dengan mikroskop dapat diamati aliran plasma yang baik dan juga sifat nyata ketidakmampuannya untuk tidak bergerak.
Fungi tidak mengandung pigmen fotosintesis dan bersifat Cheterotrof (khemoorganoheterotrof). Fungi tumbuh pada kondisi aerob dan memperoleh energi dengan mengoksidasi bahan organik. Kalau dibandingkan dengan tumbuh-tumbuhan terbagi-bagi dalam daun, batang, dan akar, fungi menunjukkan diferensiasi yang sederhana dan juga hampir tidak ada pembagian kerja. Benda fegetasi fungi adalah talus. Talus terdiri dari benang-benang dengan garis tengah 5 mikron, yang bercabang-cabang beberapa dan juga melanjutkan diri 26 di atas atau ke dalam substrat nutrient. Benang atau hifa ini terdiri dari dinding sel dan sitoplasma dengan benda-benda inklusi. Keseluruhan massa hifa talus fungi disebut miselium. Pada fungi derajat tinggi miselium membentuk utas-utas tali tebal, rizomorf yang berfungsi sebagai pengangkut zat (Schlegel, 1994).
Untuk dapat mengamati bagian-bagian fungi dengan jelas perlu adanya perwarnaan. Dengan pewarnaan dapat diamati bagian-bagian pada fungi seperti hifa, spora, dan konidia. Pewarna yang digunakan dapat bermacam-macam, misalnya adalah tryphan blue yang berwarna biru atau metylen blue.
B.  Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pengamatan morfologi fungi dengan membuat preparat semi permanen.
II.  Metode
A.  Alat dan Bahan
Gelas benda, gelas penutup, pipet tetes, ose jarum, tissue, mikroskop, pewarna tryphan blue, gliserol, fungi hasil isolasi, kutek bening.
B.  Cara Kerja
1.    Disiapkan gelas benda.
2.    Pada gelas benda diteteskan satu tetes gliserol.
3.    Hifa dan spora diambil dari petridish dengan menggunakan ose jarum dan diletakkan pada tetesan gliserol, hifa yang menggumpal dipisahkan dengan ose jarum.
4.    Teteskan satu tetes pewarna truphan blue dicampur secara merata dengan gliserol, didiamkan selama beberapa menit, kemudian ditutup dengan gelas penutup.
5.    Pewarna yang keluar dari gelas penutup dihisap dengan kertas tissue. Untuk menambah keawetan peparat dapat dilapisi dengan kutek pada bagian tepi penutupnya.
6.    Pengamatan preparat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x.
III.   Hasil dan Pembahasan
A.    Hasil
Fusarium sp perbesaran 400x
Fusarium sp. perbesaran 100x
Aspergillus sp perbesaran 400x

B.     Pembahasan
Fungi atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Fungi ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Reproduksi fungi, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif.  (Buchanan, 2003).  Fungi pada umumnya adalah jasad yang berbentuk benang, multiseluler, tidak berkhlorofil dan belum mempunyai diferensiasi dalam jaringan. Ada pula yang hanya terdiri dari satu sel.   Struktur fungi.  Walaupun fungi dapat dilihat, namun masing-masing sel adalah mikroskopik. Fungi tersusun atas benang-benang sel yang disebut hifa. Jika fungi tumbuh, hifa saling membelit untuk membentuk massa benang yang disebut miselium yang cukup besar untuk dilihat dengan mata (Lim, 2006).
Pada pembuatan preparat semi permanen ini digunakan fungi yang telah ditumbuhkan dari isolat tanah dan daun pada praktikum sebelumnya. Isolat berumur sekitar dua minggu. Tahap pembuatan preparat adalah pertama disiapkan gelas benda serta gelas penutup. Pada gelas benda diteteskan satu tetes gliserol menggunakan pipet tetes. Hifa dan spora diambil dari petridish dengan menggunakan ose jarum dengan hati-hati dan diletakkan pada tetesan gliserol, hifa yang menggumpal dipisahkan dengan ose jarum. Selanjutnya diteteskan satu tetes pewarna triphan blue dicampur secara merata dengan gliserol, didiamkan selama beberapa menit, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Pewarna yang keluar dari gelas penutup dihisap dengan kertas tissue. Untuk menambah keawetan peparat dapat dilapisi dengan kutek pada bagian tepi penutupnya. Preparat yang sudah ditutup dengan kutek diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x. Kebanyakan isolat yang digunakan belum membentuk spora namun sudah membentuk konidia. Satu fungi yang ditemukan adalah Fusarium sp.

IV.   Kesimpulan
Pewarnaan diperlukan untuk dapat mempermudah pengamatan dan melakukan identifikasi terhadap isolat yang telah dikulturkan.

Daftar Pustaka
Buchanan,RE. & Gibbons,NE.2003.  Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. The William    & Wilkins Company Baltimore.USA.
Lim, D. 2006. Microbiology. McGraw-Hill. New York.
Lay, B. W. 2008. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.








Isolasi Fungi Mikroskopis



I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Fungi adalah organisme eukariotik (mempunyai inti sel) tidak mempunyai klorofil, mempunyai spora, struktur somatic atau talus berupa sel tunggal (uniseluler) dan umumnya berupa filament atau benang-benang bercabang (multiseluler), berkembangbiak secara seksual dan aseksual, dinding sel umumnya terdiri dari kitin dan selulosa atau keduanya. Fungi merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga ia tidak mampu untuk memproduksi makan sendiri karena fungi tidak bisa memanfaatkan karbondioksida sebagai sumber karbonnya. Karbon berasal dari sumber anorganik misalnya glukosa. Oleh karena itu fungi memerlukan senyawa organic baik dari bahan organic mati maupun dari organisme hidup sehingga fungi dikatakan heterotroph. Fungi ini ada yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup dan ada pula yang memperoleh makanan dari bahan organic mati seperti sisa-sisa hewan atau tumbuhan. Fungi hidup dan memperoleh makanan dari bahan organic mati dinamakan saprofit, sedangkan yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup dinamakan parasite. Beberapa spesies dapat menggunakan nitrogen, itulah sebabnya mengapa medium biakan untuk fungi biasanya berupa pepton, suatu produk protein yang terhidrolisis (Kusnadi, 2003).
Fungi adalah sel mikroskopis yang tumbuh memanjang seperti benang yang dikenal dengan hifa. Diameter hifa hanya beberapa micrometer, tetapi dapat tumbuh memnjang hingga mencapai beberapa meter. Hifa yang tumbuh membentuk masa disebut misellium atau tebal menyerupai kawat dan disebut sebagai rhizomorphs yang tampak seperti akar. Fungi yang tumbuh dengan cara memperpanjang hifa pada ujungnya dikenal sebagai pertumbuhan apical atau pada bagian tengah hifa yang disebut pertumbuhan iterkalar. Hifa pada beberapa kapang mempunyai penyekat melintang atau septa dan adanya septa ini dipergunakan untuk identifikasi. Hifa tersebut memanjang diatas atau tembus melalui medium dimana kapang itu tumbuh (Soekarto, 2008).
Saprofit merupakan fungi pelapuk dan pengubah susunan zat organic yang mati. Fungi saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besaar fungi saprofit mengeluarkan enzim hydrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap oleh hifa. Selain itu juga hifa dapat langsung menyerap bahan makanan organic dalam bentuk sederhana yang dikeluarkan inangnya. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhanameningkatkan kesuburannya. Sebaliknya mereka juga dapat merugikan kita bilamana mereka mebusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain.
Sifat kulturan dari fungi dapat dilihat dengan kenampakan pertumbuhannya pada makanan. Pada permukaan bahan makanan tampak kering, membentuk masa serbuk, kadang-kadang halus dan lunak atau kelihatan basah dan berair. Warna miselia hijau biru, biru ke hijauan, kuning, orange, merah muda, coklat, abu, dan hitam (Kusnadi, 2003). Banyak fungi yang sudah dikenal peranannya, yaitu fungi yang tumbuh diroti, buah, keju, ragi, dalam pembuatan bir, dan yang merusak tekstil yang lembab, serta beberapa jenis cendawan yang dibudidayakan. Beberapa jenis memproduksi antibiotic yang digunakan dalam terapi melawan berbagai infeksi bakteri (Hadioetomo, 1993).
Faktor lingkungan seperti pH tanahm pupuk anorganik, kandungan bahan organic dan kelembaban tanah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan fungi. Fungi terdapat pada semua jenis tanah yang bereaksi masam. Meski demikian ada juga fungi yang berada pada tanah, contohnya: pemupukan dengan garam ammonium. Dalam hal ini ammonium teroksidasi membentuk nitrat dan ion nitrogen yang mengakibatkan penurunan pH tanah. Pada umumnya fungi yang hidup sebagai saprofit menguntungkan bagi kehidupan manusia misalnya sebagai decomposer yang dapat menghancurkan sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan yang berupa senyawa yang kompleks menjadi senyawa sederhana, dan kemudian dikembalikan ke dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Fungi saprofit juga penting dalam industri fermentasi misalnya dalam pembuatan bir, roti, tempe, dan juga digunakan dalam memproduksi asam-asam organic, obat-obatan, vitamin dan antibiotika seperti penisilin, amisilin. Selain itu fungi saprofit juga banyak yang dikonsumsi oleh manusia misalnya fungi merang, fungi kuping, fungi tiram, sedangkan fungi yang hidup sebagai parasite umumnya merugikan karena dapat menyebabkan berbagai penyakit pada tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. Tapi tidak semua fungi yang berasosiasi dengan tumbuhan merugikan, tetapi ada yang menguntungkan bagi fungi dan tumbuhan. Hifa fungi membentuk organ khusus dengan akar tanaman yang dikenal dengan mikoriza. Belakangan ini fungi tidak hanya menjadi pemikiran para ahli sitology, ahli genetika dan biokimia yang menemukan bahwa fungi dapat menjadi alat penelitian penting dalam mempelajari biologi dasar. Hal ini disebabkan oleh fungi lebih cepat berkembang disbanding dengan tumbuhan dan hewan.

B.       Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan isolasi fungi dari berbagai macam bahan.



II.  Metode
A.  Alat dan Bahan
Pengaduk, pinset, gunting, tissue, gelas pengukur, kertas saring, Laminar Air Flow, bunsen, media PDA dalam petridish, sampel tanah, sampel kotoran hewan, larutan klorin 0,5 %, aquades steril.
B.  Cara Kerja
Isolasi dari Tanah
1.    1 gram tanah diencerkan 10-1 dengan perbandingan tanah 1 gr dan air 9 ml.
2.    Dilakukan lagi pengenceran 10-2 dengan cara menambahkan 1 ml tanah pada pengenceran pertama dan air sebanyak 9 ml.
3.    Hasil pengenceran dituang ke dalam petridish secara merata dan aseptis menggunakan pipet.
4.    Peridish ditutup menggunakan parafilm atau kertas sampul, diberi label, dan dinkubasi selama 7 hari tanpa dibalik.
Isolasi dari Daun Terinfeksi
1.    Daun yang menunjukkan gejala penyakit digunting. Potong daun dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm2.
2.    Daun di desinfektasi permukaannya dengan perendaman pada larutan klorin (0.5%) selama 2 menit.
3.    Setelah perendaman selesai, larutan klorin dibuang dan sampel dicuci menggunakan aquades selama 5 menit sebanyak 3 kali.
4.    Sampel dipindahkan ke dalam media uji menggunakan pinset. Sampel sedikit ditekan agar sampel melekat pada media. Jumlah sampel disesuaikan dengan media.
5.    Petridish ditutup rapat dengan parafilm dan dibungkus kertas sampul coklat kemudian diinkubasi dalam suhu kamar selama 7 hari tanpa dibalik.
Isolasi dari Kotoran Hewan
1.    Letakkan dua filter paper pada petridish kemudian lembabkan dengan air steril.
2.    Letakkan 1-2 cm3 kotoran hewan (sapi/kambing) pada filter paper.
3.    Tutup petridish dengan parafilm.
4.    Letakkan dibagian tepi jendela tanpa dibalik.
5.    Amati suksesi yang terjadi.

III.   Hasil dan Pembahasan
A.    Hasil
Pada praktikum pertama tidak ada fungi yang tumbuh
Fungi yang tumbuh setelah pengulangan praktikum.

Fungi atau fungi banyak kita tmukan di lingkungan sekitar kita, fungi tumbuh subur terutama di musim hujan karena fungi menyukai habitat yang lembab. Akan tetapi fungi juga dapat ditemukan hamper disemua tempat dimana ada materi organic. Jika lingkungan di sekitarnya mongering, fungi akan mengalami tahapan istirahat atau menghasilkan spora. Cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang fungi disebut mikologi. Kebanyakan fungi termasuk dalam kelompok kapang. Tubuh vegetative kapang berfilamen panjang bercabang yang seperti benang, yang disebut hifa. Hifa akan memanjang dan menyerap makanan dari permukaan substrat (tempat hidup fungi). Hifa-hifa membentuk jarring-jaring benang kusut, disebut mesellium (Hadioetomo, 1993).
Secara morfologis fungi dapat ditentukan dengan melihat bentuk strukturnya menggunakan mikroskop, dengan demikian identifikasi dan klarifikasi dapat ditentukan secar visual fungi dilihat seperti kapas atau benang berwarna atau tidak berwarna yang disebut misellia dan spora. Miselia terbentuk oleh adanya hifa, baik yang bersepta atau yang tidak bersepta. Sifat kultural dari fungi dapat dilihat dengan kenampakan pertumbuhannya pada makanan. Pada permukaan bahan makanan tampak kering, membentuk massa serbuk, kadang-kadang halus dan lunak atau kelihatan basah dan berair. Warna miselia hijau biru, biru kehijauan, kuning, orange, merah muda, coklat, abu-abu, dan hitam (Kusnadi, 2003). Klasifikasi fungi terutama didasarkan pada ciri-ciri spora seksual dan tubuh buah yang ada selama tahap-tahap seksual. Fungi mampu memanfaatkan berbagai macam bahan untuk gizinya, sekalipun demikian mereka itu heterotroph. Berbeda dengan bakteri, mereka tidak dapat menggunakan senyawa karbon anorganik, seperti karbondioksida. Karbon berasal dari sumber organic, misalnya glukosa. Beberapa spesies dapat menggunakan nitogen, itulah sebabnya mengapa medium biakan untuk cendawan biasanya berisikan pepton, suatu produk protein yang terhidrolisis (Kusnadi, 2003).
Prinsip dari isolasi fungi adalah PDA yang telah diberi antibiotic. Prinsip dari isolasi fungi adalah memisahkan atau menumbuhkan suatu jenis fungi dengan fungi lain yang berasal dari campuran bermacam-macam fungi. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat, karena dalam media padat fungi akan membentuk suatu koloni yang tetap pada tempatnya. Media yang digunakan dalam isolasi ini harus sesuai dengan mikroorganisme yang akan kita ketahui populasinya. Karena kalau tidak sesuai agarnya maka mikroorganisme tidak akan tumbuh.
Pada praktikum isolasi ini digunakan isolat yang berasal dari tanah, daun yang terinfeksi, kacang, dan kotoran hewan. Isolat dari tanah diencerkan menjadi dua variasi yang berbeda yaitu pengenceran 10-1 dan 10-2. Tanah diencerkan menggunakan aquades steril. Setelah diencerkan kemudian dituang ke dalam media yang sudah disiapkan. Selanjutnya adalah menggunakan daun yang terinfeksi. Daun yang digunakan adalah daun dari beberapa tanaman yang berbeda. Daun yang terinfeksi tersebut dipotong dengan ukuran kurang lebih 0.5 cm kemudian dibersihkan dengan klorin untuk menghindari kontaminasi oleh bakteri. Sisa klorin dibersihkan menggunakan akuades. Daun yang sudah dibersihkan diletakkan dengan hati-hati ke dalam media yang telah disiapkan. Selain daun juga digunakan kacang tanah. Kacang dibersihkan dengan klorin dan dibilas menggunakan akuades kemudian diletakkan di dalam media PDA. Terakhir adalah menggunakan kotoran hewan. Kotoran hewan diletakkan ke dalam petri yang sudah diberi alas dengan kertas saring lembab tanpa menggunakan media PDA. Kotoran hewan disimpan pada suhu ruang di dekat sumber cahaya.
Pada praktikum pertama tidak ada fungi yang berhasil tumbuh pada semua isolat. Hal ini bisa disebabkan karena media yang digunakan sudah kadaluarsa, sehingga tidak ada mikroorganisme yang tumbuh. Untuk isolat kotoran juga tidak tumbuh setelah minggu ke tiga. Hal ini dapat disebabkan karena penyimpanan di ruang ber AC yang dingin sehingga menghambat pertumbuhan fungi. Praktikum diulangi lagi menggunakan media yang baru dan fungi dapat tumbuh selama satu minggu masa inkubasi. Fungi yang tumbuh terlihat memiliki warna hifa yang berbeda pada sumber isolat yang berbeda. Cawan petri yang sudah ditumbuhi dengan fungi disimpan pada suhu ruang untuk digunakan sebagai bahan identifikasi setelah tumbuh spora.

IV.   Kesimpulan
Fungi dapat tumbuh dari berbagai bahan yang diperoleh dari alam. Faktor penentu berhasilnya isolasi adalah metode yang digunakan serta media yang digunakan.


Daftar Pustaka
Dwijoseputro, 1990, Dasar-dasar mikrobiologi, Djambatan: Jakarta.
Dwijoseputro, 1992, Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Hadioetomo, R.S., 1993, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Kusnadi, dkk., 2003, Mikrobiologi, UMY Pres: Yogyakarta.
Pelczar, Michael, 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, UI Pres: Jakarta.